Berbagai persoalan melilit Diskeswannak Aceh di bawah kepemimpinan Muhammad Yunus. Mulai indikasi korupsi hingga kebijakan yang ditengarai kerap merugikan banyak pihak.
Muhammad Yunus menjadi satu-satunya pejabat paling bertahan di kabinet Pemerintahan Zaini-Muzakir (Zikir). Sejak dilantik sebagai Kepala Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan (Diskeswannak) Aceh pada 5 November 2012, Yunus tidak pernah tersentuh arus mutasi yang berkali-kali dilakukan Gubernur Aceh Zaini Abdullah.
Padahal, hampir semua pejabat eselon II lainnya kini sudah berpindah posisi. Bahkan, sebagian kepala SKPA yang dilantik bersamaan dengan Yunus, sudah terdepak dari Kabinet Zikir meski kepemimpinannya dinilai tanpa cacat.
Jurus pertahanan yang dimainkan Yunus pantas diacungi jempol. Sederet persoalan yang melilit Diskeswannak Aceh di bawah kepemimpinannya, sama sekali tidak menggoyahkan posisi Yunus. Kasus-kasus tersebut, antara lain indikasi korupsi pada proyek pengembangan kawasan budidaya ayam ras petelur Tahun 2013.
Menurut analisis Gerak Aceh, proyek itu terbagi pada dua item kegiatan, yaitu program ayam petelur dengan anggaran Rp29.125.000.000 dan program pabrik pakan ayam Rp5.784.441.945. Merujuk SK Wagub Aceh No.524/31210/2013 tentang penetapan penerima hibah, KSU Bintang Beusare dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek tersebut.
Dalam SK itu disebutkan, ayam yang harus disediakan berjumlah 100 ribu ekor untuk dibagi kepada 50 orang yang tersebar di beberapa kabupaten/kota di Aceh. Namun, hasil pemeriksaan Inspektorat Aceh tahun 2014 ditemukan pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan laporan yang disajikan oleh SKPA. Ayam yang tersedia hanya 25 ribu ekor, sementara sisanya 75 ribu ekor tidak diketahui.
Di sisi lain, pembangunan pabrik pakan ayam senilai Rp5.516.435.040 juga tidak dioperasikan dengan alasan harga bahan baku mahal/tidak tersedia. Dugaan kerugian negera pada dua kegiatan tersebut mencapai Rp35 miliar, sehingga Gerak Aceh melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya juga mencuat dugaan penggelembungan harga (mark-up) pada proyek pengadaan 1.300 ekor bibit sapi yang dilaksanakan Diskeswannak Aceh Tahun 2013. Proyek pengadaan itu, yakni 100 ekor bibit sapi lokal dengan nilai kontrak Rp919,5 juta, pengadan 770 ekor bibit sapi Bali Rp7,5 miliar, dan pengadaan 500 ekor bibit sapi Inseminasi Buatan (IB) dengan nilai kontrak Rp6,621 miliar.
Belum ada komentar