YARA Minta Pemerintah dan DPRA Lawan KPU

Safarudin Yara (Foto Ist)
DiSafaruddin

PM, Banda Aceh – Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah lancang melawan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.

Hal ini berkaitan dengan Surat KPU Nomor 14/PP.06-SD/05/SJ/I/2018 Perihal Pelaksanaan Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota tanggal 8 Januari 2018 lalu.

Dalam surat tersebut, KPU memerintahkan KIP Aceh untuk melaksanakan tahapan tes tertulis calon anggota KPU provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP kabupaten/kota yang akan habis masa jabatan pada tahun 2018.

Ketua YARA Safaruddin, menilai rekrutmen itu adalah wewenang DPRA dan DPRK yang diatur dalam UUPA.

“Untuk itu kami meminta KPU untuk mencabut surat untuk KIP Aceh tersebut, dan meminta DPRA dan Pemerintah Aceh untuk melakukan perlawanan terhadap KPU yang dengan selembar surat yang ditandatangani oleh seorang sekretaris jenderal KPU yang dengan lancang telah menghilangkan satu pasal dalam UUPA yang secara hukum setara dengan UU No 7 tahun 2017,” kata Safaruddin dalam siaran persnya, Rabu (10/1).

Kata dia, surat KPU tersebut didasarkan pada Pasal 28 ayat (3) huruf e dan Pasal 32 ayat (3) huruf e Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Tindakan KPU ini, kata Safaruddin, jelas telah melawan UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sebagaimana disebut dalam Pasal 56 bahwa anggota KIP Aceh diusulkan oleh DPRA dan ditetapkan oleh KPU dan diresmikan oleh gubernur. Sedangkan anggota KIP kabupaten/kota diusulkan oleh DPRK ditetapkan oleh KPU dan diresmikan oleh bupati/walikota.

“Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), DPRA/DPRK membentuk tim independen yang bersifat ad hoc untuk melakukan penjaringan dan penyaringan calon anggota KIP,” kata Safaruddin mengutip ayat 6,Pasal 56 UUPA.

Atas dasar itu, kata Safaruddin, pemilihan anggota KIP di Aceh adalah kewenangan DPRA dan DPRK, bukan KPU.

“KPU perlu memperhatikan bahwa UUPA bersifat khusus dan mengatur Aceh secara khusus, kecuali hal-hal yang tidak di atur dalam UUPA dapat diatur dengan peraturan perundangan lainnya, tetapi sepanjang itu diatur secara tegas dalam UUPA maka kewenangan tersebut tidak boleh diganggu dengan aturan lainnya,” katanya.()

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait