PM, Banda Aceh – Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin, meminta Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Gubernur Aceh untuk memantau perkembangan RUU Pajak Penghasilan.
“RUU yang baru saja disetujui oleh DPD RI itu mengandung rumusan yang memberikan kekhususan bagi Aceh, yaitu zakat sebagai pengurang pajak,” kata Safaruddin, Rabu (25/10).
Menurut Safaruddin, RUU ini penting untuk diperhatikan oleh DPRA dan gubernur Aceh. Jika perlu, sambung dia, DPRA menyurati DPR RI agar dilibatkan dalam pembahasan RUU ini nantinya.
“Jangan DPRA ribut lagi nanti karena ada kebijakan atau rumusan UU yang berkaitan dengan Aceh tapi tidak dilibatkan,” katanya.
DPRA dan gubernur, kata Safaruddin, harus proaktif dalam menjaga UUPA agar Aceh tak selalu tertinggal dari daerah lain. “YARA juga telah menyurati DPRA untuk mengingatkan perihal tersebut,” tambahnya.
Persetujuan zakat sebagai pengurang pajak di Aceh, sambungnya, sudah diamanatkan dalam Pasal 192 UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Itulah sebabnya, hal ini dianggap penting karena menyangkut dengan kewajiban masyarakat Aceh dalam membayar pajak dan zakat yang selama ini melebihi pembayaran pajak di provinsi lain.
“Sampai sekarang, zakat baru ditetapkan sebagai faktor pengurang penghasilan kena pajak (PTKP). Dengan disetujuinya zakat sebagai pengurang pajak dalam RUU Pajak Penghasilan oleh DPD RI maka peluang untuk memperkuat implementasi Pasal 192 UUPA akan semakin kuat,” katanya.
Zakat, kata Safaruddin, memiliki peran yang hampir sama dengan pajak yaitu untuk mengentaskan kemiskinan, pembangunan ekonomi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, sebagian masyarakat berpendapat bahwa sudah selayaknya zakat bisa dijadikan sebagai pengurang pajak, bukan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Seperti diketahui, ada 6 RUU yang merupakan inisiatif DPD RI tahun 2017, salah satunya RUU Pajak Penghasilan.
Nah, RUU Pajak Penghasilan ini kabarnya telah diserahkan ke Badan Legislasi DPR RI untuk dibahas bersama pemerintah.()
Belum ada komentar