Komisi VIII DPR RI menetapkan penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1437 H/2016.
Dalam konferensi pers pengumuman Ongkos Naik Haji (ONH) 2016 di komplek parlemen, Ahad (30/4), Ketua Komisi VIII Saleh Partaonan Daulay mengatakan penurunan BPIH 2016 tetap memperhatikan peningkatan kualitas pelayanan jemaah haji.
“Adapun BPIH 2016 sebesar Rp34.641.340 atau senilai 2.585 dolar AS, dengan asumsi nilai tukar satu dolar sama dengan Rp13.400. Jadi rata-rata direct cost BPIH 2016/1437 H dalam dolar turun sebesar 132 dolar AS,” kata dia.
Walaupun terjadi penurunan BPIH, namun ada beberapa pelayanan haji yang akan ditingkatkan. Di antaranya, makan di Makkah yang ditanggung menjadi dua kali per hari, sebelumnya hanya sehari. Kemudian, lanjutnya, peningkatan kualitas bus antar kota, yakni Makkah, Madinah dan Jeddah.
Ia menambahkan, soal kebijakan asimetris bagi manasik haji. Jumlah manasik haji 10 kali bagi jamaah di luar Jawa dan menerapkan kebijakan delapan kali di empat provinsi pulau Jawa. Karena pada tahun lalu hanya enam kali manasik di semua provinsi.
Komisi VIII juga mendesak Menteri Agama mempercepat proses penerbitan Keputusan Presiden RI tentang BPIH 2016.
Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin mengapresiasi kebijakan baru Kementerian Agama (Kemenag) yang akan menyediakan makanan dua kali sehari untuk para jamaah haji selama beribadah di sana.
Kendati demikian, menurutnya, Kemenag perlu menjelaskan secara terperinci dan transparan perihal sumber dana yang digunakan untuk merealisasikan kebijakan tersebut kepada para jamaah.
Ia menilai, walaupun kebijakan Kemenag tersebut sangat baik dan layak diapresiasi, namun tetap harus ada dasar atau payung hukum terkait dana yang digunakan. “Artinya harus jelas, apakah dana ini bagian dari APBN atau bersumber dari dana optimaliasasi (dari jamaah haji) yang mengendap setiap tahun,” ujar Ade, Jumat (29/4).
Transparansi perihal dana, menurut Ade, penting dilakukan Kemenag. Sebab, ibadah haji lekat dengan istilah mabrur. “Biar mabrur, dana yang berkaitan dengan penyelenggaraan haji, harus jelas dan transparan. Jangan sampai dana yang sudah tercampur-campur,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini adalah Kemenag, perlu mencontoh Pemerintah Malaysia. Pemerintah di sana, selalu melaporkan perihal pemakaian dan pemanfaatan anggaran haji secara transparan kepada masyarakatnya.
Ia berpendapat, sebelum kebijakan memberi makan gratis dua kali sehari dilaksanakan, pemerintah harus terlebih dulu menerangkan soal sumber dananya. “Misalnya, pemerintah cukup memberitahukan dana program baru ini diambil dari dana optimalisasi jamaah haji,” tuturnya.
Sebab, selama ini Ade melihat, pemerintah belum cukup transparan soal anggaran haji. Berkaitan dengan program baru Kemenag tersebut, ia berharap dan meminta kepada pemerintah agar bisa membuka selebar-lebarnya laporan anggaran yang transparan kepada jamaah dan publik.[]
Sebelumnya berita ini sudah diterbitkan Republika.
Belum ada komentar