Warna Politik Lokal di Aceh

Bendera Partai Politik di Aceh (Foto Ist-google)
Bendera Partai Politik di Aceh (Foto Ist-google)

Lahir sejak Pemilu 2009, polarisasi kekuatan politik lokal di Aceh diperkirakan semakin mengakar pada pesta demokrasi mendatang.

 

Pertama kalinya, partai lokal di Aceh muncul pada Pemilu 2009. Peran dari Partai Rakyat Aceh (PRA) disebut-sebut sebagai langkah awal kemunculan Parlok. Dalam sejarahnya, PRA mampu meyakinkan Pemerintah Pusat bahwa demokrasi lokal telah hidup di Aceh.

“Waktu itu, PRA muncul dan menandakan perlunya upaya serius untuk membicarakan eksistensi Parlok,” kata Komisioner KIP Aceh Junaidi.

Kehadiran PRA disusul lahirnya partai lokal lainnya. Sebut saja Partai Aliansi Rakyat Aceh (PARA), Partai Gabthat, PAAS, Partai Pemersatu Muslimin Aceh (PPMA), Partai Darussalam, Partai Bersatu Aceh (PBA), Partai Daulat Aceh (PDA), Partai Lokal Aceh (PLA), Partai Aceh Meudaulat (PAM), dan Partai Aceh (PA). Semuanya terdaftar Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Aceh.

“Beberapa dari partai tersebut kemudian gugur di KIP karena tidak memenuhi persyaratan. Namun hingga kini mereka masih berbadan hukum, meski beberapa di antaranya sudah berganti nama dan kepengurusan,” kata Kabid Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Aceh, Bukhari saat ditemui Pikiran Merdeka, Jumat lalu.

Baca: Parlok Lama Wajah Baru

Dari 15 partai lokal yang berdiri di Aceh masa itu, terjadi penurunan di periode berikutnya. Tahun 2012, kongsi kelompok kombatan yang bernaung di Partai Aceh mulai pecah. Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh saat itu yang berasal dari eks GAM memilih mendirikan Partai Nasional Aceh (PNA). “PNA menjadi partai lokal baru satu-satunya yang muncul di tahun 2012 serta terdaftar sebagai badan hukum di Kemenkumham,” terang Bukhari.

Bagi partai yang tidak lulus seleksi diharuskan mengikuti persyaratan mulai dari awal. Sementara pada Pemilihan Legislatif 2014, ada tiga Parlok yang memperoleh kursi, yakni PDA yang berganti nama menjadi Partai Damai Aceh, PNA, dan PA.

Pada Pemilu lalu, PA memperoleh kursi terbanyak di DPRA. Sedangkan PDA dan PNA tidak melewati electoral threshold, sehingga kedua partai tersebut wajib mengganti nama untuk bisa bertarung kembali di Pemilu 2019.

“Tapi ini menarik, di tahun 2017 ini banyak parlok baru yang lahir, GRAM, kembalinya SIRA dan Gabthtat, PAAS yang berubah jadi partai PIA, serta PDA yang ikut untuk ketiga kalinya ,” jelas Junaidi.

Daftar Parlok

TERMOTIVASI PILKADA 

Kembalinya beberapa partai lokal yang sempat hilang dari peredaran, diyakini berkaca dari situasi Pilkada tahun ini yang kian kondusif. Hal itu diungkapkan oleh Sekjen PD-Aceh, Tengku Razuan.

“Saya pernah menanyakan hal ini kepada gubernur, apakah Pemilu 2019 mampu kita jaga seperti halnya 2017? Beliau jawab, harus mampu, harus dijaga stabilitas keamanannya, tidak ada intimidasi,” papar Razuan.

Tentunya PDA sebagai partai yang masih bertahan sejak awal kemunculan partai lokal di Aceh, sebut Razuan, telah mengalami banyak hal. Dari intimidasi, perusakan kantor, bahkan pembakaran dan bentrokan antara pendukung kian mencoreng wajah demokrasi di Aceh pada Pemilu 2014.

Baca: Bintang Bulan PNA Sah Berkibar di Aceh

“Tapi mendengar optimisme gubernur, akan aman seperti Pilkada kemarin, dan semua pihak menghormati demokrasi ini, saya yakin ini akan mampu kita jaga bersama. Bukan hanya PD-Aceh, tapi semua Parlok akan bangkit, karena selama dua periode sebelumnya yang kita rasakan cuma tekanan demi tekanan,” katanya.

Seluruh partai lokal yang ada di Aceh, tegas Razuan, adalah amanat dari MoU Helsinki dan UUPA. Tidak hanya satu partai.

Persoalan keamanan juga jadi catatan komisioner KIP, Junaidi. Ia menyampaikan hal senada. Suasana kondusif pada Pilkada 2017 membersitkan harapan.

“Saya lihat, kepercayaan ini timbul karena politisi mulai yakin dengan kondisi dan situasi politik yang kian membaik maka mereka ikut berpartisipasi lagi, harus dikawal semua, dulu kan saat verifikasi sering mengalami teror, perusakan kantor, mudah-mudahan kita berharap tak ada lagi aksi premanisme seperti itu. Dulu karena sering diintimidasi, orang jadi enggan menunjukkan diri sebagai anggota partai. Sekarang jauh lebih baik,” ujarnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait