Praktek prostitusi di Banda Aceh saat ini diisi wajah baru. Dilakoni para wanita muda yang bermain di level berkelas dengan tarif fantastis.
Praktek prostitusi komersil di Kota Banda Aceh saat ini sudah bermain di level elit. Transaksi antara PSK dengan hidung belang terjadi di hotel-hotel berbintang dengan tarif tinggi. Petugas pun mengaku sulit mendeteksi para pelaku tersebut.
Kepala Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh Yusnardi mengatakan sebelumnya prostitusi di kota bersyariat ini hanya di level salon dan hotel melati dengan tarif murah. Namun, seiring gencarnya penertiban salon-salon dan hotel oleh petugas, para pelaku prostitusi semakin berkurang bahkan menghilang. Para mucikari pun dibuat gerah dan kapok karena terus ditangkap.
“Mucikari lama yang bermain di hotel-hotel murah dan salon sudah tidak beroperasi lagi. Mungkin karena sudah kapok setelah beberapa kali ditangkap,” jelas Yusnardi kepada Pikiran Merdeka, Jumat (18/12/2015).
Meski praktek prostitusi kelas hotel melati dan salon semakin berkurang bahkan bisa dikatakan hilang, praktek perzinahan di kota ini tidak mudah dilenyapkan. Diakui Yusnardi, prostitusi yang berjalan sekarang malah bermain di level elit. Para mucikari baru ini menjajakan PSK di hotel-hotel berbintang dengan tarif tinggi.
Adanya prostitusi di hotel berbintang dibuktikan dengan penangkapan mucikari di Hotel Hermes. Penginapan bintang empat yang terletak di Jalan P Nyak Makam, Banda Aceh, sering dijadikan sarana para PSK dan hidung belang berkocek tebal sebagai tempat memadu kasih.
“Beberapa minggu lalu ada ditangkap mucikari di hotel tersebut dan saat ini sudah ditangani oleh Ditreskrim Umum Polda Aceh,” kata Yusnardi.
Yusnardi tidak menampik, para mucikari sering menunjuk Hotel Hermes sebagai lokasi pertemuan para PSK-nya. Selain eksklusif, hotel ini terkesan aman bagi pelanggan karena agak sulit dijangkau petugas.
Padahal, menurut Yusnardi tidak demikian, semua hotel di Banda Aceh tidak ada kewenangan membatasi akses petugas Satpol dan WH untuk menggerebek para pelaku zina. Bahkan ke depan, semua hotel di Banda Aceh wajib memasang CCTV di setiap lorong hotel dan lift yang terkoneksi ke kantor Satpol PP dan WH. Upaya ini juga untuk memberi kenyamanan kepada tamu hotel saat terjadi penggerbekan.
“Dengan demikian kami bisa memantau dari kantor aktivitas tamu-tamu yang mencurigakan. Saat operasi, sasaran sudah tepat sehingga tidak harus menggedor-gedor kamar tamu yang lain. Tetapi ini masih dalam tahap penjajakan dengan pihak hotel,” jelas Yusnardi.
Pihak manajemen hotel di Banda Aceh, tambahnya, saat ini semakin terbuka dalam bekerja sama dengan petugas. Mereka tidak mempersulit petugas sedikit pun saat melakukan penggerebekan. Kata Yusnardi, beberapa pihak hotel bahkan mengaku tidak tahu terkait adanya praktek prostitusi tersebut.
“Awalnya kami curiga pihak hotel bekerja sama dengan mucikari, namun belakangan setelah diselidiki mereka memang tidak mengetahuinya. Seperti kasus penangkapan pesta minuman keras di Hotel Hermes yang melibatkan para ABG, pihak hotel open sekali dengan kedatangan kami,” jelasnya.
Satpol PP dan WH saat ini semakin memfokuskan penangkapan terhadap mucikari. Agen tali air itu sangat berperan dalam sebuah keberhasilan transaksi. Menurut Yusnardi, mucikari berperan mencari tamu, menentukan tempat hingga memasang tarif.
“Kalau kita lihat, prostitusi ini banyak melibatkan gadis Aceh, sedikit yang dari luar Aceh. Mereka bisa dari kalangan pelajar dan mahasiswi,” jelasnya.
Fenomena prostitusi dan seks bebas di hotel-hotel, menurut Yusnardi, dikarenakan semakin sempitnya ruang gerak para pelakunya saat ini. Hotel dijadikan sebagai alternatif tempat berzina, karena tempat lain, seperti kos atau rumah tidak leluasa akibat antusiasnya masyarakat Kota Banda Aceh dalam hal penegakan Syariat Islam di desa-desa.
Selain prostitusi, kekhawatiran pemerintah saat ini juga tertuju pada praktek seks bebas yang dilakukan para remaja. Kesenjangan ini, malah angkanya lebih besar dari pada prostitusi. Namun demikian, kasus ini semakin menurun dari tahun ke tahun. Yusnardi menguraikan, pada 2013 kasus khalwat yang mereka tangani mencapai 186 kasus, 2014 menurun menjadi 116 kasus dan pada 2015 menajdi 105 kasus.
“Banyak para mahasiswi melakukan seks bebas saat mereka pacaran. Bahkan prilaku ini sudah merasuki kalangan siswi tingkat SMA. Seks bebas malah lebih banyak dibanding PSK,” tandasnya.[]
Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Pikiran Merdeka edisi 103 yang terbit Senin, 21 Desember 2015 lalu.
Belum ada komentar