PM, Banda Aceh – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh menggugat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh, terkait penerbitan izin tambang KSU Tiega Manggis di Aceh Selatan.
Dalam keterangan pers, Selasa (10/11/2020), Walhi Aceh didampingi kuasa hukumnya mendaftarkan gugatan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Banda Aceh.
Sebelumnya, Kadis Penanaman Modal Aceh telah menerbitkan keputusan terkait Persetujuan Perpanjangan Pertama Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Komoditas Bijih Besi DMP KSU Tiega Manggis di Kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan seluas 200 hektar, pada tanggal 11 Juni 2020.
“Proses penerbitan izin itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik, sehingga surat keputusan tersebut kita uji secara hukum di PTUN,” kata Direktur Eksekutif Walhi Aceh, M Nur.
Diterangkannya, dalam penerbitan izin, Kepala DPMPTSP Aceh menggunakan dasar pertimbangan yang tidak sah. Sebelumnya KSU Tiega Manggis telah memiliki izin yang berakhir pada 31 Mei 2019. Kemudian dikirimkan permohonan perpanjangan izin pada tanggal 12 September 2018.
“Akan tetapi permohonan tersebut ditolak oleh DPMPTSP pada 18 Juni 2019, namun kepala dinas terkait menggunakan surat permohonan tersebut sebagai dasar pertimbangan penerbitan izin,” jelas M Nur.
Dalam proses tersebut, Kepala DPMPTSP Aceh dalam pertimbangannya juga memasukkan keputusan Bupati Aceh Selatan mengenai Persetujuan Ralat Batas dan Luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Bijih Besi (DMP) Kepada KSU Tiega Manggis. Sedangkan sesuai dengan prosedur instansinya, sanggah M Nur, persetujuan itu merupakan kewenangan Kepala DPMPTSP Aceh, bukan lagi kewenangan bupati.
“Yang paling fatal, Kepala DPMPTSP Aceh dalam pertimbangannya memasukkan Keputusan Bupati Aceh Selatan Nomor 325 Tahun 2019 tanggal 2 Mei 2019 tentang Penetapan Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Bijih Besi DMP di Gampong Simpang Dua Manggamat Kecamatan Kluet Tengah Kabupaten Aceh Selatan,” ujar dia.
Walhi juga membeberkan, penerbitan izin lingkungan juga tanpa dilalui tahapan Amdal, karena menurutnya Pengumuman Amdal baru muncul tanggal 10 Juli 2020 pada salah satu media cetak di Aceh.
Izin Berada di Kawasan Ekosistem Leuser
Lebih lanjut, Walhi mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil overlay izin yang diterbitkan oleh Kepala DPMPTSP Aceh ini berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), sehingga izin tersebut bertentangan dengan undang-undang Pemerintah Aceh.
Pihaknya juga mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK) Aceh Selatan, dimana izin tersebut berada dalam kawasan rawan bencana gerakan tanah. “Artinya kegiatan pertambangan dapat menjadi pemicu terjadinya bencana ekologi di kawasan setempat,” kata M Nur.
Walhi juga menduga KSU Tiega Manggis belum melaksanakan kewajiban pada izin sebelumnya, seperti belum melakukan reklamasi paska tambang, dan belum melunasi pendapatan negara bukan pajak (PNBP) royalti.
Selain beberapa alasan tersebut, mereka juga menemukan sejumlah fakta lain, baik secara prosedural maupun substansi. “Semua temuan itu akan kita sampaikan dan buktikan dalam persidangan nantinya”.
Mereka berharap putusan pengadilan nantinya dapat menyatakan batal atau tidak sah. Sehingga mewajibkan Kepala DPMPTSP Aceh untuk mencabut izin operasi produksi yang telah diberikan kepada KSU Tiega Manggis di Kecamatan Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan.(*)
Belum ada komentar