Wajah Unsyiah Kini…

Wajah Unsyiah Kini…
Wajah Unsyiah Kini…

Dengan Akreditasi A, Unsyiah kini disebut sebagai salah satu kampus terbaik di Indonesia. Benarkah?

Dalam laporannya saat memperingati milad ke 56 pada 2 September lalu, Samsul Rizal menyatakan sejak 2012, telah membawa Unsyiah dalam beberapa hal sejajar dengan institusi pendidikan ternama lainnya di Indonesia. Salah satu capaian fenomenal adalah lompatan nilai akreditasi institusi dari nilai C ke nilai A.

Pencapaian ini disebutnya telah mengundang delapan belas universitas dari luar Aceh untuk datang ke Unsyiah demi mempelajari cara dan semangat civitas akademika Unsyiah dalam mencapai lompatan tersebut.

“Bahwa setelah pencapaian nilai A untuk akreditasi institusi dua tahun lalu, ada banyak pencapaian lainnya yang menyusul kemudian. Salah satu pencapaian tersebut adalah perangkingan yang dilakukan oleh Scimago Institutions Rangkings, di mana Unsyiah masuk ke dalam enam perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Sementara menurut perangkingan webometrics, Unsyiah tahun ini berada pada posisi 11 besar perguruan tinggi terbaik di Indonesia,” ujar Samsul membacakan pidatonya.

Data Webometric menunjukkan, Unsyiah merupakan perguruan tinggi terbaik ke-5 secara nasional untuk jumlah publikasi ilmiah internasional. Dalam hal ini, hanya empat perguruan tinggi besar nasional yang berada di atas Unsyiah, yaitu Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Institut Pertanian Bogor.

Baca: Berebut Kursi Rektor Unsyiah

Dekan Fakultas Kelautan dan Perikanan, Prof Dr Adlim MSc mengakui sejauh ini Unsyiah telah mengalami kemajuan yang pesat terkait akreditasi kampus dari C menjadi A. Ia menilai etos kerja juga semakin banyak kemajuan. “Kalau dulu masih banyak kita lihat pengajar yang kurang produktif, habiskan waktu di warkop, sekarang sudah jauh berkurang. Perpustakaan sudah dipadati oleh mahasiswa, ini sangat menggembirakan,” jelasnya.

Ia menilai, ada beberapa kendala yang ke depan harus diperbaiki, misalnya fasilitas laboratorium masih kurang baik dan belum standar atau belum sampai 100 persen. Tapi sejauh ia melihat sudah ada arah perbaikan yang dilakukan pihak kampus.

“Kita bergerak ke jalan yang tepat untuk ke arah sana. Selain itu, riset perlu ditingkatkan. Dana penelitian sudah disediakan, yang belum itu sistem manajemen belum sempurna, dalam hal fasilitas laboratorium. Jadi lab itu memang perlu investasi besar. Orang lain saja di negara maju lab adalah ukuran penting untuk peningkatan level, karya ilmiah, publikasi internasional di bidang sains dan teknologi. Kalau tak punya lab standar, mereka tidak akan dipercaya sebagai kampus yang baik. Sehingga apa yang ingin kita publikasi, yang digadang-gadang Kemeristekdikti di tingkat internasional susah tercapai apabila laboratoriunnya tidak standar,” urai Adlim panjang lebar.

Baca: Jejak Rektor dari Masa ke Masa

Adlim menuturkan, selama Unsyiah kerap mengirim sampel ke LIPI. Selain jauh, jika ada kesalahan tak bisa dikirim ulang lagi, karena butuh biaya mahal. “Maka kita harap laboratorium standar ini bisa terealisasi ke depan. Memang tidak perlu ada di tiap unit, cukup satu tapi dikelola secara profesional. Selama ini kan kita ke Baristand (balai riset satandarisasi industri), kirim sampel dari sini, seharusnya kita punya sendiri. Jadi itu yang perlu dipikirkan. Harus jadi prioritas.”

Yang menggembirakan, menurut Adlim, dana penelitian kini sudah banyak dinikmati para peneliti Unsyiah. Tak hanya dari pusat, tapi juga dari Unsyiah sendiri juga disediakan.
“Dana yang terbatas juga kita bisa riset untuk yang sederhana, menyesuaikan dengan fasilitas yang ada. Kita kan butuh lebih berkembang,” ujarnya. “Jadi, lab ini penting sekali untuk menunjang grade sebuah universitas.”

Peningkatan pelayanan akademik juga dilakukan di semua program studi yang ada di Unsyiah. Saat ini, terdapat 130 program studi di Unsyiah. Selain 7 Program Studi Doktor (S3), 31 Program Studi Magister (S2), 63 Program Studi Sarjana (S1), serta 15 Program Studi Diploma (D-III). Universitas Syiah Kuala juga memiliki 8 Program Pendidikan Spesialis, dan 7 Program Pendidikan Profesi. Seluruh program studi tersebut bernaung di bawah 12 fakultas, program pasca sarjana, atau program pendidikan di luar domisili (PDD).

Meski begitu, menurutnya, peningkatan program studi juga perlu diimbangi dengan peningkatan fasilitas. “Jadi, jangan tambah prodi tidak ada fasilitas, malah akan menurunkan akreditasi sebuah perguruan tinggi. Banyak prodi yang tak terakreditasi dibagi dengan total prodi yang ada, maka akan berpengaruh pada penilaian,” lanjutnya.

Baca: Para Penantang Samsul

Ia menilai, saat ini Unsyiah ada di track yang tepat. Ia menilai, pemimpin memang harus berani untuk bisa mencapai perubahan.
Salah satu tantangan Unsyiah di internal, menurut dia adalah persoalan efesiensi karyawan. Saat ini, banyak karyawan tapi tak efektif. Diakuinya, sistem IT dalam suatu manajemen makin banyak menggunakan sistem komputerisasi, digital, online, sehingga jauh lebih bagus.

“Ini bisa transparan dan akuntabel. Tidak ada pertimbangan rasa enak tidak enak dalam koordinasi, semuanya sudah baku. Sekarang memang jauh lebih bagus, malah universitas lain pernah datang ke sini untuk melihat manajemen online yang kita buat. Tapi ini perlu peningkatan lagi ke depan,” ungkapnya.

Dekan FKIP Unsyiah, Profesor Jufri menambahkan, Unsyiah kini sudah mampu mensejajarkan dirinya dengan universitas maju di Indonesia seperti ITB. “Akreditasi kita A. Beberapa unit sudah ISO Internasional. Di Puksi, pustaka, dan beberapa prodi di Unsyiah sudah memenuhi akreditasi internasional, bukan lokal lagi,” aku Jufri kepada Pikiran Merdeka, Jumat pekan lalu.

Jufri tak menampik ada beberapa kelemahan yang masih ada. Kekurangan itu masih terlihat dalam beberapa aspek. Misalnya saja keberadaan prodi baru yang harus dipacu agar gradenya bisa sejajar dengan prodi lain yang sudah ada lebih dulu.

Ia mencontohkan, Prodi Biologi adalah yang pertama kali mendapat A di FKIP. Saat ini, FKIP sudah punya enam Prodi yang memiliki akreditasi A. “Saya pikir sudah mendekati 50 persen yang A, ini belum pernah terjadi dalam sejarah kita,” katanya.

Kendala lainnya, menurut dia, lahan yang ada di Unsyiah saat ini sudah sangat terbatas. Hal ini membatasi untuk bisa membangun gedung perkuliahan yang baru. Untuk itu, ia menilai sudah selayaknya Rektor harus memikirkan pengembangan lebih lanjut. “Karena memang sudah tidak muat lagi ini. Sudah over capacity,” ujarnya.

Kini, secara umum kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki Unsyiah terus membaik. Beberapa perbaikan dan peremajaan fasilitas terus dilakukan. Salah satu perbaikan secara massif sedang berlangsung adalah pembangunan fasilitas gedung dan laboratorium bagi tiga fakultas di Universitas Syiah Kuala, yaitu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), dan Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP). Proyek besar ini merupakan bantuan Kerajaan Arab Saudi melalui Yayasan Saudi untuk Pengembangan (The Saudi Fund for Development).

Hal senada disampaikan Dekan Fakultas Hukum Prof Ilyas Ismail. Ia menuturkan, kini Unsyiah sudah mengalami perkembangan yang signifikan. Selain akreditasi, secara perkembangan institusinya juga sudah jauh lebih baik.

Namun, menurut dia, dengan dosen sekitar 1500-an orang dan mahasiswa 30 ribuan, dengan jumlah guru besar hanya 42 orang, ini tergolong sedikit bagi kampus seperti Unsyiah. “Menurut Kemenristekdikti, itu jumlah yang relatif masih sedikit dibanding jumlah dosen. Terserah jika bicara secara substantif, jumlah kan mempengaruhi. Ke depan, kita harus pikirkan bagaimana meningkatkan jumlah guru besar kita,” katanya.

Untuk pembenahan itu, sudah mulai dilakukan oleh rektor yang sekarang, antara lain memfasilitasi melalui keuangan yang tersedia untuk memberi stimulus untuk melakukan penenelitian. “Nantinya dari penelitian ini menerbitkan artikel yang dapat disubmit di jurnal-jurnal internasional bereputasi, karena ini juga syarat untuk menjadi guru besar,” papar Ilyas.

Beberapa catatan Ilyas lainnya adalah harapannya terhadap guru besar yang sudah ada. Menurutnya, perlu didorong agar produktif untuk menulis artikel di jurnal internasional. “Sekarang sudah diberikan stimulus kepada dosen dan guru besar untuk melakukan penelitian dan ini sudah dimulai. Saya termasuk salah seorang guru besar, dan ini merupakan tahun ke dua yang diberikan fasilitas oleh Unsyiah melalui Rektor untuk buat penelitian dengan menempuh serangkaian seleksi terlebih dahulu. Artinya, kita diberikan peluang,” sambungnya.

Selain itu, banyak juga dosen yang belum Doktor, sehingga ia mendorong ada lebih banyak doktor lahir di Unsyiah. Untuk tenaga kependidikan juga ada peningkatan kapasitas.“Di samping itu, kita berharap rektor ke depan, siapapun adalah orang yang visioner, berintegritas, komunikatif dengan dunia luar, kemampuan manajerial ke dalam, sehingga kita lebih solid, transparan. Integritas paling utama, karena itu tidak bisa dibeli, ia dipupuk dari waktu ke waktu,” pungkas Ilyas Ismail.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

IMG 20210305 WA0000 1 660x330 1
Gubenur Aceh, Nova Iriansyah dan Executive of Murban Energi Limited, Mr Amine Abid menyepakati kerja sama investasi pariwisata di Aceh yang disaksikan langsung oleh Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan pada acara Business Forum Indonesia Emirates (IE) Week 2021 di Hotel Grand Hayyat, Jakarta, Jumat (5/3/2021). [Dok. Ist]

Investasi UEA di Pulau Banyak Akhirnya Disepakati