Travel Umrah Ilegal ‘Gentayangan’ di Aceh

Travel Umrah Ilegal ‘Gentayangan’ di Aceh
ILUSTRASI

Sebagian besar travel dan biro perjalanan umrah yang beroperasi di Aceh, ternyata belum mengantongi izin PPIU dari Kementerian Agama.

Daftar antre haji reguler yang begitu panjang membuat sebagian masyarakat memilih melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu. Selain biayanya tidak terlalu memberatkan, dengan umrah masyarakat juga tak perlu menunggu lama untuk melepas kerinduannya menghadap Baitullah.

Umrah juga bukan lagi barang mahal bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk warga Aceh. Kementrian Agama RI telah menetapkan biaya standarisasi umrah sebesar 1.700 dolar atau setara dengan Rp23 juta. Meski ketentuannya demikian, namun banyak pula travel yang menetapkan harga di bawah standar pemerintah. Hal inilah yang membuat masyarakat berbondong-bondong melakukan ibadah umrah.

Seperti dilansir republika.co.id, Indonesia menempati posisi ketiga dengan jumlah pengiriman jamaah umrah terbesar, yakni mencapai 634.990 orang. Sementara itu di kalangan pengamat ekonomi syariah Indonesia pun mengakui potensi besar pendapatan negara melalui ibadah umroh mencapai Rp7,2 triliun pada tahun 2017.

Tak hanya negara, pihak penyelenggara ibadah umrah seperti agen dan travel umrah juga mencicipi keuntungan besar. Lembaga riset independent dan otonom, Institude for Development of Economics an Finance (INDEF) meneliti pada tahun 2016 adanya peningkatan permintaan masyarakat untuk melaksanakan ibadah umrah.

Hal ini menyebabkan bisnis agen travel umrah semakin menjamur di Indonesia. Peluang bisnis tersebut oleh sebagian biro perjalanan umrah memanfaatkannya untuk maksud jahat. Kejadian ditelantarkan dan tidak jadi diberangkatkan para calon jamaah terus berulang. Padahal, dengan alasan apapun pihak travel wajib bertanggung jawab atas kerugian-kerugian calon jamaah.

Baru-baru ini juga tersiar kabar kegagalan keberangkatan calon jamaah umrah asal Aceh Utara karena sakit. Namun dari pihak travel, setoran uang keberangkatan yang hampir menyentuh angka Rp10 juta juga belum dikembalikan.

Adalah Sabitah, 75 tahun, warga asal Babah Buloh, Kecamatan Sawang, Kabupaten Aceh Utara, tak kuasa membendung kesedihannya. Pasalnya, selain gagal berangkat umrah, sisa uangnya juga belum dikembalikan oleh pihak travel.

“Awalnya saya mau berangkat umrah dengan travel Istiqlal, kerena diajak oleh salah seorang pimpinan salah satu dayah yang ada di Sawang. Setelah itu, saya diminta menyetor uang sebesar Rp19.900.000. Karena saya ingin ke tanah suci, maka tanah warisan dari orang tua saya jual,” kisah Sabithah seperti dikutip kabardaerah.com, Rabu (21/02).

Sebelum keberangkatan, Shabithah dan calon jamaah lainnya disuntik vaksin. Setelah proses penyuntikan itu, Shabithah jatuh sakit dan harus diopname di rumah sakit.

“Saya dirawat di rumah sakit Arun, saya meminta kepada anak saya untuk memberitahukan kepada pihak agen travel Istiqlal, tapi tidak ada tanggapan dari mereka. Setelah satu bulan dari jadwal keberangkatan, tidak ada juga tanggapan dari pihak travel untuk mengembalikan uang saya,” papar dia.

Terakhir dia meminta agar sisa uangnya segera dikembalikan oleh pihak Istiqlal. Terkait pemberitaan tersebut, pihak Istiqlal mengkonfirmasi kebenaran kegagalan keberangkatan umrah atas nama Sabithah. Melalui kepala divisi pelayanan, Aulia Agustiar mengatakan mengenai pengembalian uang, pihaknya harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan mitranya yang ada di Sawang.

TRAVEL ILEGAL

Tingginya minat masyarakat melaksanakan ibadah umrah, dibarengi pula dengan menjamurnya travel dan biro perjalanan umrah. Sayangnya, banyak travel yang menawarkan jasa tersebut belum mengantongi izin Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dari Kementerian Agama.

Berdasarkan data yang dihimpun Pikiran Merdeka melalui Kemenag Aceh, saat ini masih banyak travel tak berizin PPIU yang beroperasi di Aceh. Sejauh ini hanya terdapat delapan travel yang memiliki izin sebagai PPIU, yakni PT Dian Almaz Wisata, PT Mafaza Tour 7 Travel, PT Lintas Iskandaria, PT SBL Cabang Bireuen, PT Grand Darussalam, PT Namirah Merdu Wisata, dan PT Pelangi Wisata Islami.

Sementara itu juga tercatat tujuh travel lainnya yang sedang mengurus izin di Kemenag Aceh. Yakni PT Abu Siraj Semesta Qurani, PT Pesona Mozaik, PT Nuban Kimisa, PT Alfa Kaza Mustia, PT Ata Nanggroe, PT Albis Nusa Wisata, dan terakhir PT Al Mabrur.

“Sedangkan travel-travel yang bertindak sebagai PPIU lainnya belum mengantongi izin dari Kemenag Aceh,” sebut Kepala bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kanwil Kemenag Aceh, Abrar Zym.

Bahkan yang tidak mengantongi izin PPIU tersebut, jelas Abrar Zym, beberapa di antaranya merupakan travel besar yang selama ini gencar mempromosikan perjalanan umrah. “Anehnya, mereka juga memiliki agen di berbagai pelosok,” katanya.

Dia mencontohkan, dua travel besar yang ada di Banda Aceh yakni Travel Istiqlal dan El-Hanief Tour. “Mereka memang sama sekali belum mengurus izin,” kata Abrar di ruang kerjanya, Rabu (21/02) lalu.

Manager PT Istiqlal, Dr Ilham saat dihubungi Pikiran Merdeka pada Jumat malam langsung memutuskan sambungan telepon saat ditanyai terkait perijinan PT Istiqlal Cabang Aceh. Sebelumnya, Pikiran Merdeka juga sempat mendatangi kantor Travel Istiqlal di Jalan Ayah Hamid Nomor 9, Bandar Baru, Lampriet, Banda Aceh. Namun pihak manager sedang tidak berada di tempat.

Sementara itu, Humas El-Hanief, Deddy Ridwan menyatakan pihaknya sedang mempersiapkan diri untuk mengurus izin PPIU ke Kemenag Aceh.

Deddy Ridwan

“Cuma kami tidak terburu-buru mengurus perizinan, meski tidak ada kendala dalam pengurusan izin,” jawab Deddy saat ditemui Pikiran Merdeka, Sabtu (24/02).

Deddy juga menjelaskan, alasan pihaknya tidak terburu-buru mengurus perizinan karena ingin terlebih dahulu membentuk kepercayaan masyarakat terhadap travel-travel penyelenggara umrah. “Itu yang lebih penting bagi kami,” katanya.

Deddy menambahkan, menurut informasi dari Kemenag RI saat ditemuinya tahun lalu, salah satu persyaratan pengurusan perizinan yakni dengan adanya pengakuan operasional dari travel-travel lain. “Selain menunggu pengurusan pengakuan dari travel-travel lain ini, kami juga mengununggu terbentuknya asosiasi untuk pengusaha travel penyelenggara umrah di Aceh,” katanya.

Karena, lanjut dia, dalam pertemuan di DPRA beberapa waktu lalu dengan pihak Kemenag, ada arahan dari Kemenag dan penyelenggara travel untuk membentuk asosiasi tersebut.

Terkait perizinan El-Hanief Travel, Deddy mengatakan pihaknya sedang menunggu masa operasional perusahaan yang dalam peraturannya boleh mengurus perizinan setelah dua tahun beroperasi. “Memang El-Hanief Travel sudah beroperasi sepuluh tahun berjalan. Namun pendaftaran baru dilakukan tahun kemarin. Jadi pengakuan operasioanal baru terhitung sejak tahun kemarin. Insha Allah, tahun 2019 El-Hanief Travel sudah mengantongi izin dari Kemenag Aceh,” tutupnya.

PENGAWASAN KEMENAG

Maraknya travel penyelenggara umrah tak berizin memaksa pemerintah untuk terus melakukan pengawasaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan umrah di Indonesia. Sayangnya, pengawasan yang dilakukan belum maksimal.

Abrar Zym

Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah umrah (PPIU) dalam pasal 20 menyebutkan pengawasan dilakukan oleh Direktur Jendral atas nama Menteri.

Pengawasan dimaksud meliputi pengawasan terhadap perjalanan, kegiatan operasional pelayanan jamaah, ketaatan dan penertiban terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan regulasi tersebut, Abrar mengatakan untuk saat ini Kemenag Aceh terus mengawasi PPIU yang ada di Aceh. Ia juga mengaku akan menurunkan Satgas Khusus pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah umrah di Aceh.

“Sejauh ini kita hanya memantau promo-promo yang berlebihan, pihak penyelenggara promo akan kita surati dan kita suruh cabut. Tapi pemantauan dan pengecekan langsung terhadap jamaah yang akan berangkat, semisal menanyai bagaimana pelayanan travel kepada jamaah, belum kita lakukan. Kecdepannya akan kita lakukan,” kata Abrar.

Diakuinya, Kemenag Aceh juga belum melakukan pemantauan langsung ke lapangan terhadap travel-travel yang tercatat tak. Pihak Kemenag hanya menghimbau dan melakukan pembinaan agar travel-travel segera mengurus izin PPUI.

Terkait tindakan terhadap travel tak berizin yang nakal, kata Abrar, pihaknya akan berkoordinasi dengan kepolisian. “Kami akan koordinasi dengan pihak yang berwajib untuk menutup travel yang tak berizin,” katanya.

Menurut Abrar, pada April mendatang Kemenag Aceh akan melakukan pembinaan terhadap travel-travel yang ada di Aceh. Pihaknya juga terus meminta kepada travel-travel PPIU yang belum mengurus izin agar segera mengurusnya. “ Kami menghimbau kepada travel-travel yang belum mengurus izin, agar segera mengurusnya,” tutupnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait