PM, Banda Aceh – Perkembangan hukum Islam di Aceh maju pesat dalam mewarnai pembangunan sistem hukum di Indonesia. Hal ini pula yang membuat Tim Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM) Jakarta melakukan penelitian lapangan selama 168 jam di Aceh. Hasil penelitian tersebut nantinya dituangkan ke dalam buku berjudul “Eksistensi dan Dinamika Perkembangan Hukum Islam dan Mahkamah Syari’ah dalam Sistem Peradilan di Indonesia.”
“Upaya terkait penyempurnaan buku ini, tentu kami harus menggali narasumber utama agar tidak terjadi distorsi atau keambiguitas sejarah,” ujar Ketua Tim PPHIMM, Prof Dr T H Abdul Manan, SH, SIP, M.Hum, Selasa, 16 November 2021.
Dia mengatakan beberapa narasumber utama tersebut merupakan tokoh-tokoh Aceh, seperti Azwar Abu Bakar, A Hamid Sarong, Syahrizal Abbas, Alyasa’ Abu Bakar, Jufri Galib, dan Soufyan Saleh.
Abdul Manan lebih lanjut mengatakan, Aceh memiliki sejumlah produk hukum Islam seperti Qanun Nomor 7 tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat, Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Qanun Jinayat, serta Qanun Nomor 10 tahun 2018 tentang Baitul Mal. Selain itu, Aceh juga memiliki Qanun Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Dengan segudang produk hukum Islam tersebut, Tim PPHIMM kemudian memutuskan Aceh menjadi barometer kunci dalam penulisan buku tersebut. Terlebih Aceh merupakan provinsi yang bersifat istimewa dan mendapat kewenangan khusus untuk mengatur serta mengurus pemerintahan. Hal tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan UUD 1945. “Dan diperkuat dengan UU Khusus yaitu UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, tentu legal yuridis formil perkembangan hukum Islam di Aceh kuat sekali dengan keistimewaan yang diberikan oleh pemerintah pusat,” tambah Abdul Manan, yang juga mantan Ketua Muda Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Menurutnya dengan adanya kewenangan tersebutlah, maka stakeholder di Aceh harus mendapat apresiasi khusus atas jasa-jasa mereka terhadap daerah itu. “Baik yang ada di pemerintah Pusat dan di Aceh tentunya,” ujar mantan Hakim Agung yang dikenal profuktif dan telah melahirkan sejumlah karya ilmiah tersebut.
Ikut serta dalam penelitian lapangan ini Dr H Khoirul Anwar, S.Ag, MH, dan Abdurrahman Rahim, SHi, MH. Keduanya merupakan Hakim Yustisial/Asisten Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Dalam tim ini juga tercantum nama Wakil Ketua Mahkamah Syari’ah Kuala Simpang Zikri SHi, MH, dan Yusnardi SHi, MH yang menjabat sebagai Wakil Ketua Syari’ah Meureudu.
Khoirul Anwar dalam kesempatan yang sama menyebutkan, mereka akan berada di Aceh selama tujuh hari. Dia mengakui banyak hal yang luar biasa selama mewawancarai tokoh-tokoh di Aceh yang terlibat langsung dalam hal terkait kekhususan Aceh.
“Insya Allah kami akan selalu mengingat petuah mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Dr Ir Azwar Abu Bakar MM untuk menjaga Prof Manan, yang mempunyai jasa besar untuk pengembangan Tugas Pokok dan Fungsi serta kewenangan dari Mahkamah Syar’iyah dalam sistem Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan jasa besar Pak Azwar juga tidak mungkin dilupakan oleh teman-teman hakim di seluruh di Indonesia. Beliau adalah salah satu tokoh di balik kenaikan gaji hakim pada jajaran Mahkamah Agung beberapa tahun silam,” pungkasnya.[](ril)
Belum ada komentar