Teks: Makmur Dimila & Foto: Oviyandi Emnur
Iskandar menghadirkan tradisi lemang yang berbeda di Aceh. Olehnya, warga Kabupaten Pidie bisa melahap penganan yang di daerah lain hanya ada menjelang puasa Ramadhan dan lebaran itu setiap hari. Ia melestarikan warisan orangtuanya semenjak 32 tahun lalu.
Setiap sore bersama istrinya Azizah, ia menyiapkan leumang trieng (lemang bambu) untuk dipanggang di perapian. Pria dari remaja hingga tua mulai menyerbu halaman rumah mereka sehabis Asar. Mengisi pondok-pondok kayu yang menyebar di halaman dipenuhi tanaman. Sesekali didatangi remaja putri.
Iskandar dibantu istri dan anak-anaknya juga meracik kupi boh manok (kopi telur kocok) yang kelak akan menemani potongan lemang hangat bagi pelanggan. Keramaian berhenti hingga jam 12 malam. Sebaiknya tidak mengunjungi gerai kupi boh manok dan leumang di Gampong Lameue, Kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie itu di pagi hari, karena seringnya leumang sudah habis.
Leumang Lameue kini menjadi primadona, saingi beberapa usaha kuliner warisan orangtua di Pidie yang sudah duluan ada, seperti Mi Caluek Grong-grong, Lincah Busu, dan Adee Kak Nah Meureudu (kini Pidie Jaya). Home industry yang mereka bangun seharusnya menjadi model bagi Pemerintah Kabupaten Pidie dalam memberdayakan perekonomian masyarakat, dengan mengincar usaha mikro.[]
Diterbitkan di Rubrik ESSAY PHOTO Tabloid Pikiran Merdeka edisi 112 (22 – 28 Februari 2016)
Belum ada komentar