Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kelebihan pembayaran dalam dua proyek jasa konsultasi di Dispora Aceh. Kelebihan itu berpotensi merugikan keuangan negara.
Audit Laporan Keuangan Pemerintah Aceh (LKPA) tahun 2015 mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Ini predikat pertama diberikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan menjadi sejarah bagi pengelolaan keuangan Pemerintah Aceh.
Opini WTP ini tentunya bukan jaminan bahwa pengelolaan keuangan Pemerintah Aceh pada 2015 tidak bermasalah. Dalam laporan hasil pemeriksaan atas keuangan Pemerintah Aceh 2015, BPK mencatat ada 13 poin ketidakpatuhan aparatur terhadap undang-undang yang dilakukan sejumlah dinas.
Salah satunya Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Aceh. Dua proyek jasa konsultasi di dinas tersebut mendapat ‘rapor merah’ dari BPK. Dispora Aceh dinilai telah melakukan pembayaran lebih kepada dua perusahaan rekanan senilai Rp288.554.490.
Dua proyek tersebut, yakni pelaksanaan jasa konsultasi pekerjaan DED pembangunan lapangan tembak Gampong Ruyung Ujung Batee, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, senilai Rp825.033.000 yang dikerjakan PT Citra Rancang Global dan DED revitalisasi pembangunan bumi perkemahan Pramuka Seulawah, Aceh Besar, senilai Rp893.255.000 dikerjakan PT Inochi Konsultan.
Untuk pelaksanaan jasa konsultasi pekerjaan DED pembangunan lapangan tembak, Dispora Aceh telah melakukan pembayaran lebih kepada PT Citra Rancang Global senilai Rp212.554.490. Sementara kelebihan pembayaran Rp76 juta kepada PT Inochi Konsultan dalam kegiatan DED revitalisasi pembangunan bumi perkemahan Pramuka Seulawah.
Adanya kelebihan perhitungan kontrak dengan PT Citra Rancang Global, karena terlibatnya tenaga ahli dengan inisial Bkh ST dalam dua kegiatan berbeda, yaitu perencanaan pembangunan Kantor DRKA pada Dinas Registrasi dan Kependudukan Aceh dan DED pembangunan lapangan tembak. Sementara biaya penawaran diajukan PT Citra Rancang Global pada saat seleksi pembuatan DED pembangunan lapangan tembak lebih besar dibandingkan perencanaan Kantor DRKA.
Berdasarkan dokumen penawaran dan pembayaran kedua kegiatan jasa konsultasi tersebut, Bkh ST mengerjakan kegiatan yang sama. Pada waktu bersamaan juga mengikuti kegiatan perencanaan pembangunan kantor DRKA, serta terlibat sebagai pengawas lapangan pada paket pekerjaan pengawasan teknis jalan dan jembatan di Kabupaten Bireuen pada Dinas Bina Marga.
BPK berkesimpulan, Dispora Aceh melakukan pembayaran pekerjaan jasa konsultasi terhadap personil yang tidak terlibat dalam melakukan pekerjaan sebesar Rp27 juta. Di samping itu, juga terdapat seorang personil dengan inisial BHL yang dibayar untuk tiga paket dalam waktu bersamaan, yaitu pada November sebesar Rp21 juta.
Merujuk Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa, rincian biaya jasa konsultasi terdiri dari biaya langsung personil dan biaya langsung non-personil ditambah pajak. Biaya langsung personil merupakan remunerasi atau upah yang diterima oleh personil inti yang telah memperhitungkan biaya umum, biaya sosial, keuntungan, tunjangan penugasan, asuransi dan biaya-biaya kompensasi lainnya yang dihitung menurut jumlah satuan waktu tertentu. Biaya satuan dari biaya langsung personil paling tinggi empat kali gaji dasar yang diterima tenaga ahli tetap dan paling tinggi 2,5 kali penghasilan yang diterima tenaga ahli tidak tetap atau sesuai dengan hasil audit payroll.
Dengan membandingkan harga kontrak PT Citra Rancang Global pada jasa perencanaan pembangunan kantor DRKA yang telah dilengkapi dengan audit payroll oleh kantor akuntan publik Teuku Muhammad Nur, dengan perencanaan pembuatan lapangan tembak, diketahui terdapat kelebihan biaya langsung personil pada DED lapangan tembak sebesar Rp191.254.590.
Selain kelebihan kontrak pembayaran, BPK juga menemukan adanya ketidak sesuaian aturan saat proses pelelangan dua paket proyek konsultasi perencanaan tesebut. Menurut BPK, Pokja di Unit Layanan Pengadaan (ULP) tidak meminta audit payroll dan bukti setor pajak penghasilan tenaga ahli konsultan saat melakukan klarifikasi dan negoisasi harga.
BPK menyimpulkan, Kelompok Kerja (Pokja) jasa konsultasi melakukan negoisasi harga hanya melihat kewajaran harga penawaran dengan HPS. Saat BPK mengklarifikasi dua direktur perusahaan tersebut, keduanya mengaku tidak terdapat audit payroll dalam pengajuan penawaran atas pekerjaan jasa konsultasi perencanaan tersebut.
Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Gubernur Aceh agar mengintruksikan Ketua ULP mengenakan sanksi administratif kepada Pokja Jasa Konsultasi. Kemudian memberi sanksi administrasi kepada Kepala Dispora Aceh karena tidak optimal menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan menarik kelebihan pembayaran sebesar Rp288.554.490 untuk distor ke kas daerah dengan menyampaikan salinan bukti stor ke BPK.
Menyngkut hal itu, anggota Komisi V DPRA Zulfikar Lindan mendesak Kadispora Aceh Asnawi segera menjalankan rekomendasi BPK untuk menarik kembali kelebihan pembayaran terhadap dua paket proyek konsultasi perencanaan tersebut.
“Catatan itu harus dijalankan. Hal ini tentunya menjadi pelajaran bagi dinas-dinas lain agar tidak terjadi kesalahan serupa,” kata Zulfikar kepada Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.
Selain mengawasi pengembalian kelebihan dua proyek tersebut, mantan Ketua HMI Aceh itu mengatakan DPRA juga segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk meninjau pelaksanaan proyek di daerah-daerah.
“Untuk proyek di daerah nantinya yang turun anggota dari Dapil masing-masing. Soal temuan BPK ini, kami nantinya juga akan memanggil Kadispora untuk dimintai penjelasan,” jelasnya.
Menurut Zulfikar, temuan Pansus DPRA sangat berkemungkinan dibawa ke ranah pidana jika tidak ditindaklanjuti oleh SKPA tertentu. Karena itu, dirinya berharap Kepala SKPA segera menindaklanjuti rekomendasi BPK pada audit tahun 2015.
Zulfikar juga mendesak Gubernur Aceh untuk memberi sanksi kepada bawahannya karena tidak efisien menjalankan tugas yang berkibat menimbulkan potensi kerugian keuangan daerah.
Sementara itu Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Aceh Asnawi mengaku sudah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan menyurati Direktur Utama PT Citra Rancang Global dan PT Inochi Konsultan untuk meminta kembali kelebihan pembayaran pada pelaksanaan dua proyek pengadaan konsultasi perencanaan tersebut.
“Sesuai arahan inspektorat, surat sudah kami kirimkan seminggu lalu. Kita minta rekanan untuk segera menyetor kelebihan pembayaran itu ke kas daerah,” jelasnya.
Sejauh ini, Asnawi meyakini dua rekanan tersebut akan mengembalikan kelebihan pembayaran itu sesuai hasil audit BPK. Dalam surat itu, kata Asnawi, Dispora memberi batas tenggang waktu kepada rekanan selama 45 hari untuk mengembalikan uang tersebut. “Kami sangat yakin mereka orang-orang yang profesional dan akan melaksanakan hasil rekomendasi BPK,” katanya.[]
Belum ada komentar