PM, Banda Aceh – Anggota DPR Aceh, Nur Zahri, yang terlibat aktif dalam pembahasan Qanun Jinayah, menyarankan agar para pegiat LSM melakukan upaya hukum dan lobi politik kepada pihak yang berwenang terkait keberadaan Qanun Syariat Islam.
“Itu yang saya sarankan. Isu penolakan ini ‘kan sudah sedikit basi. Sudah bertahun-tahun (membuat) statement penolakan, tetapi tidak pernah melakukan penolakan seperti diatur dalam UU,” kata Nur Zahri seperti dilansir BBC Indonesia melalui sambungan telepon, Minggu (22/10) kemarin.
Baca: Dianggap Merugikan, Pemerintah dan DPRA Diminta Tinjau Ulang Qanun Syariat Islam
Menurutnya, pembuatan semua qanun di Aceh sudah melibatkan semua kalangan, termasuk LSM, baik Aceh maupun nasional. “Ini termasuk Qanun Jinayah, di mana keterlibatan publik di dalam pembuatan qanun itu sangat tinggi,” katanya.
Pemerintah didesak untuk meninjau ulang Qanun Jinayat karena sebagian isi dan implementasinya dianggap bertentangan dengan Konstitusi dan merugikan kaum perempuan.
Karena itulah, Nur Zahri mengaku heran ketika masih ada penolakan dari pegiat LSM yang saat ini mempertanyakan materi perda tersebut. “Padahal ini sudah relatif lama, bahkan sudah direvisi oleh DPR Aceh.”
“Kalau hari ini, mereka mengatakan sangat dirugikan, sedangkan ruang-ruang yang diberikan oleh aturan untuk keterlibatan, tidak pernah mereka manfaatkan,” katanya.
Bagaimanapun, jika dianggap masih ada kekurangan dari perda tersebut, Nur Zahri menyarankan agar mereka mengajukan judicial review ke MA atau MK.
“Kalau tuntutan mereka dianggap benar oleh MA, tentu pasal-pasal itu akan dibatalkan, atau bahkan qanunnya dibatalkan,” tegasnya.
“Jadi jangan berpolemik di media saja. Mereka (LSM) ‘kan paham hukum. Seharusnya jangan main di statement (pernyataan), tapi di ranah hukum,” Nur Zahri menekankan.
Pada Oktober 2015 lalu, Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) dan Solidaritas Perempuan telah mengajukan permohonan judicial review terhadap Qanun Jinayah ke Mahkamah Agung.
Mereka menganggap Qanun Jinayah ini bertentangan sejumlah undang-undang (UU) terkait prinsip hak asasi manusia (HAM) dan sistem peradilan pidana. Tetapi upaya hukum ini kandas setelah MA menolaknya.(CNN)
Belum ada komentar