Terkait Penghentian Kasus Dana Desa, Ini Penjelasan Kajari Pidie

Terkait Penghentian Kasus Dana Desa, Ini Penjelasan Kajari Pidie
Terkait Penghentian Kasus Dana Desa, Ini Penjelasan Kajari Pidie

PM, Pidie Jaya – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pidie, Efendi, mengatakan, penghentian kasus penyelidikan dugaan korupsi Dana Desa tahun 2016 oleh mantan Keuchik Gampong Jeuleupe Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie, dilakukan dengan berbagai pertimbangan dan sesuai Standar Operasi Prosedur (SOP).

Terkait: Terkait Indikasi Korupsi Dana Desa, MaTA Laporkan Kajari Pidie ke Kejati Aceh

“Kita menghentikan kasus ini karena pertimbangan, biaya dibanding dengan kerugian negara dan cost yang dibutuhkan untuk penanganan dan penyelesaian kasus ini lebih besar dari kerugiannya negaranya sendiri,” kata Efendi kepada sejumlah wartawan di ruang kerjanya, beberapa hari lalu.

Berdasarkan Daftar Isian Pelaksaan Anggaran (DIPA) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Pidie, kata dia, biaya untuk penangan satu kasus sekitar Rp 230 juta. Sedangkan kerugian negara akibat penyalahgunaan Anggaran Dana Desa (ADD) oleh mantan Keuchik Gampong Jeuleupe tersebut sebesar Rp 160 juta.

Dia menyebutkan, dalam melakukan pemberantasan tindakan hukum itu bisa dilakukan dengan pencegahan, tidak semata-mata dengan langsung menindak. Karena, kata dia, pemberantasan korupsi  itu pradigmatis yang terformulasi.

“Tidak menghukum pelaku korupsi semata, tetapi tidak kalah penting untuk memperbaiki kerusakan atau akar permasalahan, sehingga korupsi tidak terulang lagi,” serunya.

“Sesuai dengan kebijakan yang kami ambil dan memang sudah sesuai dengan petunjuk pimpinan, kami mengedapankan fungsi pencegahan. Karena kenapa saya katakan demikian, terjadi kontra produktif, cost yang dikeluarkan lebih besar  sementara penyelewangannya lebih kecil. Inilah fungsinya,” ujarnya.

Disebutkan, dalam menangani kasus dugaan penyelewengan dana Gampong Jeuleupe tersebut, Kejari Pidie sudah menangani secara profesioan berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP). Sesuai dengan intruksi pimpinan.

Dalam kasus tersebut, pihaknya melakukan koordinasi dengan Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), sesuai dengan intruksi pimpinan berdasarkan Inpres nomor 10 tahun 2016 tentang aksi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Bagaimana aparat penegak hukum ada koordinasi mencegah terjadinya korupsi.

Dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, sambungnya, ada beberapa factor yang harus dikaji, berdasarkan fungsi-fungsinya, seperti halnya fungsi pencegahan ada fungis penindakan.

“Kami tidak berani main-main, apalagi Kejaksaan sedang membangun citra dan kepercayaan masyaraka. Kalau ada dugaan kongkali kong, itu tidak ada, kalau ada bukti silahkan dilaporkan ke Pimpinan kami,” pungkasnya.

Sebelumnya, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pidie, Efendi, SH, MH ke Asisten Pengawas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Rabu (11/4).

Pelaporan ini dilakukan karena Kejari Pidie telah menghentikan pengusutan kasus indikasi korupsi dana desa di Gampong Jeuleupe, Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie tahun 2016-2017. Penghentian ini dilatarbelakangi karena oknum geuchik yang diduga terlibat, telah mengembalikan kerugian Negara.

Laporan yang disampaikan MaTA melalui surat, turut juga disampaikan ke Jaksa Agung Muda (Jamwas) Kejaksaan Agung RI di Jakarta.()

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait