PM, Blangpidie – Cuaca yang dingin karena guyuran hujan sejak malam hingga pagi itu, tak juga menyurutkan tekad Sardia. Bersama rekan-rekannya yang senasib, mereka, Koalisi Rakyat Bersatu (KRB) menggelar aksi ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat Daya, Senin (9/7).
Sardia adalah salah seorang peserta aksi yang berprofesi sebagai guru di salah satu SMP Negeri Tangan-Tangan. Hari itu, perempuan ini ikut menyampaikan aspirasinya melalui pengeras suara di depan gedung dewan.
Sardia merupakan satu di antara ratusan tenaga kontrak yang tidak lulus dalam hasil tes tenaga kontrak di jajaran Pemkab Abdya, yang diumumkan hari Minggu (1/7) lalu. Saat menyampaikan orasinya, ia tampak sulit membendung air matanya. Suaranya mulai parau ketika memelas di hadapan wakil rakyat.
“Nasib apalah yang melanda diri saya Pak, pada hari ini kami mohon, karena memang kami merasa sudah dizalimi, semoga ini belum kehendak Ilahi Rabbi,” kata Sardia tetap berbesar hati.
Ia mengaku sudah mengantongi tiga lembar kartu kontrak, sejak tahun 2006, 2013, hingga 2018 ini. Karena itu ia tak habis pikir kenapa ia tak diluluskan dalam tes kemarin.
“Kartu ini mau saya kemanakan Pak, saya sangat kecewa,” sesal Sardina dengan mata berkaca-kaca.
Ia menyela, dulu pada saat jadi sesama tenaga kontrak, banyak teman-teman seperjuangannya yang akhirnya tak sanggup lagi bekerja. Namun, Sardia tetap memilih untuk mengabdi sebagai pendidik, dengan harapan, ada perhatian dari Pemerintah suatu saat setelah belasan tahun ia bekerja. Namun, kabar pemutihan yang sudah ia dengar, kini sirna sudah.
Sardia sangat berharap para pejabat mendengar rintihan hati masyarakat seperti dirinya.
“Semoga Allah mendengar jeritan hati kami hari ini Pak, dan semoga Allah membukankan pintu hati para pejabat kami. Mendengar, mendengar, mendengar rintihan hati kami pada hari ini yang sudah belasan tahun mengabdi,” harapnya.
Perempuan ini berusaha menguatkan hatinya untuk tidak berputus asa. Meski terus merintih dalam suaranya yang kian parau, Sardia tetap berorasi. “Biar saja saya ditertawakan Pak. Orang seperti kami ini dizalimi, mengabdi belasan tahun tapi tidak dianggap, orang seperti ini yang kini berada di hadapan anda Pak,” katanya dengan nafas yang tertahan-tahan.
Ia berharap, pejabat dewan bisa mengerti keluhan para tenaga kontrak yang kini tak diluluskan itu.
“Bagaimana jika anda berada di posisi kami sekarang, Pak. Saya tidak percaya kalau saya yang malang. Semoga Allah mendengar apa yang saya sampaikan dan semoga pintu hati bapak terbuka. Amin, Amin Yarabbal’alamin,” harapnya.
Pemerintah Jangan Diskriminatif
Hal yang senada juga disampaikan Karma, salah seorang guru kontrak di salah satu SD di Abdya. Sebagai orang yang telah mengabdi sejak tahun 2006 silam, Karma merasa pemerintah kian menzaliminya.
Ia menyayangkan pemerintah yang terkesan diskriminatif, dimana para pengabdi selama belasan tahun diabaikan begitu saja. Sementara banyak sekali peserta tes yang lulus merupakan orang-orang yang tidak pernah bekerja sebagai tenaga honor. Bahkan, kata Karma, ada yang tidak ikut tes tapi malah ada namanya dalam daftar peserta yang dilewatkan oleh panitia.
Sambil berorasi, Karma sempat menunjukkan tas yang berwarna coklat yang bergantung di pundaknya.
“SK yang dari tahun 2006 ada disini, Pak. NUPTK kami bawa semua, apa perlu saya tunjukkan kepada bapak?” teriaknya lantang.
“Jangan bapak anggap kami ini tidak ada gunanya. Apa salah kami pak? kami dari tahun 2006 telah membaktikan diri, mau dibawa kemana SK kami ini, tolong Bapak perhatikan kami orang miskin ini, semoga mata hati Bapak dibukakan oleh Allah,” harapnya. []
Reporter: Armiya
Belum ada komentar