Temuan BPK Jadi Pintu Masuk Penyidik

Alfan, Kordinator MaTA, Masyarakat Transparansi Anggaran
Alfan, Kordinator MaTA, Masyarakat Transparansi Anggaran

Aktivis antikorupsi mendesak penyidik segera mengusut ketidakberesan proyek pemugaran Masjid Raya. Temuan BPK menjadi pintu masuk menangani kasus tersebut.

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan ibarat undangan bagi penyidik untuk memulai mpenyelidikan terhadap berbagai ketidakberesan dalam pembangunan landscape dan infrastruktur Masjid Raya Baiturrahman. Terlebih, dengan temuan BPK dan adanya pengakuan dari DPRA soal ketidakberesan proyek itu, kini menjadi perhatian publik.

Dugaan adanya konspirasi juga tercium dalam proyek ini. Selain adanya kelebihan pembayaran, juga terlihat dari adanya berbagai pekerjaan yang “dipecah” dan kemudian “dibagikan” ke kontaktor tanpa sepengetahuan KPA.

Alfian, Koordinator Badan Pekerja Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai, ketidaksesuaian kontrak dengan fakta sebenarnya menjadi pertanyaan besar mengapa itu bisa terjadi? Begitupun terkait perubahan kontrak hingga 4 kali tanpa sepengetahuan DPRA dan telah terjadi subkontrak berbagai item pekerjaan untuk empat rekanan yang berbeda dalam satu pekerjaan juga patut dipertanyakan atas persetujuan siapa?

Menurut Alfian, kelebihan pembayaran tersebut bukanlah faktor kelalaian semata. Ia menduga ada unsur kesengajaan yang dilakukan dalam kasus tersebut. “Kuat dugaan ini faktor disengaja,” kata Alfian, Sabtu 17 Juni 2016.

Perubahan kontrak hinga berkali-kali, menurut Alfian adalah sesuatu yang tidak lazim terjadi. Ia menduga ada pihak yang mengambil keuntungan di proyek ini. “Sampai 4 rekanan atas persetujuan siapa? Begitu juga terjadi penambahan anggaran secara tiba tiba, semua ini perlu ada penyelidikan dan penyidikan dari aparat penegak hukum sehingga ada kepastian hukum,” sebut Alfian.

Alfian menuturkan, berbagai temuan kini telah menjadi konsumsi publik dan membuat semua pihak was-was. Karenanya, kata dia, temuan BPK dapat menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk membongkar dugaan kejahatan dalam proyek keagamaan itu. “Di antaranya, penyidikan mengapa terjadi kelebihan pembayaran menjadi penting dilakukan untuk memastikan motifnya sehingga terjadi kelebihan membayar,” katanya.

Ditegaskannya, kelebihan bayar itu merupakan masalah serius dan sudah menjadi konsumsi publik. “Peran penegak hukum sangat penting. Apalagi ini menyangkut pembangunan masjid raya yang menjadi kebanggaan rakyat Aceh. Potensi korupsinya sangat kuat,” lanjut Alfian.

Alfian juga mendesak kalangan DPRA untuk bersungguh-sungguh mengawasi pembangunan MRB. DPRA, lanjutunya, juga ikut berperan dalam menyetujui pembangunan dan anggaran untuk pemugaran Masjid Raya. “Cara yang bisa ditempuh beragam. Mereka bisa meminta secara resmi kepada BPK untuk audit. Selain itu, juga bisa lewat Pansus, atau juga bisa minta KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap anggaran yang digunakan,” beber Alfian.

Di sisi lain, ia menyadari adanya tekanan segelintir pihak agar proyek MRB tidak dibesar-besarkan. Umumnya beralih bahwa kritikan pada pembangunan tempat ibadah adalah hal yang sensitif bagi masyarakat Aceh.

“Kalau logika seperti itu yang ditanamkan, justru menyesatkan. Karena, masjid justru harus jauh dari tangan jahil. Dalam catatan MaTA, anggaran pembangunan masjid di Aceh menjadi wilayah rawan korupsi oleh pengelola. Saat ini, ada dua kasus yang tahapanya sudah ke pengadilan Tipikor,” katanya.

Karena itu, Alfian menekankan, perlu transparansi dan akuntabilitas dalam pembangunan rumah ibadah. “Karena Islam sama sekali tidak toleran dengan korupsi,” tandas Alfian.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait