Teknologi Punahkan Mata Pencaharian Pekerja Musiman

Teknologi Punahkan Mata Pencaharian Pekerja Musiman
Teknologi Punahkan Mata Pencaharian Pekerja Musiman

“Kala musim panen padi tiba, dulunya kami laki-laki bisa mendapatkan rezeki di hamparan sawah petani, dan kami bawa pulang untuk kebutuhan keluarga kami. Kini, kecanggihan tekhnologi telah menghilangkan mata pencaharian kami,”

Abdulgani, (63) warga Manyang Lancook, Kecamatan Bandar Baru, siang itu duduk merenung di atas balai Gampong sambil sesekali melihat mesin Combine Harvester sedang membabat padi milik petani di desa itu.

Suara alat pemotong padi model tebaru (Combine Harvester) terdengar nyaring di telinga, yang sedang memotong tanaman padi petani yang telah memasuki masa panen raya.

Beberapa pria paruh baya hanya duduk termenung di atas balai Gampong, sambil sesekalinya matanya yang sudah mulai layu memandangi hamparan sawah yang berisikan tanaman padi yang bulir-bulirnya sudah menguning.

Combine Harvester tersebut dapat memanen tanaman gabah petani dengan waktu yang lumayan singkat. Dalam persekian jam, mesin itu dapat memotong padi mencapai sekitar 3 hektare luasnya.

Beberapa tahun lalu, sebelum di pelosok-pelosok Gampong terkontaminasi dengan kemajuan tekhnologi, kala musim panen raya telah tiba para pria paruh baya tersebut, sedikitnya mendapatkan pekerjaan dengan memotong padi petani dengan menggunakan alat tradisional, berupa sebilah sabit.

Dulunya, kala musim panen padi tiba dalam seperempat hektare (Ha) lahan sawah petani, sedikitnya menampung 15 tenaga kerja musiman yang dibagi dalam tiga bagian, tukang potong sebanyak empat orang dari pria paruh baya, pengangkut dari para perempuan empat orang, serta pemuda dengan mesin perontoknya sebanyak tiga orang.

Setiap satu gampong, pria yang usianya sudah melebih setengah abad yang dapat memotong padi mencapai 10 orang, perempuan sebanyak 30 banyaknya, serta seluruh pemuda, yang masing-masing kelompok sebanyak 3 orang memiliki masin-masing perontok.

Semua pria paru baya dan perempuan serta seluruh pemuda bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan untuk menutupi kebutuhan keluarga. Setiap harinya mereka memperoleh pundi-pundi rupiah sekitar Rp 80.000 hingga Rp. 100.000 banyaknya.

Kini, pekerjaan musiman para pria paruh baya serta perempuan di pelosok-pelosok gampong telah direnggut oleh Combine Harvester. Betapa tidak, mesin itu dapat melakukan semuanya, mulai dari pemotongan hingga memasukkan bulir padi ke dalam karung yang telah disediakan di Combine Harvester itu. Sehingga, hanya menyisakan jasa pengangkutan karung yang berisikan padi, dan itu hanya bisa dilakukan oleh para pemuda yang masih sangat kuat karena memiliki stamina.

Sedangkan pria paruh baya serta perempuan pastinya tidak mungkin dapat mengangkut karung padi yang beratnya mencapai 40 kiloan. Kini, para pria paruh baya serta para perempauan itu hanya bisa melihat panen padi dilakukan oleh mesin Combine Harvester, tanpa bisa berbicara banyak, walau dalam hati terasa sesak, raut wajah tampak sedih, dan sesekali mengusap kening. Tetapi apa yang bisa mereke perbuat. Mereka hanya bisa bergumang dalam hati.

“Inilah jaman di mana segela sesuatu sudah dilakukan oleh mesin, akibat teknologi yang semakin maju yang tidak dapat dibendung, dan mata pencaharian kita juga menghilang,” sesal pria paruh baya, Abdull Gani (60) warga Manyang Lancok, Kecamatan Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Sabut (17/3).

“Sebelumnya kalau musim panen padi telah tiba, kami yang tidak memiliki pekerjaan serta sudah tua ini, bisa mendapatkan sedikit rezeki dengan memotong padi petani yang hasilnya kami bawa pulang untuk keluarga kami. Kini kami sama sekali tidak lagi memiliki pendapatan, pendapatan musiman kami aja telah direnggut,” ujarnya dengan nada sedih.

Dari kemajuan tekhnologi itu, hanya dapat dirasakan oleh segelintir masyarakat kelas menengah ke atas. Betapa tidak, untuk membeli mesin Conbine Harvester harganya tidaklah murah. Satu unit saja bisa mencapai ratusan juta. Dan itu hanya bisa direalisasi oleh orang-orang yang sudah mapan secara ekonomi.

“Memang kemajuan tekhnologi tidak bisa dibendung, dan itu kita akui, tetapi seharusnya pemerintah juga memikirkan nasib kita yang tidak memiliki pekerjaan ini. Kalau pemerintah tidak melarang masuknya mesin tersebut, ya silahkan dimasukkan, tetapi kan seharusnya ada solusi untuk kita-kita ini, karena dengan masuknya mesin pemotong padi itu, pendapatan musiman kami, total sudah hilang,” ungkapnya.

Serasa senasib, para perempuan juga mengeluhkan panen tanam gabah petani yang sudah mulai dilakukan oleh Conbine Harvester, karena bagi mereka, mesin itu juga telah merenggut penghasilan musiman mereka.

Maulidar (36) warga Gampong Manyang Lancok, kepada PIKIRAN MERDEKA menyebutkan, pasca masuknya mesin perontok di desa setempat pada tahun 2016 silam, pekerjaan musimannya mereka telah diambil oleh kemajuan tekhnologi.

“Lheun itameng mesen koh pade nyan, kamoe-kamoe yang ineng nyoe hana le raseuki, karena mandum kaneh dicok le mesen nyan. (Sesudah masuk mesin Conbine Harvester itu, kita-kita yang perempuan ini tidak lagi mendapatkan penghasilan kala musim panen tiba, karena semuanya telah diambil sama mesin tersebut,” jelasnya.()

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait