PM, Banda Aceh – Teater Rongsokan Banda Aceh bakal menggelar pertunjukan teater secara virtual di Taman Budaya Aceh, Kamis mendatang (9/7/2020). Pertunjukan di masa pandemi ini merupakan program dari Taman Budaya Aceh dalam rangka membantu seniman Aceh untuk tetap produktif dalam berkreatifitas. Karya yang berjudul ‘Alih Waris’ ini mengangkat isu tentang bencana alam akibat dari ulah tangan manusia yang menebang hutan secara brutal sehingga mengakibatkan banjir.
Sutradara Alih Waris, T Zulfajri mengatakan, Alih Waris merupakan abstraksi dari deretan bencana ekologi di Aceh. Di antaranya, banjir pada bulan Mei 2020 lalu di Banda Aceh dan Kecamatan Lhoong, Aceh Besar.
“Tak lama berselang, banjir bandang terjadi di tanah Gayo, ironis memang karena terjadi di dataran tinggi yang selintas pikir mustahil dilanda bencana banjir, tapi itu nyata terjadi. Musibah itu terjadi di saat masyarakat sedang dihantui virus Corona,” kata Zulfajri dalam keterangan persnya.
Biasanya, publik lazim dengan sebutan ‘ahli waris’ sebagai orang yang berhak mendapatkan harta warisan dari orang tua yang telah meninggal dunia. Sedangkan pertunjukan Alih Waris menganalogikan hutan sebagai warisan yang dialihkan kepada generasi berikutnya, meskipun tidak memiliki garis keturunan.
“Sehingga bagi si pewaris tidak menjadi hal penting untuk menjaga, merawat aset berharga miliknya (hutan) untuk di wariskan kepada anak cucunya,” ucapnya lagi.
Zul juga menambahkan, konsep pertunjukan Alih Waris akan sedikit berbeda dari pertunjukan Teater Rongsokan sebelumnya. Tampilan kali ini lebih menonjolkan karakter bentuk yang didominasi oleh gerak tubuh dan setting artistik yang didukung oleh desain visual; memadukan seni pertunjukan dan multimedia.
Menurutnya, ada keunikan tersendiri pada proses kreatif yang dilakukan selama pandemi ini. Aktor menjalani proses latihan yang sedikit berbeda dari kondisi normal biasanya. Adakala berlatih secara mandiri di tempat masing-masing, kadang diskusi karya dilakuakn secara daring, dan beberapa kali latihan bersama dengan tetap memperhatikan skema aturan kesehatan.
Menyikapi kondisi tersebut, maka produksi ini berusaha mengelaborasi kondisi lingkungan dan sumberdaya yang tersedia dengan mengadopsi pola gerakan dari proses latihan rutin pada saat olah tubuh.
Sinopsis
Hancur alam karena ulah tangan manusia. Bencana alam itu nyata. Ia datang tanpa harus direncanakan. Manusia sumber segala kebaikan sekaligus kehancuran. Baik dan buruk sikap manusia terhadap alam akan terjawab dengan apa yang diberikan alam terhadap kehidupan.
Air adalah sumber kehidupan segala makhluk. Air juga menjadi sebab akhir sebuah kehidupan. Sedikit air akan menjadi rahmat dan air berlebihan akan mebawa kepada celaka. Banjir telah menjadi fenomena yang sangat familiar terutama masyarakat daerah hilir. Tarik ke hulu, disana sumber air bermula. Ada hutan rindang yang menampung deras hujan yang mengguyur bumi, begitu pula dengan gunung-gunung berdiri kokoh sebab dipaku pohon yang rimbun di lerengnya.
Manusia dengan segala keangkuhan dan nafsu duniawi telah membawa petaka untuk kehidupan. Dengan penuh nafsu menebang liar hutan-hutan untuk perluasan lahan perkebunan, pohon-pohon pelindung bumi di ganti dengan sawit agar denyut mesin pabrik tak berhenti. Mesin-mesin industri berdiri kokoh merambah hutan yang asri dan mengeruk segala hasil bumi dengan dalih pembangunan untuk kesejatraan.
Mereka sadar dan sangat sadar telah mewariskan bencana kepada anak cucu. Sekali lagi, alam hancur akibat ulah tangan manusia. []
Belum ada komentar