PM, TAPAKTUAN—Jajaran Polres Aceh Selatan meminta dukungan dan bantuan dari kalangan wartawan untuk mencegah dan menangkal penyebaran faham radikalisme di daerah itu melalui langkah deteksi dini. Dukungan yang diberikan wartawan, bisa melalui pemberitaan yang tidak mendukung faham radikalisme, juga pertukaran informasi untuk mendukung langkah deteksi dini.
Permintaan itu disampaikan Kapolres Aceh Selatan AKBP Achmadi SIK yang diwakili Kasat Intelkam AKP Jamaluddin didampingi KBO Intel AIPTU Lukman beserta beberapa anggotanya, saat berkunjung ke Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh Selatan di Jalan Merdeka, Tapaktuan, Rabu (24/2).
“Langkah silaturrahmi dengan kawan-kawan wartawan ini merupakan program Kapolri dan dilakukan secara serentak dan menyelurruh se Indonesia. Selain dengan wartawan, kami juga bersilaturrahmi dengan pihak Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) serta dengan tokoh-tokoh masyarakat lainnya,” kata AKP Jamaluddin.
Jajaran kepolisian, kata Jamaludin, terus mengoptimalkan upaya deteksi dini terkait adanya potensi penyebaran faham radikalisme di tengah-tengah masyarakat setempat. “Radikalisme atau aliran keras yang kita fahami tidak secara sempit yakni bukan hanya terfokus pada perlawanan yang dilakukan oleh umat Islam terhadap kaum yahudi di negara luar. Tapi radikalisme yang dimaksudkan lebih menjurus kepada tindakan main hakim sendiri oleh oknum masyarakat yang melanggar aturan hukum yang berlaku. Contohnya pembunuhan, perampokan, penculikan, pemerasan, pengancaman dan sebagainya juga termasuk tindakan radikal yang harus di deteksi dini, sebab ajaran Islam tidak mengenal dan tidak membolehkan tindakan seperti itu,” ujar Jamaludin.
Apalagi, sambungnya, di Provinsi Aceh akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Gubernur dan Wakil Gubernur pada tahun 2017 mendatang, yang berpotensi bakal timbulnya gangguan keamanan.
“Meskipun sejauh ini kondisi Kamtibmas di Aceh Selatan masih terpantau sangat kondusif karena tidak ada kejadian yang menonjol, namun upaya deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya hal yang tidak di inginkan tetap harus ditingkatkan,” tegasnya.
Sebab, ujar Jamaludin, Provinsi Aceh yang merupakan daerah bekas konflik, berdasarkan informasi intelejen yang didapat, tidak bisa dipungkiri bahwa diduga kuat masih cukup banyak terdapat senjata api bekas konflik. Hanya saja, keberadaan senjata-senjata itu sangat sulit disita oleh petugas karena tersembunyi.
“Terkait keberadaan senjata-senjata ilegal ini sudah menjadi rahasia umum di Aceh karena Aceh merupakan daerah bekas konflik. Namun keberadaannya yang sulit untuk dideteksi oleh petugas,” ujarnya.
Saat disinggung mengenai keberadaan ajaran Gafatar di Aceh Selatan, AKP Jamaluddin menyatakan, berdasarkan monitoring dan informasi yang dihimpun pihaknya, secara umum wilayah Aceh Selatan dapat dipastikan terbebas dari aliran Gafatar.
“Memang berdasarkan informasi dari Sat Intelkam Polda Aceh, ada satu mahasiswa dari sebuah kecamatan di Aceh Selatan yang merupakan bekas pengikut ajaran Gafatar di Banda Aceh telah pulang ke kampung halamannya. Namun setelah kami selidiki, orang tersebut merupakan pengikut yang telah keluar dari ajaran tersebut. Artinya bahwa bisa jadi akibat pengaruh dan bisikan yang tidak jelas dia terpengaruh untuk masuk. Namun karena dinilai tidak ada upaya mengembangkan ajaran tersebut, maka keberadaan orang tersebut dianggap aman dan steril serta tidak perlu untuk diawasi secara berlebihan,” paparnya.[]
Belum ada komentar