Awalnya taman hias dibangun untuk mempercantik kota. Diam-diam disewakan kepada seorang anggota DPRA dan dijadikan tempat usaha pribadi.
Beberapa pondok beton berjejer membentuk leter U di lokasi seluas lapangan badminton. Rerumputan tumbuh subur mirip taman. Dinding pondok dipermak warna-warni. Untuk mengarahkan tumit pengunjung ke pondok-pondok beratapkan seng itu, dibangun jalan setapak dengan batako putih.
Café yang didesain bernuansa taman itu berdiri di atas sepetak tanah milik Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh. Awalnya, Pemko memberikan hak kelola kepada Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman (DKPP) untuk dijadikan taman hias. Namun, tanah tersebut belakangan berpindah tangan kepada pihak ketika.
Berdasarkan penelusuran Pikiran Merdeka, sejak beberapa tahun terakhir, aset pemerintah kota tersebut disewa oleh salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dari Partai Demokrat, Jamaluddin T Muku. Bermodalkan sewa tanah belasan juta rupiah, Jamal pun menyulap tanah tersebut menjadi rumah makan terkenal berpamflet Pak Muku. Lokasi yang awalnya dibangun menggunakan APBK Banda Aceh untuk menjadi taman hias itu, kini berubah menjadi bangunan untuk mencari keuntungan pribadi.
Ironisnya lagi, saat ini bangunan tersebut disewakan lagi ke pihak berikutnya. Sang pemilik baru mengaku menyewanya dari Jamal. Pengalihan hak pakai ‘taman impian’ inipun semakin bercabang.
Dalam sewa menyewa tersebut, Jamal mengaku menyewa tanah dari DKPP sebesar Rp15.800.000. Ia sempat mendirikan rumah makan. Di kemudian hari, rumah makan tersebut beralih fungsi menjadi bengkel. Baru-baru ini, di lahan yang berdekatan dengan bahu jalan menuju Jembatan Pango, Desa Pango, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh itu, kembali berubah menjadi Café. Tempat tersebut dikelola oleh seorang wanita yang mengaku biasa dipanggil Ita. Usahanya baru berjalan sekira tiga bulan.
“Saya menyewanya dari pak Muku sekitar tiga bulan lalu,” aku Ita. Kini Ita membuka warung kopi arabika di bekas Warung Pak Muku tersebut.
Ketika dikonfirmasi, Jamaluddin Muku mengatakan dirinya menyewa taman hias tersebut pada Pemko Banda Aceh. Setiap tahunnya Jamal mengaku menyetor Rp15.800.000 ke kas daerah.
“Tidak ada yang salah (penyewaan ini) dan tak ada yang dirugikan, malah saya memberi pemasukan kepada Pemko,” beber Jamal yang mengaku tengah berada di Jakarta saat dihubungi Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.
Anggota DPRA dari Dapil Aceh Tamiang dan Langsa ini lalu mempertanyakan mengapa peralihan itu baru kini dipersoalkan? Padahal, kata dia, taman tersebut saat diambil alih pihaknya dengan kondisi semak belukar. “Awalnya sudah seperti hutan, baru kemudian saya jual bunga namun kemudian bangkrut,” aku Jamal.
Belum ada komentar