[dropcap style=”inverted”]S[/dropcap]yukri, 25, pemuda lajang, asal Gampong Pulo Keutoe, Kecamatan Merah Mulia, Aceh Utara, setiap hari bergelut dengan silender bekas untuk menghidupi keluarganya. Berbekal kemampuannya mengotak-atik mesin sepeda motor, ia membuka bengkel kecil ukuran tiga kali tiga meter di pinggir jalan Exxonmobil simpang Gampong Syamtalira Aron.
Kadang ia mendapat order tempel ban lebih sering dari pada memperbaiki mesin. Dari kerjanya itu ia memperoleh pendapatan Rp30.000 sampai Rp50.000 perhari.
Syukri ini adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang sudah tiga tahun sebagai tulang punggung keluarga semenjak Almarhum ayahnya, M. Diah awal 2009 lalu, dia sudah menafkahi keluarganya dan membiayai sekolah adiknya faisal, 15, yang masih duduk di SMA Negeri 1 Meurah Mulia.
“Cuma saya yang bisa diharapkan sama ibu dan adik saya, kalau ibu saya sering sakit-sakitan tidak bisa mencari nafkah lagi, sedangkan adik saya masih sekolah pada saat pulang sekolah di jaga ibu dan beresin rumah,“ kata Syukri saat ditemui Pikiran Merdeka Minggu (6/5).
“Saya sabar dan ihklas dalam mengadapi ini, karena saya tidak bisa mengharapkan kepada siapa-siapa, dengan ini saya bisa membalaskan budi atau jasa orang tua yang sudah membesarkan saya sampai dewasa,“ lanjutnya.
Pemuda lajang itu termasuk keluarga miskin di Gampong Pulo Kitoe yang hidup serba kekurangan. Saat pertama membuka bengkel itu, dia dikasih modal Rp2 juta oleh abangnya yang sudah menetap di Malaysia. Dia pun sudah berulang kali mengajukan proposal untuk meminta modal tapi sampai sekarang belum kunjung datang, tapi dia tetap semangat menggeluti rutinitas kerjanya menanti order perbaikan mesin sepeda motor atau sekedar hanya tempel bal. Yang penting baginya adiknya harus bisa terus sekolah dan asap dapur rumahnya selalu mengepul. Sebuah semangat yang patut dicontoh. [Saifullah].
Belum ada komentar