Syariat Islam, Mau Dibawa Kemana?

Syariat Islam, Mau Dibawa Kemana?
Syariat Islam, Mau Dibawa Kemana?

“Sesungguhnya kami telah nobatkan kamu menjadi pemimpin dimuka bumi, maka berilah keputusan diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mangikuit hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah” (QS Saad:26)

Oleh Teuku Ichsan Faisya Darmawan

Teuku Ichsan Faisya

PEMERINTAH Aceh diberikan otonomi khusus untuk memberlakukan hukum Syariat Islam di provinsi paling ujung Sumatera ini. Pelaksanaan syariat Islam kemudian diperkuat oleh Pemerintah Indonesia melalui UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh atau yang lebih dikenal dengan UUPA. Untuk mengaktualisasi serangkaian UU dan Keppres yang mendukung pelaksanaan syariat Islam tersebut, pemerintah bersama-sama dengan ulama menyusun serangkai peraturan daerah, yang kemudian disebut dengan qanun.

Qanun-qanun tentang syariat Islam tersebut termuat dalam Perda tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam, Qanun Tahun 2002 tentang Peradilan Islam, Aqidah, Ibadah, dan Syariat Islam, Qanun 2003 tentang Khamar, Maisir, dan Khalwat, dan 2004 tentang Pengelolaan Zakat.

Pelaksanaan syariat Islam di Aceh selalu mengacu pada qanun-qanun tersebut. Dalam dataran realitas pelaksanaan syariat Islam sering terlihat hanya pada permasalahan etika berpakaian dan khalwat. Pelaksanaan syariat Islam di provinsi ini belum terlihat mampu dijabarkan dalam lingkup yang lebih luas semisal dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, HAM, dan pelayanan publik.

Aceh yang mayoritas penduduknya beragama Islam patut berbangga hati atas diberikannya legalitas hukum dari Pemerintah Indonesia untuk melaksakan syariat islam. Sedangkan untuk teknis pelaksanaanya diatur dalam Qanun (perda) yang dibuat oleh pihak legislatif dan eksukutif, dan tentunya sebagai umat Islam sudah seharusnya kita mendukung penuh penegakan syariat Islam ini di Aceh.

Kini, hampir 15 tahun sudah sejak disahkannya aturan hukum pelaksanaan syariat Islam itu belum begitu maksimal dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai aparatur negara yang sah dalam melakukan aturan hukumnya.

Masih banyak pelanggaran pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat atau warga sipil dan para elit pemerintah dalam pelaksanaan ini. Sosialisasi syariat Islam belum begitu menyentuh pada pelaksaan akar dari syariat itu sendiri. Kita kerap menemukan orang orang masih sembarang membuang sampah, padahal dalam Islam sudah dijelaskan sejak dibangku sekolah dasar bahwa “kebersihan sebagian dari iman” sebagai contoh kecil saja.

Pemerintah Kota Banda Aceh seharusnya jangan terlalu senang dengan prestasi penegakan syariat Islam yang selama ini ada, karena konsep Model Kota Madani semakin kehilangan makna sebenarnya.

Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi Aceh dan juga kotamadya yang diduduki oleh berbagai etnis masyarakat dari berbagai daerah kabupaten/kota di Aceh seharusnya yang sudah jauh-jauh hari mengusung visi misi sebagai kota Madani seharusnya paham betul dengan kondisi tersebut. Makna kota Madani saat ini saja belum sepenuhnya dipahami oleh pemkot Banda Aceh dan orang-orang yang tinggal/singgah di Banda Aceh.

Seharusnya model Kota Madani diterapkan dengan karakteristik manusia modern Indonesia yang bersifat sosialis religius, menghargai kebebasan beragama, serta konsistensi penegakan hukum bedasarkan kebenaran dan keadilan.

Selama ini terlihat Pemko Banda Aceh terlalu memaksakan diri dalam menegakkan syariat Islam. Dimana tindakan-tindakannya lebih cenderung dinilai sebagai upaya pencitraan pemerintah kota dibawah kendali Mawardi-Illiza untuk menunjukkan keseriusan mereka dalam pelaksanaan syariat Islam yang seolah-olah secara sungguh-sungguh dilaksanakan.

Beberapa waktu lalu, publik di Aceh dan nasional dihebohkan dengan kasus oknum PNS yang dilantik jadi pejabat eselon III di Badan Pemberdayaan Dayah Aceh. Yang bersangkutan adalah oknum PNS berinisial MBU masih menjadi coretan kuat dan akrab diingatan kita, dimana pelaku khalwat dengan mudahnya berlenggang bebas tanpa terjerat satu sanksi hukum apa pun dari Pemkot Banda. Inikah syariat Islam yang diagung-agungkan itu?

Banyak warga Banda Aceh tentu kagum dan bangga dengan tindakan Wakil Walikota Banda Aceh, Illiza Sa’duddin Djamal, yang dengan gagah dan garangnya selalu aktif menggrebek dan merazia tempat-tempat yang terindikasi pelanggaran syariat. Tetapi apa yang hadir didepan mata kita beberapa hari ini?

Baru-baru ini warga Banda Aceh dihebohkan dengan tragedi khalwat “mobil swift” yang dilakukan oleh sang ajudan Walikota Banda Aceh bersama seorang mahasiswi pendidikan kedokteran dari salah satu universitas di Banda Aceh. Tragedi siang itu sekira pukul 15.00 WIB terjadi pada tanggal 10 April 2013 lalu memberi kita cambukan berat terhadap penegakan syariat Islam, dimana tampak keadilan dalam penegakan syariat hanya untuk golongan tertentu.

Sebagaimana diberitakan oleh Tabloid Modus, tim Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh melakukan penangkapan sepasang insan non-muhrim di pantai Ulee Lheue, yang akhirnya dikonfirmasi oleh pelaku merupakan ajudan dari Walikota Banda Aceh.

Masalah belum selesai sampai disini saja, dimana orang pemerintah yang diberi kewenangan dalam pelaksanaan Syariat Islam malah dijadikan tumbal dalam kasus tersebut, Danton WH Ismail Ahmad selaku komandan yang menangkap pasangan non-muhrim tersebut diberhentikan dari jabatannya selaku Danton. Karena dalam operasi razia rutin yang dilakukan, tidak tunduk terhadap atasannya.

Sudah semestinya, Pemko Banda Aceh mengevaluasi diri melalui institusi Satpol PP dan WH, dan memberikan contoh yang baik dalam penegakan syariat Islam tanpa tebang pilih. Jangan berharap menegakkan syariat secara kaffah di kota ini, jika instrument dalam menegakkannya masih belum dapat untuk berlaku adil.[]

*Wasekjen DPW Garda Pemuda Nasdem Provinsi Aceh

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

whatsapp image 2024 05 30 at 20 06 131
Petugas membantu jemaah lansia kloter 2 di Bandara, 30 Mei 2024. [Dok. Kemenag]

Jemaah Haji Aceh Kloter 2 Tiba di Jeddah

1000611842
Penjabat Gubernur Aceh, Bustami, SE, M.Si., memberi sambutan sekaligus melepas peserta Pawai Takbir Keliling Malam Hari Raya Idul Adha 1445 H, di Depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Minggu (16/6/2024)

Pj Gubernur Aceh: Idul Adha Momentum Mengoreksi Diri