PM, Banda Aceh – Jeda untuk iklim 2019 menjadi momentum bagi masyarakat dunia, khususnya Indonesia untuk lantang menyuarakan pentingnya aksi nyata mengatasi krisis lingkungan. Apalagi, dampak dari masalah ini mendera seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali kaum perempuan.
Koordinator Program Solidaritas Perempuan (SP) Aceh, Rahmil Izzati mengatakan, dampak dari perubahan iklim yang sangat membebani kaum perempuan, di antaranya masalah kekeringan dan hilangnya sumber air bersih di lingkungan mereka.
“Bagi perempuan desa yang sangat menggantungkan hidupnya dari alam, krisis iklim global memberikan dampak yang berlebih bagi mereka, karena peran gendernya membuat beban tanggung jawabnya lebih besar ketika sumber air menjadi hilang,” ujarnya, Sabtu (21/9/2019).
Pegiat perempuan, Ruwaida terkait hal ini mengungkapkan, pemimpin di tingkat gampong seharusnya menjadi teladan terdepan untuk menyuarakan pentingnya menyelamatkan lingkungan. Hal itu bisa dimulai dari mengedukasi masyarakatnya sendiri.
“Saat ini, masyarakat kadang belum siap menghadapi krisis lingkungan karena informasi dan pengetahuan untuk menyikapinya kondisi tersebut belum mencukupi,” ujar Ruwaida.
Ruwaida juga menyoroti lemahnya prioritas penanganan negara. Ia menyesalkan pemerintah yang kerap membuka lebar akses bagi praktik pemilik modal yang mengeksploitasi hasil sumber daya alam secara berlebihan.
“Bahkan mengeluarkan kebijakan obral kekayaan alamnya dengan izin ekplorasi dimana-mana,” kritiknya.
Karenanya, SP-Aceh menilai, gerakan kampanye Jeda Iklim Aceh 2019 harus mendapat perhatian, baik di masyarakat maupun pemerintah. Pesannya jelas, bahwa krisis iklim merupakan tanggung jawab manusia.
“Semua pihak harus menyadari, dampak buruk perubahan iklim saat ini akibat dari kelalaian manusia sendiri,” pungkasnya.
Bulan ini, Gerakan Jeda Iklim 2019 masih terus dikampanyekan. Di Aceh, gerakan ini dilakukan oleh jaringan pemerhati lingkungan yang terdiri dari CSO, komunitas muda dan kelompok masyarakat di akar rumput.
Serangkaian kegiatan digelar. Seperti kemarin, Sabtu (21/9) diadakan gotong royong membersihkan gampong dan memilah sampah di gampong Lambaro Seubon, Aceh Besar. Sekitar 150 orang terlibat dalam kegiatan ini.
Tak hanya itu, Jeda Iklim 2019 di Aceh juga disertai kegiatan diskusi publik dan teatrikal bumi sebagai ruang edukasi tentang keadilan iklim. Sabtu malam (21/9), panitia bersama masyarakat menggelar pemutaran film melalui layar tancap di Gampong Nusa, Aceh Besar.
Jeda Iklim Aceh 2019 merupakan gerakan muda Aceh yang berkolaboratif membangun aksi bersama menyuarakan darurat iklim, antara lain Lembaga Pariwisata Nusa, Youth Forum of Aceh, Komunitas AL-Hayah, Solidaritas Perempuan, Balai Syura ureung Inoeng Aceh, Komunitas Bina Damai, dan Kelompok perempuan Lambaro Seubon, Aceh Besar. []
Belum ada komentar