Ketua Yayasan Teungku Fakinah belum menjalankan putusan Mahkamah Agung untuk membayar ganti rugi materiil dan immateriil Rp6.410.750.000 kepada dr Muhammad Saleh Suratno. Dugaan adanya tumpang tindih putusan MA menjadi persoalan.
Dua kali surat somasi Muhammad Saleh Suratno yang dikirimkan pengacaranya tidak mendapat tanggapan dari Ketua Yayasan Teungku Fakinah Siti Maryam Ibrahim. Isinya meminta istri mantan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan itu untuk memenuhi putusan MA Nomor 2502 K/Pdt/2014.
MA menghukum Siti Maryam Ibrahim mengembalikan penguasaan atau kepengurusan Rumah Sakit Teungku Fakinah (RSTF) dan Akademi Perawatan Teungku Fakinah (APTF) kepada Muhammad Saleh Suratno serta tidak melakukan gangguan-gangguan yang dapat merugikan oprasional rumah sakit dan akedemi tersebut.
Kemudian menghukum Siti Maryam membayar kepada Muhamad Saleh kerugian materil sebesar Rp141.750.000 dan kerugian immateril sebesar Rp500 juta.
“Kerugian materiil dan immateriil itu sampai sekarang belum dibayar pihak kalah, hal ini yang kami somasi,” kata pengacara dr Muhammad Saleh Suratno, Safaruddin, Sabtu pekan lalu.
Safaruddin sudah dua kali melayangkan surat somasi kepada Siti Maryam Ibrahim sebagai ketua yayasan. Somasi pertama dilayangkan pada 12 Oktober 2016, namun pihak tergugat, kata Safaruddin, tidak menanggapi. Safaruddin kembali melayangkan somasi kedua pada 26 Oktober 2016.
“Sampai saat ini belum juga ada tanggapan, kami akan menempuh jalur hukum pidana atau perdata,” kata Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) itu.
Dalam somasi kedua, Safaruddin memberi batas waktu kepada Siti Maryam Ibrahim untuk menjalankan putusan pengadilan hingga 11 November 2016. Safaruddin menambahkan, saat ini kliennya Muhammad Saleh Suratno sudah menduduki kembali jabatan Direktur RS Fakinah dan Akper Fakinah.
“Kilen saya kembali menempati jabatan itu setelah adanya eksekusi putusan MA oleh juru sita Pengadilan Negeri Banda Aceh Syarifuddin pada 11 Oktober 2016 di RS Tgk Fakinah dan Akper Fakinah,” katanya.
Menurut Safaruddin, kliennya diberhentikan secara hormat dari direktur rumah sakit dan Akper tersebut pada 4 April 2011. Karena tidak menerima keputusan tersebut, pihaknya kemudian menempuh jalur hukum dengan menggugat SK pemberhentian yang dikeluarkan Siti Maryam Ibrahim sebagai ketua yayasan.
Safaruddin mengatakan, saat ini badan hukum Yayasan Fakinah yang dipimpin Siti Maryam Ibrahim berbeda dengan Yayasan Fakinah yang mengoperasikan RS Fakinah sejak 1990 dan Akper Fakinah sejak 1991.
Hal itu dikarenakan, pengurus Yayasan Teungku Fakinah sebelumnya tidak pernah melakukan penyusuaian yayasan tersebut hingga 2008. Penyusuaian yayasan itu merupakan amanah Undang-undang yayasan Tahun 2004.
“Jadi saat itu, Yayasan Teungku Fakinah dianggap sudah bubar. Kemudian pada 2010, pihak pengurus membuat yayasan baru dengan nama yang sama dengan aset Rp20 juta. Jadi bagaimana mereka memecat klien kami, sementara badan hukum yayasan itu berbeda,” kata Safaruddin.
Safaruddin melihat ada kejanggalan dalam pembuatan akte pendirian Yayasan Teungku Fakinah yang baru karena menyertakan aset senilai Rp20 juta. Safaruddin menilai, tidak mungkin yayasan yang memiliki aset rumah sakit dan Akper hanya menyertakan aset Rp20 juta di akte pendiriannya.
“Jadi akte yayasan baru itu hanya ecek-ecek karena pengurusnya tidak membuat penyusuaian sebelumnya. Ini mereka lakukan biar dianggap Yayasan Teungku Fakinah sekarang masih Yayasan Teungku Fakinah dulu, padahal ini berbeda,” jelas Safaruddin.
Sementara itu, kuasa hukum Yayasan Teungku Fakinah, Yusrizal mengaku kliennya Siti Maryam Ibrahim tidak pernah menerima surat somasi dari Safaruddin. “Klien saya tidak pernah menerima sehelai surat somasi dari pengacara pak Saleh. Seharusnya, jika ada hal-hal yang sifatnya somasi itu disampaikan ke kantor saya di Banda Aceh,” kata Yusrizal yang dihubungi Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.
Menurut Yusrizal, ada kekeliruan dalam putusan MA yang memenangkan gugatan Muhammad Saleh Suratno. Menurutnya, keputusan MA memenangkan Saleh bertentangan dengan beberapa keputusan inkrah MA yang lain. Seharusnya, kata Yusrizal, sebuah keputusan tidak boleh bertentangan keputusan MA lainnya.
“Sudah ada empat keputusan MA terkait persoalan ini. Dalam keputusan MA tersebut, ada ketentuan pak Saleh harus mengembalikan uang yayasan yang pernah diambilnya secara melawan hukum,” katanya.
Dia menegaskan, kliennya tidak dapat menjalankan keputusan MA tersebut sejauh Muhammad Saleh belum mengembalikan kekayaan yayasan yang pernah diambilnya secara melawan hukum semasa memimpin RS Fakinah dan Akper Fakinah.
Pasca eksekusi keputusan MA oleh juru sita PN Banda Aceh pada 11 Oktober lalu, pihak yayasan sudah memecat kembali Muhammad Saleh Suratno. Menurut Yusrizal, pemberhentian kembali Muhammad Saleh dikarenakan tidak memenuhi beberapa syarat, yaitu merangkap sebagai anggota pembina yayasan, direktur RS Fakinah dan Akper Fakinah. “Dilarang perangkapan jabatan, itu pasal 31 undang-undang yayasan,” katanya.
Muhammad Saleh juga dianggap tidak memenuhi syarat akademisi sebagai Direktur Akper Fakinah karena belum menempuh pendidikan pasca sarjana (S2). Menurut Yusrizal, sekarang guru dan dosen harus bergelar S2, begitu juga dengan surat edaran Kopertis. Jika Muhammad Saleh dipertahankan sebagai direktur Akper Fakinah dengan gelar SI, dikhawatirkan akan berdampak terhadap tidak diakuinya lululan Akper Fakinah nantinya.
“Hasil rapat pengurus yayasan memutuskan pak Saleh diberhentikan karena bisa merugikan orang lain. Pemberhentian ini mutlak karena undang-undang, bukan persoalan suka atau tidak suka,” jelasnya.
Pihak Yayasan juga sudah pernah memanggil Muhammad Saleh dan pengacaranya dengan mengirimkan undangan guna mengikuti rapat pemberhentian. “Mereka tidak hadir, padahal undangannya sudah mereka terima,” kata Yusrizal.
Pihak yayasan berencana menempuh jalur hukum terkait belum dikembalikan dana yang diduga pernah digelapkan Muhammad Saleh. Yusri mengatakan pihaknya sudah memegang bukti pengambilan uang tersebut yang digunakan Muhammad Saleh untuk kepentingan pembiayaan Yayasan Harapan Bangsa.
“Saya tidak tahu detilnya, karena data di kantor. Tapi kami memegang sejumlah bukti cek uang yang pernah diambil oleh Muhammad Saleh,” tegas Yusri.[]
Belum ada komentar