Sistem parkir berlangganan diyakini mampu mendongkrak PAD, namun berbentur dengan regulasi lainnya.
Harapan Dishubkominfo Banda Aceh meraup PAD lebih besar dari retribusi parkir bisa diwujudkan jika saja disahkannya rancangan qanun (raqan) tentang sistem parkir berlangganan.
“Draf rancangan qanun sistem parkir berlangganan sempat dibahas dalam Proleg (Program Legislasi) anggaran 2015 dan 2016, namun banyak berbentur dengan peraturan lain,” ujar Irwansyah, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRK Banda Aceh kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (24/09/16).
DPRK Banda Aceh dalam sidang medio Maret 2015 itu menyepakati 30 rancangan qanun prioritas melalui Program Legislasi. Disebutkan, 30 raqan itu berfokus salah satunya pada qanun-qanun yang mendorong Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sayangnya, kata Irwansyah, raqan retribusi parkir dengan sistem parkir berlangganan tak disetujui. Begitupun saat diajukan dalam Proleg 2016.
“Terkait usulan draf raqan sistem parkir berlangganan ini, ada silang pendapat antara eksekutif dan legislatif, padahal wacana ini sangat menarik,” ucap mantan aktivis LSM Acehnese Civil Society Task Force (ACSTF) itu.
DILEMA DINAS
Akhir Oktober tahun lalu, Kepala Dishubkominfo Banda Aceh, Muzakkir Tulot, sempat dilema terkait perolehan PAD Banda Aceh dari retribusi parkir.
Pada satu media lokal dia menyatakan, retribusi parkir tak sepenuhnya dikelola Dishubkominfo. Sementara itu titik parkir juga menyusut setelah ditertibkan titik-titik parkir yang berpotensi mengganggu lalu-lintas. Dua hal itu menyebabkan PAD dari retribusi parkir menurun.
Muzakkir pun usulkan sistem parkir menggunakan kartu elektronik (parkir berlangganan) agar target PAD dari retribusi parkir bisa tercapai setiap tahun. Sistem tersebut menurutnya juga bisa mencegah adanya jukir liar.
Dishubkominfo lantas sodorkan draf raqan tentang sistem parkir berlangganan dalam Proleg 2016, setelah usulan pada Proleg 2015 juga ditolak.
Menurut Muzakkir, potensi PAD dari sistem parkir berlangganan di ibu kota Provinsi Aceh tersebut diyakin mencapai Rp28 miliar per tahun.
Namun sayangnya, sebut Muzakkir, penerapan parkir berlangganan ini belum bisa diterima karena terbentur dengan regulasi. “Padahal ada di daerah lain bisa menerapkan parkir berlangganan ini,” imbuhnya.
Madiun dan Sidoarjo di Jawa Timur, kata dia, dua daerah yang sudah menerapkan sistem parkir berlangganan. Sistem ini, dinas bekerja sama dengan Samsat. Biaya parkir dikutip saat pemilik kendaraan bermotor membayar pajak.
Nilai biaya parkir yang dikutip, bebernya, tak memberatkan. Jika dikalkulasikan dalam tarif harian, roda empat kena Rp700 per hari dan roda dua Rp400/ per hari.
Selain parkir berlangganan, kata Muzakkir, Dishubkominfo juga menjajaki sistem parkir elektronik. Dalam sistem ini, tarif dihitung per jam, sebagaimana diterapkan di negara maju. Pola ini juga diyakini bisa kurangi kemacetan.
JUKIR TAK TERIMA
“Saya tidak setuju jika diberlakukan sistem parkir berlangganan di Banda Aceh,” sanggah Abdul Manaf, jukir yang bertugas di Jalan P Nyak Makam Lampineung, kepada Pikiran Merdeka akhir pekan lalu.
Menurutnya, parkir tidak akan tertib dan tertata rapi. Sebab parkirannya tidak dipandu oleh jukir. Pengendara akan kewalahan menempatkan sendiri motornya, seperti yang sudah dilakukan di beberapa gedung di Banda Aceh saat ini.
“Sistem itu bisa diterapkan di negara maju seperti Brunei Darussalam, tapi sulit diberlakukan di Nanggroe Aceh Darussalam,” simpulnya.
Di sisi lain, Irwansyah sebagai warga Banda Aceh menyambut baik wacana parkir berlangganan dan parkir elektronik yang ditawarkan Dishubkominfo agar PAD dari retribusi parkir setidaknya mencapai target tahunan.
“Dengan perkembangan zaman, sudah seharusnya kita menggukanan sistem modern. Apalagi Banda Aceh yang mengusung ‘smart city’, semestinya bisa smart juga dalam menghasilkan PAD,” katanya.
Alumni Fakultas Teknik Unsyiah itu menambahkan, jika sistem parkir berlangganan belum bisa diterima di Banda Aceh saat ini, sebaiknya bisa dimulai dengan sistem parkir elektronik.
Sistem parkir elektronik itu dinilainya lebih efektif dari sistem konvensional. Misalnya, sebut dia, terhindar dari jukir liar dan sumber pendapatan pajak jelas terdata.
“Sekarang ini setia pengutipan parkir tidak pernah kita minta karcis sebagai bukti, hal ini kita sepelekan, sehingga sumber pendapatan sulit terdeteksi. Ini salah satu kelemahan sistem manual.”
Kecuali itu, kata Irwansyah, Dishubkominfo juga kurang intensif dalam menertibkan parkir di Banda Aceh. Diamatinya masih ada beberapa titik parkir yang agak mengganggu pengendara lain di jam tertentu.
“Saya apresiasi soal penertiban parkir yang dilakukan dinas terkait, misal menggembok kendaraan yang tidak mematuhi rambu-rambu parkir yang sudah dipasang di titik tertentu. Tapi perlu diintensifkan lagi,” harapnya.
Terkait hal itu, dia juga mengharapkan adanya koordinasi antara Dishubkominfo dan Polresta Banda Aceh dalam menertibkan parkir.[]
Belum ada komentar