Keberadaan tempat pembuangan sampah kerap menjadi keluhan warga Banda Aceh. Selain menebarkan aroma tak sedap, masyarakat mudah terinveksi virus berbagai penyakit.
Pemerintah Kota Banda Aceh gencar mengkampanyekan hidup sehat dan lingkungan yang bersih. Namun, keberadaan tempat pembuangan sampah di lingkungan warga berbading terbalik dengan kampanye tersebut.
Pemandangan kurang sedap masih dijumpai di setiap sudut Kota Banda Aceh. Di Lorong Kupula I, Gampong Lambaro Skep, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, misalnya. Di kawasan itu, sebuah kontainer tempat pembuangan sampah sementara ditempatkan di dekat pemukiman warga.
Parahnya lagi, keberadaan kontainer itu berada tepat di belakang Kantor Dispora Aceh dan Ormas KNPI Aceh, berdekatan dengan Taman Ratu Safiatuddin tempat pelaksanaan Pekan Kebudayaan Aceh.
Kondisi ini sudah berlangsung lama. Warga khawatir, bau sampah yang menyengat bisa mendatangkan penyakit. Setidaknya, aroma tidak sedap yang mereka hirup setiap hari telah mempengaruhi pernapasan warga.
Sejauh ini, seudah beberapa kali warga menyurati Pemerintah Kota melalui dinas terkait. Namun, hingga saat ini keluhan warga di Lorong Kupula I belum juga berakhir. Saban hari, mereka masih menghirup aroma tak sedap dari container sampah itu.
Afrida (35), warga setempat kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (4/11), mengutarakan, kontainer sampah itu sudah ada sejak lama. Bahkan sebelum ia tinggal di kawasan tersebut.
Memang, saat ditempatkan kontainer dulunya lingkungan tersebut belum dipadati warga, sehingga keberadaannya tidak begitu mengganggu. “Tapi sekarang, kami yang tinggal di sini merasa sangat terganggu dengan bau sampah dari kontainer. Apalagi saat hujan, bau sampahnya menyengat,” ujar wanita yang mengaku telah menetap tujuh tahun di Lorong Kupula I, berdekatan dengan kontainer sampah ditempatkan.
Sampah-sampah yang ada di lingkungan tersebut, kata Afrida, diangkut secara teratur oleh petugas kebersihan Kota Banda Aceh. “Sampah tidak sampai menumpuk banyak dan meluap, karena jadwal pengutipan sampah teratur pada jam tujuh pagi dan jam dua siang,” kata dia.
Meski diangkut sesuai jadwal oleh petugas setiap hari, sambungnya, keberadaan sampah tetap saja mengganggu kenyamanan dan kesehatan warga.
Afrida menginginkan agar pemerintah memindahkan kontainer sampah tersebut ke lokasi lain yang jauh dari pemukiman warga. “Sebaiknya dipindah, karena tidak sepantasnya warga tinggal selingkungan dengan pembuangan sampah. Apalagi setiap hari anak-anak kami bernmain di dekat sampah yang bisa mengganggu kesehatan,” tutur ibu tiga orang anak ini.
Keberadaan kontainer sampah ini sejak lama mendapat protes dari masyarakat setempat. Melalui surat yang ditandatangani Geuchik Gampong Lambaro Skep, warga di Lorong Kupula I meminta Kadis Kebersihan Kota Banda Aceh untuk memindahkan kontainer itu.
Ada beberapa poin yang dituliskan warga dalam surat yang juga ditembuskan ke Walikota dan Ketua DPRK Banda Aceh. Di antaranya, keberadaan kontainer itu sudah tidak layak lagi, menyusul bertambahnya jumlah penduduk di wilayah tersebut.
Selain itu, warga juga menyebutkan keberadaan kontainer tersebut dekat dengan tempat pengajian anak-anak, sehingga sangat tidak bagus bagi kesehatan. Atas dasar itu, warga kemudian menolak keberadaan kontainer tersebut dan meminta Pemko melalui Dinas Kebersihan agar segera memindahkannya.
Menangapi keluhan warga, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Keindahan Kota (DLHK) Banda Aceh, T Samsuar, mengatakan kontainer yang berada di Lorong Kupula I adalah Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) di kecamatan tersebut.
“TPS itu sudah lama ada di situ. Ditempatkan di situ supaya sampah-sampah warga tidak berserakan di jalanan,” kata Samsuar kepada Pikiran Merdeka, Sabtu pekan lalu.
Samsuar menyebutkan, selama ini pihaknya selalu menjaga kebersihan dari setiap kontainer sampah agar tidak mengganggu aktifitas warga. “Sampah-sampah yang ada dikontainer itu kita angkat setiap pagi dan sore hari,” tambahnya.
Keberadaan kontainer sampah tersebut, sambungnya, dapat memelihara lingkungan dari sampah-sampah yang berserakan. “Kalau tak ada kontainer, sampah masyarakat di situ mau dibuang kemana? Yang pentingkan tiap pagi dan sore diangkat sampahnya,” sahut dia.
Dalam mukim tersebut, sambungnya, terdapat sekitar 300 Kepala Keluarga yang terdaftar. Dari jumlah itu, hanya sebagian warga yang merasa dirugikan atas keberadaan kontainer tersebut. “Bukan berarti kita tidak menghiraukan mereka. Namun jika kita tutup, maka kita harus mencari solusi lain. Begitu kita tutup, maka harus ada tempat lain untuk kita pindahkan. Nah, sekarang minta geuchik untuk mencari tempat lain,” jelasnya.
Terkait dengan keluhan dan protes sebagian warga, pihaknya sedang mencari solusi. “Wajar kalau ada masyarakat komplain. Sekarang kita sudah minta jalan keluar sama geuchik supaya ada tempat lain jika kontainer itu minta dipindahkan. Namun, sejauh ini geuchik belum kasih tempat ke kita, sehingga kontainer belum bisa dipindahkan,” tandasnya.[]
Belum ada komentar