SHARK UL DAN “WELL DONE,” KAPTEN!

SHARK UL DAN “WELL DONE,” KAPTEN!
Shark UL. dok : shark aero

Tak begitu popular, di mana pesawat Shark Aero dikembangkan, dirakit dan dipasarkan? Shark Aero, dibuat, dirancang, di pabriknya di Slovakia, tepatnya di Letisko Senica, Hlboke 406, Slovak Republic. Kini, mereka punya “dealer’ mulai Belanda, Jerman hingga AS, dan tentu saja Aceh, dengan ‘agen’ Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf.

Website Shark Aero pun, tampaknya sangat bangga, memamerkan tiga gambar pesawat bernomor registrasi PK-S121 Indonesia di jajaran paling atas galerinya. Siapa lagi kalau bukan Irwandi Yusuf, dengan Hanakaru Hokagatanya! Dan Aceh, sampai akhir tahun akan memiliki 5 pesawat sejenis, yang dipesan pengusaha hingga pimpinan daerah, via “agen” Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf!

Baca: Pendaratan Mulus Sang Captain di Tengah Genting

Bagaimana ketangguhan pesawat ini? Selama ini tak banyak orang tahu, bahkan di dunia penerbangan sipil jarang terdengar nama pesawat ini. Padahal, Shark Aero, atau disebut pabriknya Shark UL, telah roll out sejak 7 November 2009 lalu.

Sebenarnya pesawat ini didesain dengan kriteria standar pesawat ultra ringan sport Eropa. Desain klasik sayap ekor dan sayap berbahan composite yang ringan, dengan tempat duduk tandem (ganda). Desain kokpit dan kanopi mampu menampung penumpang setinggi 190-202 cm dengan bobot 120-130 kg.

Strukturnya juga memperlihatkan sisi pesawat untuk sport, atau hobby, dengan bahan kanopi glass fibre dan carbon fibre, dengan ‘chassis’ monocoq yang terintegrasi mulai dari hidung, seat, lantai hingga ke bagian ekor. Ada tiga roda dengan rem cakram hidrolik. Pesawat gampang ditarik karena sangat ringan. Bobotnya dalam kondisi kosong hanya 275 kg! Dan maksimum berat take off kurang dari setengah ton! Makanya, mesin rotax 912 UL dengan isi tanki pertamax 100 liter bisa terbang hingga 8 jam nonstop!

Pabrikan mematok 15 liter pertamax per-jam terbang. “Namun setelah saya ukur, hemat sekali, 14 liter/perjam terbang. Pesawatnya juga amat nyaman seat-nya,” tutur Kapten Muhammad Nasrun, mantan penerbang F-5 Tiger TNI-AU, yang kini memiliki sekolah pilot di Bandung.

Mesin Rotax 912 ULS, dengan empat piston, empat langkah (4 tak) 1350 cc, dengan dua karburator mampu menyemburkan tenaga 100 HP. Makanya, dengan bodi ringan, pesawat sepanjang 6,85 meter dan bentang sayap 7,9 meter ini mampu melesat maksimum hingga 333 km/jam! Untuk pesawat propeller bermesin tunggal, apalagi ultra ringan dengan mesin hanya 1350 cc, ini termasuk topspeed yang cukup tinggi.

Mesin Rotax 912 ULS, 4 silinder, 4 tak 1350 cc. dok : Rotax

Bila mesin mati seperti dialami Irwandi, pesawat bisa meluncur cukup jauh, melayang hingga puluhan kilometer, tergantung ketinggian jelajah. Seperti kata Irwandi, pada ketinggian 6000 feet, bisa melayang hingga 45 km. Pesawat ini mampu terbang hingga 25 ribu feet, tentu dari ketinggian itu bisa melayang hingga seratus kilometer lebih. Pesawat ini juga memiliki fitur keselamatan, termasuk pelontar parasut.

Mengapa dalam kasus mesin rusak Irwandi tidak menggunakan parasut saja? “Itu kalau sangat darurat. Terlalu cepat saya gunakan bisa jatuh ke laut, saya sudah lupa berenang,” canda Irwandi. “Kalau fitur itu digunakan, pesawat akan jatuh melayang ke bawah, tak bisa kita kontrol lagi.

Bisa di laut, kalau di darat jatuh ke atas bangunan dan lokasi ada warga, lebih bahaya lagi bagi orang lain nanti,” katanya. Jadi, penanganan engine flame out kasus Irwandi dinilai super excellent oleh kapten (pnb) Muhammad Nasrun. “Patut diacungi jempol. Well done!” pujinya. Iyalah, kan gak enak disebut, “Happy landing, Kapten!”… (yan/*)

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait