Keluarga ini tidak pernah tersentuh bantuan hingga kini, sementara tempat tinggal mereka di ambang kerobohan.
Sudah lima kali berganti bupati di Kabupaten Aceh Timur dan semakin bertambahnya sumber daya alam yang melimpah ruah, namun tidak juga mengubah nasib Abdul Manaf Amin (62), warga Dusun Peutua Tuleot, Gampong Seuneubok Kuyun, Kecamatan Idi Timur, Aceh Timur.
Hidup di bawah garis kemiskinan sudah menjadi makanan sehari-hari bagi pria itu bersama istri anak-anaknya. Akibat keterbatasan ekonomi, gubuk reyot yang tak layak untuk ditempati manusia menjadi tempat tinggal mereka.
Ketika hujan turun, keluarga ini harus berperang melawan kedinginan. Lantaran, atap rumahnya berupa anyaman daun rumbia sudah berusia 25 tahun, sehingga lapuk dan bocor di sana-sini.
Hujan deras di malam hari adalah petaka. Abdul Manaf, istrinya Hasnah (50), bersama keempat anaknya harus berdesak-desakan mencari sisi rumah yang tidak bocor. Untuk mereka berteduh sambil menunggu hujan reda.
Abdul Manaf dan Hasnah memiliki empat putra dan tiga putri. Tiga di antara mereka, Muhammad, Marlina dan Safaliah, sudah berkeluarga. Sementara empat lagi masih tinggal bersama mereka, yaitu Samsul Bahri (23), Maulana Hamzah di bangku SMP, Nurhayati putus sekolah, dan si bungsu Anwar masih SD.
Jika hujan berlangsung lama, ketiga anaknya harus tidur di pangkuannya dan istrinya sampai hujan reda sembari menunggu fajar menyingsing. “Sementara Samsul Bahri harus menahan ember atau wadah sebagai penampung air hujan yang bocor,” ungkap Abdul Manaf kepada Pikiran Merdeka, Rabu (04/05/16). “Beginilah hidup kami sehari-hari, pahit-manis kami rasa sendiri,” sambungnya.
Abdul Manaf sehari-hari bekerja serabutan dengan penghasilan Rp50 ribu dan isterinya hanya buruh upahan. “Jangankan untuk membuat rumah baru, untuk merehab gubuk ini saja kami tidak mampu,” terangnya.
Namun mereka bersyukur, hasil dari bekerja serabutan itu bisa digunakan untuk makan sehari-hari dan membiayai dua anak yang masih sekolah.
Ia menyebutkan, sekitar tahun 2004 – 2005, ia pernah didatangi satu pihak. “Katanya dari Kantor Camat, untuk foto rumah dan minta fotokopi KK (Kartu Keluarga) dan KTP (Kartu Tanda Penduduk) saya, namun hingga saat ini tidak pernah kunjung datang bantuan rumah atau bantuan rehab rumah untuk keluarga kami,” sebutnya.
Bahkan, tuturnya liri, tidak pernah sekalipun pihak Pemkab maupun Dinas Sosial Aceh Timur datang untuk meninjau kondisi rumah dan kehidupan mereka.
Setiap tahun, diakuinya, ia sering mendengar adanya bantuan rehab rumah dan bantuan rumah duafa dan rumah layak huni. Namun tidak mereka tidak pernah merasakan adanya bantuan tersebut.
“Sementara warga lain yang rumahnya masih layak huni bahkan rumahnya beton dan besar mendapatkan bantuan rehab rumah dari pemerintah Aceh Timur melalui Dinas Sosial, sungguh ironis,” ujar Abdul Manaf.
Karena itu, ia sangat mengharapakan Pemkab Aceh Timur untuk menyalurkan bantuan kepada mereka. “Saya bermimpin ingin punya rumah beton, rumah yang layak dan bisa untuk kami berteduh, itu sudah cukup,” ungkapnya.
Pantauan Pikiran Merdeka didampingi Muhammad Keuchik Gampong Seneubok Kuyun, selain atapnya bocor, dinding rumah berukuran 5×7 meter itu juga sudah lapuk. Bahkan hampir seluruh dinding rumah reot akibat dimakan rayap.
Di dalam rumah Abdul Manaf yang kecil itu, ada dapur di satu sudut. Sementara untuk keperluan mandi dan air dirinya terpaksa mengambil di sumur sekitar 200 meter jaraknya dari rumah.[]
Belum ada komentar