Tidak saja persoalan ganti rugi lahan, pembagian dana kerahiman juga ditengarai sarat kejanggalan yang merugikan masyarakat di seputaran proyek Semen Laweung.
Di antara sekian masalah pada proses pembangunan pabrik semen PT SIA, salah satunya terkait dana kerahiman. Cekmad, warga Laweung kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (19/8) lalu, mengaku banyak kejanggalan dalam proses pemberian dana ‘cuma-cuma’ oleh perusahaan kepada masyarakat di dua kecamatan, Muara Tiga dan Batee.
“Di satu sisi, uang kerahiman ini kan katanya uang cuma-cuma. Yang kita heran, di balik itu masyarakat rupanya disyaratkan untuk menyetujui sejumlah poin,” ujar Cekmad.
Poin-poin itu, pertama, penandatangan berjanji mendukung sepenuhnya pendirina pabrik semen yang dilakukan oelh PT SIA. Kedua, penandatangan sepakat dan mengakui kepemilikan hak atas tanah milik PT SCA/PT SIA sebagaimana sertifikat HP Nomor 2 Tahun 1998 dengan luas 472 hektar. Ketiga, tidak akan mengganggu setiap proses pembangunan pabrik semen dari pelaksanaan sampai pada tahap penambangan. Lalu nama-nama penerima sumbangan akan dibuat dalam daftar lampiran yang merupakan kesatuan yang tidak terpisah dari berita acara tersebut. Terakhir, apabila masyarakat mengklaim memiliki hak atas tanah pada sertifikat hak pakai Nomor 2 Tahun 1998 akan ditindaklanjuti dengan menunjukkan bukti kepemilikian dan akan diverifikasi.
Demikian beberapa poin yang disebut dalam Berita Acara Pemberian Sumbangan/Bantuan Dari PT SCA Kepada Masyarakat Desa Mesjid, Desa Keupula, Desa Tgk Di Laweung Dan Desa Pawod. Semua desa ini terletak di kecamatan Muara Tiga. Total sumbangan yang diberikan sebesar Rp564.400.000.
Cekmad menyebutkan, banyak warga yang tidak tahu syarat–syarat tersebut. “Yang teken berita acara yang ada perjanjian itu kan cuma perangkat desa, geuchik, tuha peut, dan tuha lapan, dan itu tidak semua perangkat desa mau meneken setelah melihat isi perjanjian itu. Karena tidak sesuai dengan tema kerahiman,” ujar Cekmad.
Proses ganti rugi lahan juga menuai masalah. Menurut penuturan Cekmad, proses ganti rugi lahan selama ini tidak jelas rinciannya. “Seharusnya kalau ganti rugi lahan kan jelas mana koordinatnya, berapa per orangnya, berapa luas keseluruhan. Inilah yang belakangan muncul tudingan adanya pembohongan,” kata Cekmad.
Yang selama ini ia amati, banyak dari masyarakat hanya menandatangani form paraf saja. “Masyarakat cuma tandatangan form urutan paraf itu, sementara form di atasnya hanya diberikan kepada perangkatnya. Disajikan terpisah, padahal surat tersebut merupakan satu kesatuan dengan dokumen-dokumen lain yang tak terpisahkan. Janggal bukan?” akunya.
Ia juga bercerita, saat menghadiri acara pemberian santunan anak yatim di Gampong Tgk Di Laweung. Kepada geuchik, Cekmad menyampaikan seharusnya sebelum penyerahan dana itu, diperjelas segala syarat-syarat yang ada kepada masyarakat. ”Saya sudah sampaikan saat itu pada geuchik, seharusnya dijelaskan, mana petanya, mana koordinatnya, yang kita lihat kemarin kan sawah-sawah sudah masuk juga. Ini kan sudah tidak benar lagi. Seperti yang masuk lokasi Gampong Cot Pawod. Apa yang kita teken, jelaskan sepenuhnya,” beber Cekmad.
Baca: Jejak Perdamaian yang Terpenggal
Geuchik pun berang. “Itu bukan urusan kamu,” kata Cekmad meniru ucapan geuchik tersebut. Cekmad lalu membela diri. Ia tegaskan bahwa semua masyarakat harus tahu dampak yang akan diterima nanti. Karena mereka semua terdampak langsung dari proyek penambangan.
“Saat itu warga pun terpecah, ada pro dan ada yang kontra. Banyak warga yang sadar bahwa mereka tidak tahu apa yang mereka teken. Sebagian bahkan memutuskan tidak ikut teken,” imbuhnya.
Sementara Keuchik Gampong Tgk Di Laweung, Azhar MTaib mengungkapkan bahwa pemberian dana kerahiman jumlahnya beragam. Setiap gampong menerima jumlah yang berbeda-beda.
“Warga Gampong Tgk Di Laweung menginginkan dana kerahiman sama seperti diberikan untuk Gampong Cot yaitu Rp1.500.000 seperti yang sudah disepakati sesuai surat perjanjian. Jadi, warga saya ingin pemberian dana itu sama dengan yang lainya bukan Rp500 ribu,” tegas dia.
SUDAH TUNTAS
Menjawab polemik yang bermunculan seputar pembagian dana kerahiman, Yusri Musa selaku Direktur PT Saman Citra Agung memberikan klarifikasi. Kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (19/8) pekan lalu, ia mengatakan bahwa dana kerahiman sudah selesai dibagikan.
“Kita perlu tahu dulu apa definisi dana kerahiman itu. Kerahiman itu sifatnya sosial. Pada saat lahan itu sudah kita tinggalkan selama 20 tahun. Setelah sertifikat keluar tahun 1997, sudah beberapa kali kita ganti investor. Akhirnya datang Semen Indonesia (SI). Pada saat kita menemukan SI sebagai BUMN, mereka menyarankan pendekatan kepada masyarakat secara sosial,” katanya melalui sambungan telepon.
Meneruskan saran PT SI, pihaknya pun menjalin pertemuan dengan sejumlah pihak, seperti kepala desa dan mukim dari dua kecamatan mewakili gampong yang masuk dalam wilayah lahan PT SCA. “Jadi waktu itu hanya ada enam desa. Di Laweung ada lima, di Batee ada satu desa, Kulee. Kemudian kita petakan desa yang dominan persentasenya, lalu kita dapat di Muara Tiga yakni Desa Cot, di Batee ada Gampong Kulee. Desa Cot 50 persen, Kulee 40 persen, yang lain 10 persen. Saat memberi dana tersebut, masyarakatlah yang memilih terima tunai,” tambah Yusri.
Di Laweung, pihak PT SCA membagi dana kerahiman itu di tiga gampong. Waktu itu jumlahnya Rp300 ribu per kepala keluarga. Pembagian itu tuntas. “Kemudian di Desa Cot muncul komplain, mereka tidak mau Rp300 ribu, tapi Rp1 juta. Karena wilayah pendirian pabrik itu di wilayah mereka, katanya. Akhirnya kita ikuti, tapi timbul lagi keberatan, mereka mau lebih dari itu, akhirnya kita sepakat Rp1,5 juta,” katanya.
Saat proses pembagian dana kerahiman terealisasi mencapai 90 persen, muncul lagi komplain. “Minta ada tambahan lagi. Akhirnya kesepakatan menyangkut stakeholder lain termasuk perusahaan, akhirnya kita sepakati Rp1,5 miliar. Itu bukan lagi dana kerahiman, tapi uang bantuan desa,” ujar Yusri. Pihaknya lalu mempercayakan pembagian dana kerahiman melalui kuasa hukumnya dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).
Ketika itu Direktur YARA Safaruddin turun langsung ke masyarakat. “Dana sosial kerohiman, semua selesai, tidak ada lagi gugat menggugat. Semua ditandatangani, semua pihak mengetahui,” ujar Safaruddin kepada Pikiran Merdeka.
Memang diakui Yusri, ada beberapa desa yang menolak menerima dana tersebut. Namun ia tidak tahu apa penyebabnya. “Tinggal desa Tgk Di Laweung saat kita bagi ada yang menerima, ada yang tidak. Tapi umumnya menerima, saya tidak tahu kenapa ada yang tidak menerima. Ada persoalan di internal mereka sepertinya,” ujar dia.
Selain itu menyangkut soal ganti rugi lahan, pihak PT SCA mengaku telah menyelesaikannya sejak lama. “Sudah keluar sertifikat tahun itu dari BPN pusat. Selesai baik secara de jure maupun de facto. Artinya, kita sudah punya legalitas berupa surat. Secara de facto, selama 20 tahun tidak ada satu pun yang memprotes. Tak ada yang menggugat,” ujar Yusri.
Sementara Safaruddin dari YARA menjelaskan hal senada. Ia sendiri mengaku langsung turun memberi sosialisasi. “Kita umumkan di gampong bahwa siapa saja dari masyarakat yang belum selsesai masalah tanahnya silakan hubungi YARA, dengan membawa bukti-bukti. Malah kita ajarkan cara membuat suratnya. Tiga bulan diumumkan seperti itu, tidak ada yang datang. Ketika hendak kita ganti rugi, warga tersebut malah tidak bisa tunjukkan bukti,” katanya.
Pihaknya mengaku kesulitan dalam memberi bantuan kepada masyarakat. Yusri selaku Direktur PT SCA merasa aspek sosial adalah hal yang jauh lebih prioritas untuk diselesaikan. Tapi Semen Indonesia selaku perusahaan plat merah memang sangat berhati-hati memberikan bantuan dalam bentuk dana tunai. “Sedangkan masyarakat kita ini lebih senang menerimanya tunai. Tapi kalau dia mintanya program, sekarang juga bisa kita bantu. Ini kan BUMN. Kalau mengeluarkan uang harus hati-hati. Biar tidak kena hukum nanti, jadi itu masalahnya,” aku Yusri.
Baca: Kisruh Partai Aceh dan PAW Suka-suka
Ia berharap, dengan berdirinya pabrik semen PT SIA sebagai hasil kerjasama PT SCA dan Semen Indonesia, masyarakat bisa memetik hasil berupa pembangunan di kawasan tersebut. “Hari ini mungkin belum nampak, tapi nanti anak cucu akan memetik hasilnya,” katanya.
Keberadaan perusahaan skala besar itu di Laweung, lanjut Yusri, hendaknya tidak menjadi sebuah kekhawatiran bagi masyarakat. Karena, Semen Indoensia merupakan perusahaan BUMN. “Perlu dicatat, dia tidak akan meninggalkan masalah sosial. Prioritasnya adalah pemerataan kesejahteraan masyarakat. Ini bukan perusahaan kapitalis. Ini BUMN, punya negara. Pasti yang dikedepankan itu kepentingan masyarakat. Jadi jangan sampai lah riak-riak kecil mengganggu upaya untuk mensejahterakan masyarakat,” tutupnya.[]
Laporan 1: Sengkarut Dana Kerahiman Semen Laweung
Laporan 2: Destinasi Wisata Guha Tujoh Ikut Tergerus
Belum ada komentar