Isu seputaran uqubat cambuk ‘digoreng’ dan dilemparkan ke publik. Irwandi-Nova menjadi sasaran sengat di awal kepemimpinan memiloti Aceh.
“Menurut yang saya dengar saat itu, wacana tersebut muncul dari Pak Irwandi Yusuf. Namun demikian, untuk lebih jelasnya mohon dikonfirmasi dengan Pak Irwandi Yusuf. Mungkin (bisa jadi) saya yang salah mendengar.”
Statmen ini dikemukan Irwan Djohan lewat postingan di laman facebooknya. Kiriman politisi NasDem ini langsung ‘diserbu’ beragam komentar netizen.
Dalam tulisannya, Irwan meminta publik tak menyalahkan Presiden Jokowi yang disebutkan oleh sejumlah media menginginkan agar pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh diperbaiki agar tak menghambat investasi di Aceh. Postingan yang ditulis Irwan di laman facebook pada 13 Juni itu menjadi puncak polemik isu modifikasi pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh. Sejak sepekan terakhir, isu ini bergulir liar di masyarakat Aceh.
Sebelum menulis di jejaring sosial yang dibuat oleh Mark Zuckerberg itu, Irwan juga sempat memberi penjelasan kepada seorang netizen di instagram. “Saya dengar langsung saat Pak Jokowi berbicara dengan Pak Irwandi Yusuf soal hukum cambuk itu, tapi yang saya dengar, ide untuk pelaksanaan hukuman cambuk secara tertutup itu bukan berasal dari pak Jokowi, tapi gagasan pak Irwandi Yusuf,” tulisnya dalam sebuah komentar di Instagram.
Sejatinya, pernyataan Irwan yang menyatakan Irwandi adalah pengusul modifikasi cambuk ini berawal dari pertemuan Wali Nanggroe, Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Sekda Aceh, Pimpinan DPRA, dan sejumlah ulama dengan Presiden Jokowi di Istana Negara pada Selasa, 12 Juli lalu.
Seusai pertemuan itu, Wagub Aceh Nova Iriansyah yang ditanyai wartawan membeberkan beberapa hal terkait isi pembicaraan mereka dengan presiden. Menurutnya, seperti dikutip dari laman okezone.com, hukuman cambuk yang diberlakukan di Aceh selama ini sering dipersoalkan dunia internasional.
“Itu persepsi sebetulnya sudah benar. Tapi di luar negeri itu sangat tidak baik karena itu Pak Presiden minta bagaimana Pemerintah Aceh menjelaskan bahwa itu tidak seperti yang dipersepsikan,” kata Nova di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (11/7/2017).
Untuk itu, aturan ini pun siap dimodifikasi. Rencananya, hukum cambuk tidak lagi dilakukan di tempat umum. “Pak Gubernur berencana melokalisir lokasi perencanaan hukuman itu. Selama ini kan di depan umum, pengertian di depan umum kan tidak harus di depan orang ramai, 3 orang lebih itu sudah di depan umum. Dan Pak Gubernur mengusulkan qanunnya sendiri tidak diubah, tapi teknis eksekusinya yang diubah,” ujarnya.
Nova juga merincikan pelaksanaan hukuman cambuk nantinya akan dilakukan di dalam penjara. Diharapkan, hukum tidak lagi menjadi viral di media sosial sehingga tidak menimbulkan persepsi negatif investor. “Pak Gubernur tadi sudah menjelaskan, teknis pelaksanaannya yang dimodifikasi. Kalau Qanun-nya kami ubah nanti akan bermasalah secara politis,” jelasnya lagi.
Menurut Nova, investor sudah diberikan penjelasan terkait hal ini. Hanya saja, dengan adanya viral video cambuk di media sosial turut mempengaruhi persepsi investor.
Hukuman ini pada dasarnya tidak bermasalah bagi para ulama. Efek jera pun berhasil diberikan karena aturan. Namun, pemerintah juga perlu memperhatikan para investor untuk pembangunan Aceh ke depan.
“Rata-rata hukuman cambuk turun, ada efek jera. Tetapi sekali dilakukan hukum cambuk (disiarkan) ke seluruh dunia. Karena itu akan kami minimalisir peliputannya, lakukan di dalam penjara, sekarang kan di depan masjid, sehabis solat Jumat, anak-anak yang seharusnya tidak boleh, tapi jadi lihat juga. Saya pikir pemerintah pusat betul, kami harus lakukan sesuatu,” tutupnya.
Penjelasan Nova inilah yang kemudian diterjemahkan beragam oleh berbagai kalangan di Aceh. Pro kontra bermunculan. Banyak pihak menuding permintaan presiden soal modifikasi hukuman cambuk ini tak berdasar jika diakitkan dengan ketertarikan investasi di Aceh.
Wacana melokalisir pelaksanaan cambuk agar tak dihadiri anak-anak dan dilakukan semi terbuka ini akhirnya mendapat respon dari Irwan Djohan. Dalam tulisannya, Irwan terkesan membela Presiden Jokowi dan menyebut nama Irwandi sebagai orang pertama yang berinisiatif memodifikasi pelaksanaan hukuan cambuk.
Menurut pengakuan Irwan, sebagai salah seorang pimpinan DPRA yang ikut dalam jamuan makan siang di kediaman presiden, ia menyatakan presiden pada dasarnya tak mengerti secara teknis pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh. Dalam pertemuan itu, presiden hanya mengharapkan agar Pemerintah Aceh yang baru untuk fokus memperbaiki citra Aceh, terutama terkait masalah keamanan, agar Aceh menjadi lebih menarik minat investor. Presiden Jokowi sudah memahami bahwa kondisi Aceh saat ini sebenarnya sudah sangat aman. “Terbukti dengan suksesnya pelaksanaan Pilkada,” ujar Irwan menirukan kalimat presiden Jokowi.
Pembicaraan kemudian menyerempet ke pelaksanaan hukuman cambuk yang sering dibesar-besarkan oleh media asing secara provokatif. Diakui Irwan, kemudian muncul wacana untuk mengubah prosesi hukuman cambuk di lokasi yang tertutup, misalnya di dalam areal penjara, dan tidak dipertontonkan kepada publik. “Menurut yang saya dengar saat itu, wacana tersebut muncul dari Pak Irwandi Yusuf. Namun demikian, untuk lebih jelasnya mohon dikonfirmasi dengan Pak Irwandi Yusuf. Mungkin (bisa jadi) saya yang salah mendengar,” sebut Irwan.
Diakui Irwan, menurut pengamatannya, Presiden Jokowi tidak memahami secara detil tentang pelaksanaan hukuman cambuk yang sudah dilaksanakan di Aceh selama ini. “Saat itu Pak Presiden tidak banyak berkomentar tentang bagaimana seharusnya hukuman cambuk dilaksanakan. Saya perhatikan Pak Presiden hanya mengangguk-angguk saja.”
“Jadi intinya, tidak ada perintah, apalagi desakan dari Pak Presiden Jokowi untuk mengubah cara pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh. Semua pembicaraan itu baru sekadar diskusi atau wacana saja,” tegas Irwan.
Sejak Irwan menulisnya di media sosial, berita itu kian viral. Postingan tersebut hingga Sabtu malam pekan lalu sudah ditanggapi ratusan komentar dan ratusasan kali dibagikan oleh netizen. Hampir seluruh media juga memuat statmen Irwan Djohan yang menyebut bahwa Irwandi sebagai pengusul wacana modifikasi hukuman cambuk.
Bahkan Irwan Djohan juga menyebut Wali Nanggroe Malik Mahmud “curhat” kepada Jokowi bahwa dirinya sering menerima keluhan dan protes dari lembaga asing tentang pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh.
“Bahkan Wali Nanggroe juga bercerita bahwa saat rombongan Kedutaan Besar Swedia datang ke Aceh dan bertemu dengan Wali Nanggroe serta Gubernur Zaini Abdullah, pihak Swedia sempat protes sampai memukul meja dan bertanya kepada Wali Nanggroe serta Gubernur Zaini, mengapa mereka yang sudah lama tinggal di Eropa, masih membiarkan pelaksanaan hukuman cambuk di Aceh?” tulis Irwan.
Sayangnya, tak ada bantahan maupun penjelasan dari Malik Mahmud terkait pengakuan Irwan di laman facebooknya. Setelah tulisan Irwan Djohan jadi santapan warganet dan dikutip oleh berbagai media, wacana modifikasi ini kian menyengat Irwandi-Nova.
Tak ingin berlama-lama menjadi isu yang menyandera kerja mereka, Nova Iriansyah akhirnya memberikan penjelasan secara khusus kepada media. Dalam pidato saat acara coffee morning di Rumah Dinas Wakil Gubernur Aceh, Kamis (13/7/2017), Nova menjelaskan rencana modifikasi baru sebatas wacana dan belum didiskusikan lebih lanjut.
Nova mengajak berbagai pihak tak merespon berlebihan terhadap gagasan tersebut. “Saya sudah mencoba mengklarifikasi itu. Tapi tidak tahu apakah porsinya sudah cukup. Yang jelas ramainya pembahasan di medsos saya merasa bersalah, (karena) yang disalahkan itu presiden,” ujar Nova.
DITEGUR GUBERNUR
Wacana yang disampaikan Nova terkait modifikasi hukum cambuk akhirnya ditanggapi Irwandi. Diakui Nova, secara personal Irwandi menyatakan kepadanya menyayangkan penejelasan soal modifikasi hukuman cambuk kepada media. Menurut Nova, Irwandi tak ingin hal tersebut menjadi konsumsi publik sebelum benar-benar dikaji.
“Pak gubernur WA ke saya sejak kemarin, tentang penyesalannya karena secara prematur saya bicara seperti itu kepada wartawan,” ujar Nova yang juga Ketua Partai Demokrat Aceh ini.
“Mungkin maksud pak gubernur jangan dipublikasikan dulu. Mungkin ini yang berbeda (karakter) dengan saya, saya orang yang terbuka, yang tidak merasa perlu menyembunyikan yang baik. Tapi pak gubernur juga benar. Maksud kita baik, kita sampaikan secara baik, tapi responnya negatif,” jelasnya lagi.
Wacana ini diakui Nova bisa saja batal. Berdasarkan komunikasinya dengan Irwandi, Nova mengakui wacana tersebut bisa saja tak akan pernah terealisasi. “Pak gubernur mengatakan kepada saya, (wacana) ini bisa saja batal,” kata dia lagi.
Iia menjelaskan, bila berbagai gagasan yang disampaikan pemerintah direspon negatif, dikhawatirkan akan membuat pemimpin menjadi konservatif, terlalu hati-hati, sehingga kreativitas menjadi mati. “Akhirnya terobosan jadi nihil. Kita tak boleh kalah dengan siasat negatif,” imbuhnya.
“Saya yakin ini didesain dari pihak lain,” katanya tanpa bersedia menjelaskan siapa yang ia maksud.
Sayangnya, upaya konfirmasi Pikiran Merdeka dengan Irwan Djohan tak berhasil. Irwan yang dihubungi Pikiran Merdeka pada Minggu, 16 Juli tak mengangkat panggilan masuk di nomor ponselnya.
Irwandi Yusuf yang belakangan sibuk dengan agenda pelantikan kepala daerah di berbagai kabupaten/kota juga belum bersedia memberikan penjelasan terkait wacana modifikasi hukuman cambuk dan tudingan Irwan Djohan bahwa dirinya sebagai pengusul rencana tersebut. Melalui ajudan Irwandi, Hendri Yuzal, Pikiran Merdeka telah mengirimkan permintaan wawancara kepada Irwandi.
“Bapak ada di Lamprit (kediaman Irwandi-red), namun saat ini tengah ada tamu dan cukup sibuk. Nanti saya beri tahu jika bapak sudah ada waktu,” jelas Hendri, Sabtu pekan lalu.[]
http://www.pikiranmerdeka.co/2017/07/21/wagub-aceh-masih-wacana-sudah-dipolitisir/
Belum ada komentar