PM, Banda Aceh – Pernyataan pelaksana tugas (Plt) Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang menyebut bahwa sawit tidak merusak lingkungan, patut dipertanyakan. Politisi dari Partai Nanggroe Aceh (PNA), Samsul Bahri alias Tiyong menyesalkan pernyataan tersebut.
“Pernyataan itu tak lebih sebagai bentuk keberpihakannya kepada korporasi perkebunan sawit yang sering terlibat perusakan lingkungan. Hal ini patut disesali,” kata Tiyong, Jumat (19/7).
Ia mengatakan, selama ini banyak bencana yang diakibatkan oleh kegiatan pembukaan lahan sawit di beberapa wilayah di Aceh. Banjir bandang dan kebakaran lahan adalah bencana yang paling sering terjadi.
Dengan menyebut sawit tak merusak lingkungan, ia menilai Plt Gubernur Nova Iriansyah tidak peka pada nasib korban bencana di sekitar area perkebunan sawit.
“Harusnya Plt mengeluarkan statement yang berimbang. Silakan beri dukungan kepada pihak perkebunan sawit, tapi jangan abaikan juga hak-hak masyarakat yang sering terdampak bencana. Apalagi sebagai kepala daerah harusnya Plt Nova lebih menunjukkan empati kepada eks korban bencana,” kata anggota DPRA itu.
Sebelumnya, Aceh sudah beberapa kali mengalami bencana akibat keberadaan perkebunan sawit. Banjir bandang Aceh Tamiang tahun 2006, sebut Tiyong, merupakan bencana ekologi paling parah akibat pembukaan lahan sawit besar-besaran diwilayah tersebut.
Begitu juga dengan dampak pembukaan perkebunan sawit di kawasan lahan gambut Rawa Tripa. Kerusakan lingkungan di kawasan itu telah mengakibatkan ribuan orang utan yang merupakan satwa langka musnah. Sementara di tempat lainnya, perambahan hutan di rawa Singkil untuk perkebunan sawit juga telah mengakibatkan kawasan pemukiman penduduk sering dilanda banjir.
“Melihat fakta di atas, bukti apalagi yang dibutuhkan oleh Plt Gubernur untuk mengakui kehadiran perkebunan sawit telah banyak merusak lingkungan. Sudah banyak peristiwa bencana alam yang diakibatkan pembukaan lahan sawit secara sembarangan,” ujarnya.
Selama ini, menurut Tiyong tak sedikit perkebunan yang dipaksakan di wilayah yang sebenarnya tak layak untuk kawasan perkebunan. Berbagai pelanggaran seringkali dilakukan pihak perusahaan sawit yang berujung pada perusakan lingkungan.
“Merambah hutan lindung, merambah lahan perkebunan rakyat dan land clearing dengan pembakaran lahan adalah contoh pelanggaran yang sering dilakukan,” imbuh Tiyong.
Ia berharap Plt Gubernur meminta maaf atas pernyataannya yang telah melukai masyarakat yang sering terpapar bencana ekologi akibat kehadiran lahan sawit.
“Selanjutnya Plt sebaiknya melibatkan para pegiat lingkungan untuk menemukan formulasi terbaik dalam menangani berbagai persoalan lingkungan agar dapat meminimalisir terjadinya bencana alam. Kehadiran perusahaan perkebunan kita harapkan membuat masyarakat setempat sejahtera, bukan malah sengsara,” tandasnya.
Belum ada komentar