PM, Banda Aceh – Yayasan Blood For Life Foundation (BFLF) Indonesia telah mencapai usia satu dekade. Direktur BFLF, Michael Oktaviano mengatakan banyak hal yang telah dicapai dalam upaya penyediaan layanan kesehatan gratis kepada masyarakat yang membutuhkannya.
Puncaknya, BFLF menjalin kolaborasi dengan Universitas Syiah Kuala dan Organisasi Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Aceh. Kerja sama yang dibangun terkait peminjaman inkubator portabel gratis dan memberikan pemeriksaan medis gratis bagi masyarakat kurang mampu.
“BFLF berperan sebagai tempat serta penghubung masyarakat yang membutuhkan dengan para ahli tersebut,” terang Michael Oktaviano saat peringatan 10 tahun BFLF dan peluncuran Rumah Sehat serta Inkubator Portabel, Sabtu (13/2/2021).
Ia bercerita, BFLF semula hanya sebuah gerakan memenuhi kebutuhan darah masyarakat di Banda Aceh. Namun kini, telah tumbuh menjadi ‘tempat singgah’ dan fasilitator untuk banyak mitra, baik dari lembaga pemerintah maupun swasta.
“Saya pikir mimpi menghadirkan pelayanan dan alat medis gratis yang bisa diakses mudah oleh masyarakat kurang mampu di Aceh yang mempertemukan kita semua hari ini,” kata dia.
Rumah Singgah BFLF hadir empat tahun setelah BFLF berdiri, pada 26 Desember 2010 lalu. Rumah tersebut bagian dari usaha BFLF membantu masyarakat dari kabupaten/kota di Aceh, yang membutuhkan tempat menginap selama berobat jalan di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUDZA), Banda Aceh.
Rumah ini juga jadi prioritas bagi BFLF, lantaran sangat bermanfaat dan bisa meringankan biaya selama pasien dan keluarganya berada jauh dari kampung halaman. BFLF juga tak hanya menyediakan tempat menginap layak, namun juga kebutuhan pokok, seperti air siap minum, beras, minyak goreng, gula, dan lainnya, tersedia di sana.
“Saya berharap kerja sama dan MoU selama ini dengan berbagai pihak, bantuan dari para mitra dan donatur untuk kerja nyata kita semua dalam memudahkan kebutuhan pasien, kerja para relawan BFLF di mana pun berada, semoga tetap konsisten. Semoga semua kebaikan kita terus berlanjut,” tutup Michael.
Selain itu, peluncuran mini factory inkubator oleh Jurusan Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (JTMI FTUSK), juga untuk memberitahukan kepada publik bahwa kampus tersebut telah berhasil merakit sendiri inkubator portabel, yang merupakan sharing pengetahuan dari Yayasan Bayi Prematur Indonesia.
Peminjaman inkubator portabel gratis di Aceh sudah berlangsung sejak 2014, lewat seorang relawan inkubator, Ratna Sary yang juga staf pengajar di Jurusan Teknik Mesin dan Industri (JTMI) Universitas Syiah Kuala.
(*)
Belum ada komentar