Saat Mawardi Kecanduan Instruksi Segmen Syariat

Bupati Aceh Besar Mawardi Ali. (Foto IST)
Bupati Aceh Besar Mawardi Ali. (Foto IST)

Bupati Aceh Besar kembali mengeluarkan instruksi seputar penegakan syariat Islam. Seteleh membidik pramugari tanpa hijab, giliran memberantas aktivitas LGBT.

Belum usai kehebohan instruksi jilbab bagi pramugari maskapai yang melayani penerbangan ke Bandara Sultan IskaTetapkan gambar unggulanndar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh Besar, sudah keluar instruksi baru dari Bupati Aceh Besar Mawardi Ali. Isinya, pemerintah setempat melarang usaha salon dan rumah kecantikan dijalankan waria.

Imbauan itu dikeluarkan melalui Instruksi Bupati Nomor 1 Tahun 2018 tentang penertiban, perizinan terhadap usaha pangkas/salon/rumah kecantikan yang dikelola dan didiami oleh kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di wilayah Aceh Besar.

Dalam surat tersebut, bupati terpilih pada Pilkada lalu ini meminta dinas terkait mencabut izin usaha pangkas/salon/rumah kecantikan yang telah diterbitkan jika terbukti melanggar aturan atau hukum yang berlaku.

Mawardi juga menginstruksi Kepala Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh untuk mensosialisasi Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang lesbian, gay, sodomi dan pencabulan pada daerah yang terindikasi terjadi penyimpangan.

Kepada Polisi Wilayatul Hisbah atau WH, Bupati Aceh Besar juga meminta untuk melakukan pengawasan dan penertiban. Ia juga meminta para camat di jajarannya untuk ikut melakukan monitoring terhadap usaha dimaksud dan melaporkan temuannya kepada bupati.

Baca: Lagi, Bupati Aceh Besar Mawardi Keluarkan Intruksi “Larang Perayaan Valentine Day”

Mawardi Ali kepada Pikiran Merdeka mengakui telah mengeluarkan instruksi penertiban terhadap rumah kecantikan dan salon yang dikelola dan didiami oleh kelompok LGBT di wilayah Aceh Besar.
“Iya, benar sudah diterapkan, ini masih tahap sosialisasi,” kata Mawardi Ali, Sabtu (10/2).

Dikutib dari kumparan.com, Mawardi menegaskan bahwa Pemkab Aceh Besar melarang keras segala tindakan yang melanggar aturan syariat. Salah satunya terkait keberadaan kelompok LGBT. Oleh sebab itu, ia tidak mengizinkan bagi pemilik usaha salon yang dikelola oleh kelompok waria atau mempekerjakan waria.

“Jika ditemukan pekerjanya waria, kita akan mencabut izin usaha salon itu,” kata Mawardi.

Mawardi mengaku dalam waktu dekat ini akan mengadakan rapat dengan seluruh camat, untuk mendata salon-salon yang berada di wilayah Aceh Besar. Seluruh pegawai kecamatan di Aceh Besar, kata Mawardi, akan melakukan monitoring terhadap kegiatan usaha salon dan rumah kecantikan. Apapun hasil monitoring tersebut harus disampaikan kepadanya.

“Dari hasil laporan itu nanti kita meminta dinas terkait melalui Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah untuk menutup usaha salon yang terbukti melanggar aturan,” ujarnya.

Belum lama ini, Bupati Aceh Besar Mawardi Ali juga mengeluarkan instruksi bagi maskapai penerbangan yang membuka rute ke Aceh melalui Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar. Ia meminta para pramugari untuk mengenakan hijab atau penutup kepala.

Instruksi Bupati Aceh Besar ini sempat mebuat heboh dan menjadi viral di media sosial. Banyak pihak mendukung penegakan syariat Islam yang dijalankan oleh Bupati Mawardi Ali. Namun, ada juga yang kontra dengan kebijakan tersebut.

Mawardi Ali menegaskan, pelaksanaan syariat Islam di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh Besar, sesuai dengan instruksi surat edaran yang dikeluarkannya pada tanggal 18 Januari 2018, semata-mata demi penegakan syariat Islam di Aceh, khususnya di Kabupaten Aceh Besar.

Dalam surat edaran tersebut kata Bupati, diwajibkan bagi masing-masing maskapai agar pramugarinya mengenakan hijab atau penutup kepala dan memakai busana sesuai syariat Islam.

“Meskipun maskapai ini bersifat nasional dan internasional, tapi ini adalah menghargai aturan yang ada di Aceh. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung,” tegas Mawardi Ali saat meninjau bandara SIM Aceh Besar, Rabu (31/1) lalu.

Dia menyebutkan, sejauh ini belum ada pihak-pihak yang menyatakan protes atas kebijakannya tersebut. “Bahkan kita banyak mendapat dukungan, terutama dari pihak maskapai sendiri,” ujarnya.

Mawardi Ali menjelaskan, aturan tersebut dikeluarkan sesuai dengan dengan UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Aceh, serta didukung Qanun Provinsi Aceh Nomor 11 Tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat Islam di bidang aqidah, ibadah dan syiar Islam dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Mawardi Ali juga mengungkapkan, jika para pramugari yang masuk ke Bandara SIM Aceh telah menggunakan hijab, maka akan ada nilai positif tersendiri.

“Para pramugari nantinya kan tetap terlihat cantik dalam balutan busana muslimah. Saya pikir masyarakat juga bisa mencontohkan busana yang dikenakan para pramugari ini, bagaimana mengenakan pakaian muslim yang benar,” katanya.

Mawardi menambahkan, tidak ada sanksi yang menakutkan jika aturan ini tidak dilaksanakan oleh maskapai. “Dalam aturan syariat Islam tidak ada hukuman sampai eksekusi cambuk, jika tidak menggunakan hijab bagi wanita. Ini kan dalam bentuk sosialisasi. Bagi warga Aceh sendiri juga tidak ada hukuman yang sampai dilakukan cambuk jika tidak menggunakan jilbab. Namun jika maskapai tidak mengindahkan, kita tetap melakukan pemantauan. Bila perlu nanti kita bagi-bagi jilbab kepada pramugari,” pungkasnya.

Sejumlah maskapai merespon positif terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh Bupati Aceh Besar. Maskapai Lion Air Group mengatakan pihaknya jauh hari sudah melaksanakan imbauan itu di maskapai Batik Air, dan akan menyusul bagi maskapai Lion Air.
Pihak Garuda Indonesia dan maskapai Citilink pun serupa.

“Kita dari Citilink sebelum keluar surat edaran dari bupati, pramugarinya sudah pakai hijab. Sejak tanggal 3 Maret 2016 sudah mulai pakek hijab, ya sejak baru pertama Citilink masuk ke Aceh,” kata Muhammad Suban, Perwakilan Seksi Manager Maskapai Citilink Aceh.

“Kebetulan kita ada dua flight pagi dan siang, khusus yang di Banda Aceh sudah menggunakan hijab. Kita menyambut baik program dari bupati,” tambahnya.

Belakangan, penerapan instruksi ini semakin heboh dan viral di media sosial, setelah presenter CNN, Indra Maulana terlibat peredebatan dengan Bupati Mawardi Ali. Kala itu ia melakukan wawancara seputar kewajiban hijab pramugari dengan Mawardi Ali.

Dalam hitungan menit, cuplikan wawancara yang berlangsung pada Jumat (2/2) itu beredar di dunia maya dan jadi perbincangan netizen di media sosial. Perdebatan ini berawal saat Indra menanyakan soal kewajiban hijab bagi pramugari. Namun, dialog via seluler itu mendadak tegang setelah Mawardi menilai Indra tidak mengerti hukum Islam yang diterapkan di Aceh.

“Wajib itu kan di daerah Aceh, adinda, susah nih menjelaskannya. Kamu nggak ngerti hukum Islam?” tutur Mawardi Ali, seperti dialansir tribunnews.com.

“Apa maksud Anda tidak mengatakan belum mengerti hukum, berarti Anda menuding lagi, Anda menjawab saja pertanyaan,” balas Indra. Setelah itu Mawardi menutup telepon.

Ada yang menilai sang bupati sensitif namun tak sedikit yang menyalahkan Indra yang dinilai terlalu memojokkan.
Persoalan tidak berhenti di situ, Komisi Penyiaran Indonesia Aceh (KPIA) beberapa waktu lalu melayangkan surat kepada KPI Pusat untuk memberikan sanksi untuk CNN Indonesia, terkait adanya pelanggaran pada program siaran CNN Indonesia Prime News yang ditayangkan oleh Transvision.

“Berdasarkan pantauan dan hasil analisis, KPI Aceh menemukan adanya pelanggaran sehingga meminta KPI Pusat untuk memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan tersebut,” kata Ketua KPI Aceh, Muhammad Hamzah di Banda Aceh.

Adapun beberapa pelanggaran dalam program yang tayang pada 1 Februari 2017 pukul 19.30 WIB, dipandu presenter Indra Maulana tersebut, yakni pelanggaran atas pedoman perilaku penyiaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 pasal 6, pasal 8, pasal 22 ayat (2), pasal 35 huruf (b) dan pasal 27 ayat (3) serta standar program siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 pasal 40 huruf (a).
Pihaknya berharap, KPI Pusat dapat memberikan sanksi tegas terhadap beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh satu program siaran yang disiarkan oleh salah satu televisi nasional tersebut.

APRESIASI

Instruksi penertiban terhadap salon dan rumah kecantikan yang mempekerjakan waria mendapat dukungan penuh dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Besar Tgk Mufaddhal Zakaria. Sekretaris Komisi V ini juga mengapresiasi langkah Bupati Aceh Besar Mawardi Ali dalam menegakkan syariat Islam di wilayah itu.

Tgk Mufaddhal Zakaria

“Ini sangat bagus. Kita menyambut baik dan memberikan apresiasi khusus kepada bupati yang ingin membangun Aceh Besar dengan berlandaskan syariat Islam. Ini sesuai visi dan misi yang dikampanyekan,” ujar politisi PDA ini kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (10/2).

Menurut Mufaddhal, langkah yang dilakukan oleh Bupati Aceh Besar sudah sesuai dengan perintah agama. “Ini bukan perintah bupati dan bukan keinginan warga Aceh Besar, tapi ini perintah agama. Sebagaimana kita ketahui LGBT juga dilarang dalam agama,” ujarnya.
Secara pribadi, sambungnya, ia juga menginginkan tempat-tempat yang menjadi lokasi pelanggaran syariat Islam seperti salon dan rumah kecantikan ditertibkan. Terlebih, tempat tersebut mempekerjakan waria atau LGBT.

“Secara pribadi saya juga menolak dan bahkan di berbagai sudut saya pasang spanduk penolakan. Ini sangat sejalan, diperkuat dengan instruksi bupati,” tambahnya.

Menurut dia, penegakan syariat Islam tidak perlu ditakutkan karena bukan sebuah momok yang menakutkan. Sebaliknya, kata Mufaddhal, jika syariat Islam ditegakkan secara kaffah maka akan menguntungkan semua pihak.

Atas dua instruksi yang telah dikeluarkan oleh Bupati Aceh Besar tersebut, Mufaddhal meminta agar diawasi dan dievaluasi. Sehingga, apa yang telah dicanangkan itu benar-benar terealisasi. “Setelah diterapkan, ini harus diveluasi, baik yang penertiban salon maupun penerapan jilbab bagi pramugari,” harapnya.

HARUS ADA SOLUSI

Ketua DPRK Aceh Besar Sulaiman SE juga mengaku setuju dan mendukung langkah bupati untuk memberantas salon dan rumah kecantikan yang tidak sesuai dengan koridor dan penegakan syariat Islam.

 

Sulaiman SE

“Kalau masalah penertiban usaha yang melenceng kita setuju dan mendukung. Tapi kalau usahanya bagus, saya rasa tidak masalah,” ujar Sulaiman, Sabtu (10/1), kepada Pikiran Merdeka.

Hanya saja, sambung Sulaiman, ia tidak setuju dengan pernyataan tidak ada tempat dan ruang bagi kelompok Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Kabupaten Aceh Besar. Menurutnya, ruang bagi kelompok tersebut tetap harus diberikan, dengan catatan mereka harus berubah dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma dan syariat Islam.

“Jika benar bupati mengatakan bahwa tidak ada tempat bagi mereka (LGBT), saya tidak setuju. Bagi saya, mereka itu orang sakit dan bisa diobati. Jangan karena mereka sakit, kita tidak memberikan ruang bagi mereka. Namun mereka juga harus bersedia berubah dan ini butuh peranan dan pembinaan dari pemerintah. Baik itu melalui ajakan maupun sosialisasi dan pembinaan,” kata Sulaiman.

Sulaiman berharap, setiap instruksi yang dikeluarkan oleh bupati harus ada solusi dan jalan keluar. “Jika memang membuat larangan, harus ada solusi yang diberikan dan itu tugas pemerintah,” pungkasnya.

KURANGI PENCITRAAN

Pengamat pemerintahan dan politik, Dr Amri mengingatkan kepemimpinan Mawardi Ali agar lebih baik fokus pada visi, misi dan janji mereka saat kampaye. Namun demikian, ia juga mendukung terkait kebijakan penertiban salon dan rumah kecantikan yang melanggar syariat dan mempekerjakan kelompok LGBT.

Dr Amri

“LGBT itu kan dilarang dalam agama, pasti kita dukung. Tapi jangan melupakan tugas dan funsi sebagai Bbupati. Tugas Bupati kan sudah ada dan disahkan oleh Mendagri, itu saja yang dikerjakan,” ujarnya.

Ia menyarankan agar bupati lebih fokus pada aspek pemerintahan dan terus melakukan berbagai program dalam rangka pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Aceh Besar.

Terlebih, kata dia, berdasarkan data BPS Aceh tahun 2017, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Aceh Besar berada di urutan nomor lima, dengan persentase 62,67. “Jumlah penduduk miskin di Aceh Besar khususnya di daerah pesisir dan pedalaman masih banyak, itu harus menjadi pehatian serius pemerintah daerah,” tegsanya.

Meski demikian, kata dia, peningkatan kesejahteraan masyarakat tentunya tanpa mengenyampingkan penegakan syariat Islam. “Aspek politis dan pencitraan sudah bisa dikurangi sedikit karena sudah jadi bupati. Lebih bagus fokus pada visi dan misi yang sudah dijanjikan kepada masyarakat. Apa visi dan misi, itu saja. Yang jelas, syariat Islam tetap harus ditegakkan,” ujarnya.

Untuk merealisasikan janji politiknya saat kampanye, sambung Amri, Bupati Mawardi harus fokus pada visi dan misinya dan membuatnya dalam bentuk program dan pencapaian.

“Setelah dilantik apa yang sudah dicapai oleh pemerintahannya selama 100 hari kerja? Apakah visi dan misinya sudah dilaksanakan dan mulai diprogramkan? Jika memang belum, sebaiknya fokus pada itu saja,” saran Amri.

Sementara itu, anggota DPRK Aceh Besar Tgk Mufaddhal mengatakan, sejauh program pembangunan baik perekonomian dan insfrastruktur di Aceh Besar telah berjalan sesuai dengan visi dan misi bupati dan wakil bupati.

Artinya, kata dia, Pemerintahan Mawardi Ali dan Tgk H Husaini A Wahab, usai dilantik dalam membangun Aceh Besar tetap memprioritaskan pemberdayaan ekonomi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraaan masyarakat Aceh Besar.

“Selaku dewan, saya meilihat pembangunan yang dijalankan sejalan antara penegakan syariat Islam dan pembangunan ekonomi serta fisik di Aceh Besar. Ini sesuai dengan visi dan misi mereka membangun Aceh Besar berlandaskan Syariat Islam,” ujarnya.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Wagub: Undang-Undang Desa Harus Perkuat Sektor Pertanian
Wakil Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf saat menjadi pembicara pada Seminar Regional Lomba Karya Tulis di GOR AAC Unimal, Cunda, Kota Lhokseumawe, Selasa (23/2)

Wagub: Undang-Undang Desa Harus Perkuat Sektor Pertanian

souvennir
Pj. Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh, Mellani Subarni, saat meninjau rumah produksi perajin tas bordir khas Aceh di Ulee Madon, Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Selasa (20/8/2024). Foto: Biro Adpim Setda Aceh

Produk Tas Bordir Perajin Aceh Jadi Souvenir Tamu PON XXI

IMG 20210106 WA0002
Gubernur Aceh, Nova Iriansyah bersama Kapolda Aceh, Wahyu Widada, Kajati Aceh, Muhammad Yusuf, Kasdam IM, Joko Purwo Putranto menghadiri Press Conference Pengungkapan Jaringan Gelap Narkotika Jenis Sabu Sebanyak 61 Kg, di Aula Serbaguna Polda Aceh, Banda Aceh, Rabu (6/1/2021). (Foto/Humas)

Butuh Gerakan Masif Berantas Narkoba di Aceh