Rute Haji Mesir Menurut Catatan Al-Jazeeri

Rute Haji Mesir Menurut Catatan Al-Jazeeri
Ilustrasi perjalanan haji

Berdasarkan catatat al-Qalqa Shendi, perjalanan dari Mesir ke Makkah membutuhkan waktu sebulan. Waktu tempuh itu termasuk berdiam di Aqaba dan al-Yanbu selama enam hari.

“Bila mereka menempuh jalur yang mele wati Najab, kesulitan mereka agak ringan, se hingga mereka bisa sampai lebih cepat,” tulis al-Qalqa Shendi, seperti dilansir laman unesco.org. Ia mencatat, rute perjalanan para calon jamaah haji dari Kairo dimulai dari tempat berkumpul yang disebut Birkat al-Hajj.

Dari sana, mereka berjalan ke al-Bwaib, al-Tulaihat, al-Minfarah, Marakea Mousa, Ajroud yang memiliki banyak sumber air dan area luas, al- Munsarif, Wadi al-Qibab, kemudian ke Israelites yang merupakan lembah luas yang sepi.

Calon jamaah haji kemudian melanjutkan perjalanan ke al-Unq, Nakhl, Jasad al-Hai, Sumur Biedra, Tamd al-Hassa, Dhar Aqaba, Wajh Aqaba atau Erqoub al-Baghla, Hafan di pesisir Laut Merah yang air sumurnya bisa diminum, Ush al-Ghurab, Akher al-Shrfa, Maghair Shoaib yang memiliki sumber air dan kolam-kolam, Lembah Affan, That al-Rukhaim, Uyoon al-Qassab yang banyak tumbuh tanaman tebu di dekat mata air, dan al-Mwailha.

Perjalanan berlanjut ke al-Madraj, Salma, al-Otellat, al-Aznam atau al-Azlam yang airnya tak laik minum bagi manusia. Lalu menanjak ke Wadi Antar, al-Wajh, al-Mahtab, Akra (Kur kuma), Tanjung al-Ras, al-Sagheer, lalu ke Kalkha. Dari sana, perjalanan berlanjut ke tepi wilayah Alqaa al-Sagheer, al- Horawith, al-Uqaiq, Gua Nabat, Lembah Annour, Dar al-Baqar, dan al-Nabea. Di al-Nabes, jamaah menitipkan barang bawaannya untuk diambil ketika pulang dari Tanah Suci.

Calon jamaah haji masih harus berjalan menuju al- Mahateb, puncak lembah Badr, Qaa al-Bazwa, Rabigh yang dekat dengan al-Juhfa, lalu bergerak ke Qudid, Aqabat al-Suaiq, Khulais, Asafan, Madraj Ali yang memiliki banyak hambatan, dan Baten Mur atau Marou yang memiliki kolam serta taman.

Dari situ, barulah rombongan jamaah dari Mesir ini memasuki Makkah. Usai haji, mereka pulang ke Mesir dengan rute yang sama. Di antara semua catatan rute tua perjalanan haji dari Mesir, catatan yang dibuat Abdulqader al-Jazeeri al-Hanbali bisa dibilang yang terbaik. Ayahnya merupakan seorang diwan yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana jamaah haji. Tugas sebagai diwan kemudian berpindah kepada al-Jazeeri setelah ayahnya wafat di akhir periode Dinasti Mamluk dan awal era Dinasti Turki Utsmani. Tugas itu dijalankan al-Jazeeri selama 20 tahun.

Al-Jazeeri merupakan sosok multitalenta. Ia seorang sejarawan, penyair, penulis biografi, arkeolog, dan penulis sejumlah buku. Salah satu tulisannya yang sempat dipublikasikan adalah Para Elite dalam Seduhan Kopi. Tulisan ini ia tujukan sebagai respons kepada mereka yang melawan pemanfaatan kopi saat itu. Al-Jazeeri juga dinilai sangat akurat dalam penulisan. Misalnya, ia secara detail menjelaskan penggunaan alat ukur waktu untuk menentukan waktu tempuh perjalanan.

Ia mencatat, ada 16 kamp di padang pasir yang membentang dari Kairo hingga Aqabat Eylah. Hanya ada sedikit sumber air dan pohon di sana. Perjalanan berlanjut ke Dhahr Al-Hu mar, Lembah Affan, al-Mazlum, Gua Syu’aib, Makam al-Tawashi, Uyoon al-Qasab, al-Sharma, al-Mwaileh, Dar al-Sultan, Sidi Marzouq, dan al-Azlam.

Al-Jazeeri menyebut, perjalanan berlanjut ke daerah bernama Darkah, Gua Syu’aib, Darak yang merupakan wilayah Bani Uqbah, lalu ke Hadra Damah Darak. Selanjutnya, mereka bergerak ke al-Wajh yang merupakan jalur terpanjang, lalu ke Talba dan al-Sharnaba.

Dari situ para tamu Allah bergerak menuju Makkah. Al-Jazeeri juga mencatat, dalam sekali keberangkatan kafilah haji, terdapat 1.400 hingga 1.600 ekor unta yang membawa perbekalan calon haji. Unta-unta itu disiapkan sesuai dana yang tersedia. “Kepala rombongan haji bertanggung jawab terhadap upah staf pengelola perjalanan haji,” tulis dia.

Ia mencontohkan, seseorang bernama al-Daudar bertanggung jawab atas amanat Emir, para hakim, dan ulama. Ia juga bertanggungjawab atas kinerja para penjaga kuda, petugas logistik, pengemudi unta, juru masak, kepala penampungan air, juru timbang, juru keamanan barang, petugas kebersihan, petugas keamanan rombongan, juru lampu, juru panah, petugas pembuka pintu, petugas pengecek waktu, dokter bedah, tabib, muazin, pembuat kembang api, petugas pengangkutan, penyair, dan pembawa drum.

“Beberapa tokoh suku setempat juga kadang dilibatkan dalam misi perjalanan haji untuk memastikan keamanan perjalanan,” kata al-Jazeeri.[]republika

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

997840 720
Warga Myanmar di Thailand menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok pasca kudeta militer Myanmar, pada 1 Februari 2021. [REUTERS/Athit Perawongmetha]

Jaringan Sipil Asia Kecam Kudeta Militer di Myanmar