Perlindungan dan pemulihan mangrove merupakan salah satu strategi penting untuk menghadapi perubahan iklim dan meredam bencana pesisir. Peran mangrove untuk pembangunan nasional yang berkelanjutan di Indonesia pun besar.
Selain untuk perlindungan ekosistem pesisir, mangrove juga berkontribusi untuk mencapai tujuan Presiden Joko Widodo mendorong pembangunan berkelanjutan. Khususnya mengatasi masalah kemiskinan, dan berperan penting dalam mendorong perekonomian.
Kemudian, kemampuannya menyimpan karbon 3-5 kali lebih banyak dari hutan daratan, menjadikan mangrove sebagai salah satu pilihan murah untuk memenuhi target Perjanjian Paris. Karena itu, Jokowi mencanangkan program restorasi mangrove Indonesia yang kritis seluas 630 ribu hektare hingga 2024.
Berdasarkan data dari KLHK, kawasan mangrove seluas 637.624 ha mengalami kritis. Sementara 460.211 ha berada dalam kawasan hutan dan 177.413 ha berada di luar kawasan hutan. Atas dasar tersebut, pemerintah melalui KLHK, KKP, Kemenko Marves, serta BRGM memiliki rencana aksi strategi dalam hal penanganan mangrove.
Menurut Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Perubahan Iklim dan Kebencanaan Kemenkomarves, Kus Prisetiahadi, pada 2020, rehabilitasi kawasan mangrove seluas 17.394 hektare sudah berhasil di rehabilitasi.
“Lalu tiap tahunnya kegiatan pemulihan mangrove sekitar 25 persen dari total kerusakan akan dilakukan. Adapun anggaran dalam penanganan mangrove didanai oleh APBN, APBD dan juga pihak dari investor,” ujar Kus dalam diskusi virtual yang digelar SIEJ, bertemakan ‘Konservasi Mangrove, Mitigasi Bencana dan Perubahan Iklim‘, dikutip pada Sabtu (13/2/2021).
Sementara itu, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Muhammad Yusuf mengatakan, pada 2021, dalam rencana rehabilitasi mangrove, akan direncanakan penanaman mangrove di lahan sebesar 400 ha yang tersebar di 22 kawasan dan trekking di 4 lokasi.
“Dari segi cadangan karbon, berdasarkan hitungan kasar, jika karbon mangrove di-trading, dapat meraup keuntungan lebih dari Rp2 triliun,” tambahnya.
Salah satu hal yang mengganggu pertumbuhan mangrove namun sering luput dari perhatian adalah hama. Karena itu, Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat KLHK Sri Handayaningsih mengungkap bahwa persoalan hama harus segera dipecahkan.
“Kami mengajak para peneliti untuk membantu mencari solusi mengatasi hama. Hama ini tidak terekam oleh kita, namun sangat memengaruhi pertumbuhan tegakan mangrove,” kata dia.
Deputi Perencanaan dan Kerja Sama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BGRM) Budi Setiawan Wardhana menambahkan, restorasi mangrove dengan penanaman diharapkan menjadi opsi terakhir. Karena opsi tersebut dinilainya lebih mahal.
“Jika memang bisa dicegah degradasinya, maka mangrove dengan tingkat degradasi ringan sampai sedang mempunyai kesempatan untuk regenerasi alami. Yang perlu disampaikan pada masyarakat adalah keberlanjutannya,” katanya.
Terlepas dari upaya tersebut, Direktur Program Kelautan Yayasan Konservasi Alam Nusantara Muhammad Ilman mengingatkan ada hal penting lainnya yang harus diperhatikan semua pihak terkait hal ini. Persoalan lain pada kerusakan mangrove adalah ancaman sampah plastik yang terus bertambah banyak di laut.
Berbagai penelitian dalam lima tahun terakhir mengungkapkan bahwa mangrove dapat menjebak plastik dan menyimpannya di dalam sedimen mangrove. Karena itu persoalan ini harus dipecahkan bukan hanya oleh pemerintah tapi seluruh elemen masyarakat.
“Jika mangrove dirusak, partikel plastik yang disimpannya akan lepas ke perairan dan dikonsumsi oleh hewan laut yang nanti akan dikonsumsi oleh kita juga,” tuturnya.
Seperti diketahui, menjaga ekosistem mangrove yang sehat mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain menjadi tempat pemijahan dan perkembangbiakan biota laut, mangrove juga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan produk komunitas. Seperti kopi mangrove, tepung mangrove, sirup mangrove, dan pewarna jati.
Sumber: Viva.co.id
Belum ada komentar