Suasana mencekam yang sempat menyelimuti desa ini, berlalu sudah. Kini berganti wajah-wajah ceria di bawah pendar lampu pengoboran minyak.
Setiap malam dalam beberapa bulan terakhir ini, Yusaidi menikmati pemandangan indah dari lokasi pengambilan minyak di desa yang dia pimpin. Cahaya lampu berpendar menyoroti langit Gampong Alue Peuno, Kecamatan Peusangan, Bireuen, dari sela-sela pepohonan pinang dan kelapa.
“Bukan sombong ya, tapi untuk menggambarkan kondisi di lokasi pengambilan minyak saat ini ibarat Arun di Lhokseumawe dulu,” ujar Keuchik Gampong Alue Peuno, Yusaidi, kepada Pikiran Merdeka, Jumat (22/04/16). “Sebelumnya tidak pernah kami bayangkan,” sambungnya, haru.
Pengolahan minyak dari 50 sumur bor dalam satu desa itu cukup menghidupkan suasana siang dan malam di Alue Peuno. Warga bekerja mengebor, menyedot, hingga memuat minyak ke truk pembeli, dibantu teknisi dari Peureulak, Aceh Tmur.
Yusaidi menceritakan, kandungan minyak di bekas salah satu basis konflik RI-GAM itu diketahui pada 2011, di lokasi dua sumur tua peninggalan masa Belanda.
Sejak itulah, digali beberapa sumur lagi hingga pada 2015 mencapai 50 buah. Sebelumnya, sempat setiap kali dicek saban tahun, sumur itu tidak mengeluarkan minyak. Pun begitu dengan upaya pengeboran sumur-sumur baru, tetap saja sempat tidak mengeluarkan minyak.
Belum ada komentar