Rapor Merah Mendikbud, DPR: Siswa Tertekan Dengan PJJ

Rapor Merah Mendikbud, DPR: Siswa Tertekan Dengan PJJ
Foto Ilustrasi/DETIK

Jakarta – Anggota Komisi X DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Zainuddin Maliki menganggap wajar bila Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mendapat rapor merah dari serikat guru.

Penyataan Zainuddin itu merespons hasil penilaian Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang memberikan predikat tersebut atas kinerja Nadiem setahun belakangan. Terlebih, jika menengok proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang menurut dia belum maksimal. Anggota DPR bidang pendidikan, olahraga dan sejarah ini menilai kebijakan Kemendikbud sejauh ini hanya menyentuh sarana dan prasarana belajar, bukan pada proses belajar.

Dampaknya, lanjut dia, buruknya perhatian proses belajar itu berujung salah satunya pada kasus siswa yang mengalami depresi. “Menteri itu mestinya mengukur dengan kebijakan-kebijakannya itu terjadi nggak yang namanya learning process. Jangan sampai yang terjadi learning lost,” kata Zainuddin kepada CNNIndonesia.com, Senin (26/10).

“PJJ ini harus tetap menjamin proses pembelajaran dimana siswa dapat mengembangkan potensinya, baik psikomotorik, kognitif, afektif. Nah ini yang belum tersentuh. Sehingga saya bisa memahami jika skor dari FSGI merah,” sambung dia lagi.

Zainuddin pun menekankan, PJJ bukan sekadar perkara memberikan jaminan kuota gratis maupun bantuan gawai sebagai moda elektronik. Pasalnya, pembelajaran baik daring maupun luring hanya berupa metode belajar.

Sedangkan kegiatan belajar menurut dia, merupakan proses pengembangan potensi kognitif, afektif serta psikomotorik siswa. Dan hal ini, sambungnya, bahkan belum maksimal dilakukan sekolah ketika sebelum pandemi.

Dengan adanya pandemi, ia menyebut beban dan tantangan yang harus dihadapi guru justru menjadi jauh lebih kompleks. Hal ini menjadi aspek yang menurut dia perlu ditangani Nadiem dan jajarannya, namun sampai sekarang belum tersentuh.

Zainuddin menuturkan, tidak maksimalnya proses pembelajaran selama pandemi akan menimbulkan tekanan psikologis pada siswa, guru maupun orang tua. Akibatnya, situasi pun boleh jadi bakal kian pelik.

“Itu salah satu indikator learning lost, tidak terjadi proses pembelajaran. Yang terjadi malah depresi, orang tua stres karena tidak bisa membimbing anak. Sehingga suasana belajar di kalangan anak tidak kondusif,” imbuh dia.

Itu sebab ia pun menyarankan agar pemerintah mendorong peningkatan kompetensi pedagogis guru dalam menangani kendala dan situasi PJJ selama pandemi.

Sebelumnya FSGI memberi ‘rapor merah’ untuk delapan kebijakan Nadiem selama setahun belakangan. Salah satunya terkait PJJ yang dinilai masih sarat kendala. Memasuki bulan ke-delapan pembelajaran dari rumah, sudah ada dua korban siswa yang meninggal diduga akibat tekanan PJJ.

Satu siswa SMA di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan bunuh diri diduga karena banyaknya tugas dan jaringan internet yang menyulitkan pembelajaran daring. Sedangkan satu lagi siswa SD di Banten, Jawa Barat yang dibunuh ibunya lantaran sulit menerima pengajaran selama proses belajar dari rumah.

Survei Wahana Visi Indonesia terhadap 27.046 guru di 34 provinsi menemukan, 33 persen guru mengaku masih butuh peningkatan dukungan psikososial untuk siswanya dan dirinya sendiri.

Sementaara Mendikbud Nadiem Makarim sebelumnya juga sempat menyinggung dampak psikologis PJJ yang berkepanjangan terhadap siswa. Namun demikian, ragam kebijakan Kemendikbud untuk membantu PJJ dinilai belum banyak menyentuh perkara psikologis.


Sumber: CNN Indonesia

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait