Konsentrasi siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasir Komputer (UNBK) di Bireuen terusik oleh kunjungan rombongan bupati. Ramai-ramai tebar pesona di ruang ujian.
Oleh Rizanur
Keheningan suasana dalam ruangan itu pecah kala Bupati Bireuen Ruslan M Daud dan rombongannya masuk secara mendadak. Bupati yang mengenakan seragam gelap langsung berdiri di depan peserta Ujian Nasional Berbasir Komputer (UNBK) itu.
Bagai sebuah pertunjukan drama, para pejabat yang mendampingi bupati dengan seragam cokelat pegawai negeri sipil, mengarahkan kamera ponsel ke posisi siswa SMA 1 Bireuen yang mulai terganggu konsentrasinya pada hari kedua ujian nasional itu.
Sementara bupati berbincang-bincang dengan para pejabat lainnya, beberapa pria dengan seragam bebas juga menyoroti suasana ribut dalam ruang ujian itu dengan kamera besar, DSLR dan handycam; bahkan seorang pejabat berbicara dengan petugas kepolisian di samping siswa.
Sebagian siswa menatap jengkel ke ulah rombongan. Sejenak mereka terpaksa berhenti mengerjakan soal-soal yang menentukan masa depan pendidikannya. Sudah waktu ujiannya terbatas, kehadiran para pejabat daerah itu juga semakin mengurangi jatah waktu tersisa.
Padahal, menurut Prosedur Operasional Standar (POS) penyelenggaraan ujian nasional yang dikeluarkan Badan Standar Nasional Pendidikan, disebutkan, dilarang masuk ke ruang ujian selain peserta dan pengawas.
Informasi diperoleh Pikiran Merdeka, awalnya pengawas ujian telah melarang rombongan Bupati Bireuen masuk ke dalam ruangan ujian. Namun karena perintah dari Kadis Pendidikan Bireuen Nasrul Yuliansyah, akhirnya sang pengawas mengizinkan.
Saat dikonfirmasi wartawan sebuah stasion televisi swasta nasional, Nasrul Yuliansyah mengatakan para siswa yang mengikuti UN sudah diingatkan sebelumnya agar tidak terganggu jika kedatangan tamu. Kalaupun ada tamu, sebutnya, siswa harus tetap fokus pada pengerjaan soal.
Sebuah pernyataan tidak logis tentunya. Setelah melabrak aturan berlaku, Nasrul justru membuat pembenaran atas sebuah kesalahan yang merugikan anak bangsa. Saat Pikiran Merdeka mengkonfirmasi ulang, Nasrul menolak memberikan keterangan menyangkut persoalan tersebut.
Begitu juga dengan Ketua Panitia pelaksana UN dan UNBK tingkat SMA/SMK/MA di Kabupaten Bireuen, Teuku Syukri. Dia juga menolak berkomentar saat dihubungi via telepon selular. “Saya tidak bisa berkomentar, silahkan hubungi langsung pak Kadis,” kilahnya dan langsung mengakhiri pembicaraan.
Sekretaris Dinas P dan K Bireuen Drs M Nasir MPd menyesalkan pelanggaran terhadap aturan pelaksanaan UN tersebut. Dia menegaskan, siapapun tidak boleh memasuki ruangan saat ujian sedang berlangsung, kecuali peserta dan pengawas.
“Siapapun dan apapun pangkatnya, jika sedang berlangsungnya UN, tidak dibenarkan masuk ke ruangan, kecuali pengawas. Itu harus di ahami semua orang,” tandas M Nasir, yang juga mantan Kabid Dikmen pada dinas sama.
Selain di Bireuen, aksi tebar pesona pejabat juga menghiasi pelaksanaan UN di sejumlah daerah di Aceh, tidak terkecuali di Banda Aceh. Lebih-lebih oleh kepala daerah yang sudah memproklamirkan diri menjadi kandidat petahana (incumbent) pada Pilkada 2017.
Seolah tidak mau kalah dengan aksi Bupati Bireuen Ruslan M Daud, Walikota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal juga memanfaatkan momen UN untuk memboyong rombongan ke sekolah-sekolah.
Berdalih untuk memotivasi peserta UN, walikota yang akrab disapa Bunda Eli ini tidak sekedar memantau, mereka juga beramai-ramai memasuki ruang ujian. Mulai para pejabat terkait hingga tukang foto disibukkan dengan urusan masing-masing di ruang ujian, sehingga mengusik ketenangan peserta UN.
Di saat siswa harus memutar otak menjawab pertanyaan, justru dikacaukan tindakan pejabat yang lebih bernuansa pencitraan dibandingkan upaya memotivasi anak didik.
Ulah para pengambil kebijakan semacam ini menjadi ironi bagi dunia pendidikan di bumi pertiwi. Dengan tanpa bersalah, mereka beramai-ramai melabrak aturan dan merusak proses pelaksanaan UN. Inikah cermin pemimpin yang sakit?
LANGGAR POS UN
Aksi pejabat Bireuen yang beramai-ramai masuk ruangan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) mendapat sorotan Majelis Pendidikan Daerah (MPD) Aceh.
Ketua MPD Aceh Prof Dr H Warul Walidin AK MA menyebutkan, kunjungan Bupati Bireuen Ruslan M Daud dan rombongan ke sekolah-sekolah merupakan hal yang wajar. “Namun, kalau beramai-ramai memasuki ruangan di saat UN atau UNBK sedang berlangsung, hal itu suatu pelanggaran,” katanya.
Tindakan tersebut, tegas Warul Walidin, melanggar Prosedur Operasional Standar (POS) penyelenggaraan UN. “Kedatangan para pejabat bisa mengganggu psikologis siswa yang sedang menjawab soal UN atau UNBK. Apalagi, para pejabat juga ikut berbincang-bincang dengan peserta UN,” sebutnya.
Dalam POS penyelenggaraan UN jelas disebutkan, setiap ruang ujian harus ditempel pengumuman bertuliskan ‘dilarang masuk selain peserta ujian dan pengawas, serta tidak diperkenankan membawa alat komunikasi’. “Ini larangan larangan yang tegas,” kata Warul Walidin.
Menurut dia, jauh-jauh hari pihak MPD Aceh sudah menghimbau para pihak terkait di kabupaten/kota untuk mentaati POS penyelenggara UN yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Kami juga mengeluarkan surat edaran menyangkut pelaksanaan UN,” katanya.
Dalam surat edaran itu MPD Aceh mengimbau kepada seluruh pihak terkait agar menerapkan prinsip kenyamanan dan kejujuran dalam pelaksanaan UN tahun 2016. Selain bagi peserta UN, imbauan tersebut ditujukan kepada lima pihak lainnya, yakni pemerintah kabupaten/kota, pihak sekolah, orang tua, MPD kabupaten/kota, dan komite sekolah.
Warul Walidin menegaskan, seharusnya pejabat daerah sudah memahami aturan pelaksanaan UN, sehingga tidak merugikan para peserta UN. “Jika ingin memberi motivasi kepada siswa, seharusnya datang lebih awal, sebelum ujian berlangsung,” katanya.
MPD Aceh mengharapkan, ke depan tidak ada lagi kunjungan seremonial pejabat ke ruang UN saat ujian sedang berlangsung. “POS penyelenggaraan UN itu untuk ditaati, karena dirumuskan dengan penuh pertimbangan dan melibatkan banyak pihak. Kalau dilanggar, sama saja mencederai proses pelaksanaan UN itu sendiri,” tandas mantan Rektor Universitas Abulyatama ini.
PENCITRAAN DI RUANG UN
Ketua Koalisi Barisan Guru Bersatu (KoBar-GB) Aceh Sayuti Aulia menanggapi serius insiden kunjungan pejabat daerah ke sejumlah sekolah saat pelaksanaan UN. Selain mengganggu konsentrasi siswa, kunjungan itu dinilainya lebih kepada upaya pencitraan.
Ia menyatakan, sebenarnya siapapun boleh mengunjungi sekolah-sekolah yang sedang melangsungkan Ujian Nasional (UN) kecuali orang-orang yang memang dilarang datang.
“Kalau ada pejabat daerah mau melihat suasana UN, seperti gubernur, kepala dinas pendidikan dan bupati, itu sah-sah saja. Tapi kalau boleh, supaya tidak mengganggu konsentrasi siswa, cukup di luar saja, tidak harus masuk ke ruang ujian,” ujarnya kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (9/4/16).
Ia menyebutkan, bila ada orang yang datang masuk ke ruang ujian selama UN berlangsung apalagi dengan rombongan, pejabat sekalipun, hal itu sangat mengganggu konsentrasi peserta UN. “Menurut kami, memang perlu dikunjungi memantau pelaksaan UN. Tapi kalau boleh tidak masuk dalam ruangan,” tegasnya.
Sayuti menyebutkan, kunjungan pejabat deareh yang masuk ke ruang ujian di beberapa SMA sederajat di Bireuen sudah melanggar Prosedur Operasional Standar (POS) penyelenggaraan Ujian Nasional yang dikeluarkan Badan Standar Nasional Pendidikan.
Ketentuan dalam POS itu diubah setiap tahun. “Tapi yang namanya masuk ke ruang ujian, selain pengawas itu tetap pelanggaran. Mungkin rombongan Bupati Bireuen itu tidak tahu kalau hal itu melanggar peraturan.”
Lebih jauh ia berujar, setiap tahun pejabat daerah melihat pelaksanaan UN dari dekat ke sekolah-sekolah, bahkan sudah menjadi kebiasaan. Menurut Sayuti, hal itu bagus untuk menyemangati siswa, tapi jangan sampai melanggar POS yang sudah ditetapkan secara nasional.
Dikatakannya, yang paling bertanggungjawab atas kejadian di Bireuen adalah Kepala Dinas Pendidikan setempat selaku pejabat teknis. Kadisdik Bireuen ketika didatangi para pejabat daerah seharusnya memberi tahu tata tertib pelaksanaan UN/UNBK.
“Meskipun yang datang itu atasannya, seharusnya ia kasih tahu prosedurnya. Karena setiap aturan harus dihormati, kepada presiden sekalipun harus disampaikan,” ujarnya.
Sayuti menyatakan, terkait POS yang ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan setiap tahunnya, kepala dinas pendidikan kabupaten/kota di Aceh terkesan mengabaikannya selama ini. “Seperti ada pembiaran. Yang pertama itu kepala sekolah. Seharusnya kepala sekolah juga menyampaikan ke setiap guru pengawasnya soal ketentuan pelaksanaan UN,“ sambungnya.
Ia mencontohkan, pada UN tahun-tahun sebelumnya, kepala sekolah membiarkan guru pengawas yang mendapati peserta melihat bocoran kunci jawaban dari ponsel maupun media lain.“Dengan pembiaran itu, diharapknya semua siswa lulus, sehingga nama sekolah bagus, nama kepala dinas pun bagus,” ucap Sayuti.
KOBAR-GB sudah melakukan sosialisasi tata tertib pelaksanaan UN ke kabupaten/kota dalam beberapa tahun terakhir. Namun, setiap tahun selalu ada pejabat yang melihat langsung pelaksanaan UN tanpa mengetahui POS UN itu sendiri.
“Mereka, pejabat publik mungkin tidak tahu soal itu, jadi harus ada yang menyampaikannya, termasuk media. Misal begini, jika orang biasa yang datang ke sekolah saat UN dilarang masuk, kenapa ketika pejabat publik datang dibiarkan? Padahal sama saja.”
Menurutnya, kejadian serupa tidak hanya terjadi di Bireuen tapi juga di daerah lain. Ia berharap, kejadian itu tidak terulang lagi di masa mendatang. “Karena itu, pihak sekolah harus berani menyampaikan prosedurnya kepada siapa saja yang datang,” tandas Sayuti.[]
Belum ada komentar