Ramai-Ramai Merampas Hak Pejalan Kaki

Ramai-Ramai Merampas Hak Pejalan Kaki
Foto: PM/Oviyandi Emnur

Trotoar di Banda Aceh beralih fungsi. Dijadikan jalur alternatif kendaraan roda dua, areal parkir, dan lapak jualan.

 

Sore itu kemacetan panjang terjadi di Simpang Lima, Banda Aceh. Turun dari halte bus Transkutardja di Jalan Mohd Daod Beureueh, Yunita (19 Tahun), berjalan kaki melewati trotoar untuk pulang ke rumahnya. Trotoar yang harusnya menjadi tempat paling aman bagi pejalan kaki, justru mengancam keselamatan Yunita. Pasalnya, para pengendara berusaha menguasai hak pejalan kaki dengan melintasi ruang khusus tersebut.

Sesekali klakson pengendara sepeda motor dibunyikan kepada Yunita yang sedang berjalan di atas trotoar. Langkahnya terhenti sejenak, wajahnya terlihat kesal sembari sedikit berceloteh menatap arah pengendara tadi. “Kesal sih melihat mereka, padahal itu kan hak kita, udah dia yang salah, klakson lagi,” katanya saat ditemui Pikiran Merdeka, Kamis pekan lalu.

Dikatakannya, di pagi hari pihak kepolisian sering menilang para pengguna jalan yang membandel dan masih berusaha menghindari kemacetan dengan berkendara di trotoar. “Pagi sampai siang biasanya ada polisi, kalau ada yang lewat trotoar memang biasanya langsung dicegat,” ujar dia.

Pengalaman lain juga disampaikan Ronal (20 tahun), penjual kerupuk keliling di seputaran traffic light Simpang Lima, Banda Aceh. Selama ia berjualan di sana kerap menemukan banyak pengendara yang mengambil langkah cepat dengan berkendara di atas trotoar sebagai jalan potong. “Sering sih mbak, hampir tiap hari ada yang motong lewat trotoar, paling rame itu kalau sore karena macet. Kadang mereka kalau liat polisi d ya terpaksa mutar lagi, balik arah gitu,” tuturnya.

Pengalaman unik lainnya yang ia lihat adalah pengendara yang terjatuh di trotoar. “Kalau lagi musim hujan kan trotoarnya licin, jadi ada juga yang terjatuh,” cerita Ronal.

Saat itu, di persimpangan bundaran simpang lima berdiri beberapa petugas Patroli Jalan Raya yang sedang mengatur jalannya lalu lintas. Namun, alih-alih takut dengan petugas polisi yang sedang berpatroli, para pengendara tetap melakukan pelanggaran dengan berkendara di atas trotoar untuk menghindari kemacetan. “Biar cepat, soalnya macet kali,” sahut salah satu pengendara sepeda motor yang tak ingin disebutkan namanya.

Dia juga sempat mengungkapkan ketakutannya akan ditilang oleh pihak kepolisian “Agak takut sih, tapi udah kepepet. Saya udah beberapa kali motong lewat trotoar dan nggak pernah kena tilang,” ia tersenyum.

Saat mengkonfirmasi ke pihak kepolisian yang sedang berjaga, Bripda Rivaldo menegaskan, setiap pengendara yang menyalahi aturan berlalulintas maka akan ditindak tegas. “Apabila ada kendaraan yang melintas tidak sesuai dengan marka jalan maka akan kita hentikan dan akan kita tindak,” tegasnya.

Polisi yang sedang berpatroli pun, jika melihat akan langsung memberhentikan dan menilang pihak pengendara yang melanggar. “Kalau tadi ada pengendara yang lewat di atas trotoar tapi tidak kami tilang, itu bukan kami tidak peduli. Tapi kami lagi ada kegiatan lain, jadi kami enggak liat,” sahutnya.

Foto: PM/Riska Munawarah

 

PARKIR DI TROTOAR
Masih di Jalan Tgk Mohd Daud Beureueh, pemandangan hampir serupa juga terlihat di depan Gedung Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Aceh. Di sana tampak belasan kendaraan berjejer di atas trotoar. Kebanyakan dari mereka yang parkir itu adalah tamu yang mempunyai keperuluan di Kantor Dinas Pendidakan Provinsi Aceh.

Padahal, di area kantor tersebut terdapat lahan parkir resmi tepat di samping bangunan kantor. Untuk kendaraan roda empat, pihak Kantor Dinas Pendidikan menyediakan halaman depan. Sedangkan untuk parkir kendaraan roda dua disediakan di halaman samping kantor. Tempatnya tidak begitu luas, kendaraan terlihat sesak, dan petunjuk arah parkir yang dipasang tertutup oleh mobil-mobil yang terparkir di halaman depan kantor.

Satpam yang bertugas di kantor itu menjelaskan, pihaknya telah menyediakan lahan parkir agar para karyawan dan tamu tidak memarkir kendaraan mereka di trotoar. Namun, meraka tidak dapat memaksakan kehendak, lahan parkir yang disediakan memang belum memadai. “Kebanyakan yang parkir di depan itu adalah tamu,” katanya.

Menurut dia, sebelumnya pihaknya telah memalang areal trotoar agar tidak diparkirkan kendaraan, namun sekarang palang itu hilang. “Dari Dinas Pendidikan Provinsi sendiri telah berulang kali menghimbau untuk tidak parkir di situ, tapi semua kembali ke pribadi masing-masing,” tutupnya.

Pemandangan serupa juga terlihat di beberapa trotoar yang ada di Banda Aceh, seperti di Jalan Ali Hasyimi dan Jalan Angsa, Batoh, Lueng Bata. Di sana trotoar kerap kali digunakan pedagang kaki lima untuk berjualan. Bahkan, tenda-tenda kecil didirikan di atasnya. Di Jalan Angsa Batoh, misalnya, malah berdiri sebuah pasar ikan di atas trotoar. Mereka menamainya “Pasar Mini Mangga Dua”. Tepat di samping batas trotoar, beberapa meja setinggi pinggang orang dewasa didirikan, tak ada jarak antara meja pedagang dan batas trotoar.

Transaksi jual beli ikan berlangsung di atas trotoar. Menurut pedagang, pasar di atas trotoar tersebut telah berdiri sejak Desember 2015 lalu. Mereka mengurus perizinan di kecamatan setempat. “Kalau izin resmi memang tidak ada. Asal sudah dibolehin sama camat dan pemilik rumah, ya selesai urusan,” ungkap pria yang disapa Bang John, salah seorang pedagang di pasar tersebut, Kamis pekan lalu.

Dia juga mengatakan pasar tersebut buka sejak pukul 07.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. “Ini berlangsung setiap hari, sejak lama,” tandasnya.

Kepala Dinas LLAJ Kota Banda Aceh Muzakir Tulot mengatakan pihaknya telah melakukan himbauan kepada masyarakat agar tidak memarkir kendaraan mereka di tempat yang dilarang parkir, terutama kawasan pedestrian. “Mereka yang parkir di trotoar itu manusia-manusia bangsat. Larangan parkir sudah ditempel besar-besar, tapi masih aja parkir di situ. Dari LLAJ sendiri sudah mengambil tindakan dengan menempelkan larangan parkir di area yang haram parkir, tapi masih aja ada yang parkir di atas pedestrian,” katanya dengan nada tinggi.

Penggunaan trotoar sebagai hak bagi pejalan kaki memang telah diatur dalam UU No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Sanksi yang dapat dikenakan pada orang yang menggunakan trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki, yakni ancaman pidana satu tahun penjara dan denda sebesar Rp24.000.000.

Foto: PM/Riska Munawarah

KONSEP PEDESTRIAN
Caisarina, pengamat perencanaan tata ruang dan kota, mengatakan trotoar memang dikhususkan untuk pejalan kaki. Namun dengan kondisi sekarang di Banda Aceh, kenyamanan itu belum didapat oleh pejalan kaki. Terlebih, trotoar yang ada sekarang belum memenuhi syarat kelayakan.

“Di trotoar itu biasanya ada ditempatkan puffing (penutup trotoar). Penutup itu belum bisa dikatakan nyaman untuk pejalan kaki. Orang normal kalau jalan kaki masih bisa melangkah di situ, tapi kalau disabilitas mungkin tidak. Trotoar kita sebetulnya banyak yang berbentuk pedestrian drainase, jdi bawahnya itu ada selokan yang dibuat. Sayangnya, penutup selokan belum memiliki kelayakan bagi pejalan kaki,” katanya.

Menurut Caisarina, ada beberapa perbaikan terhadap material penutup selokan yang harus dilakukan untuk memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki, terutama disabilitas. “Material penutup yang dipakai di pedestrian belum memadai. Umumnya material penutup yang digunakan masih ada lubang. Bahkan ada yang pakai besi, bagaimana pengguna pedestrian terutama difabel dan anak-anak menggunakan trotoar tersebut,” katanya.

Dia juga menyayangkan kondisi pedestrian di Banda Aceh saat ini yang dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat sebagai lahan parkir dan usaha kecil lainnya. “Sepertinya kondisi kita saat ini belum ada perhatian dalam hal itu. Terlebih lagi dengan adanya kendaraan yang lewat di atas trotoar, motor-motor yang parkir di atasnya, dan bahkan ada yang berjualan di situ,” katanya.

Ditegaskan Caisarina, kondisi tersebut sangat mengganggu pengguna pedestrian. “Harusnya ada pengawasan khusus terhadap areal itu, baik dari Satpol PP maupun DLAJR,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, perlu ada rekayasa desain dan penentuan ukuran lebar dan tinggi trotoar. Misalnya penutup drainase yang dibentuk untuk kenyamanan pemakai diratakan. “Besi-besi penutup drainase itu dihilangkan, dan keramik yang digunakan tidak boleh terlalu licin,” katanya.

Dia mengatakan konsep yang seperti itu akan memberikan kenyamanan bagi pengguna pedestrian, sekaligus kenyamanan bagi wisatawan asing yang berkunjung ke Banda Aceh. “ Yang kita lihat saat ini, turis-turis itu lebih suka jalan kaki untuk menikmati keindahan kota daripada naik motor. Jadi, dengan mengkonsepkan pedestrian yang baik otomatis ini juga akan memberikan kenyamanan pada mereka,” tandas Caisarina.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait