PM, Banda Aceh – “Alhamdulillah… Hari ini, Jumat, 22 Oktober 2021, saya menerima surat dari KPK yang bertanggal 19 Oktober 2021 dengan perihal permintaan klarifikasi.” Kutipan tersebut ditulis oleh Anggota DPRA dari NasDem, Teuku Irwan Djohan di laman Facebook miliknya, Jumat kemarin.
Irwan yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPRA tersebut menuliskan, KPK seperti yang tertulis dalam surat itu, disebutkan akan meminta keterangan darinya terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Kapal Motor Penumpang (KMP) Aceh Hebat 2. Irwan diminta menghadap KPK di Kantor BPKP Aceh pada Selasa, 26 Oktober 2021 pukul 09.00 WIB.
“Saya bersyukur dengan adanya perkembangan baru ini, yang membuktikan bahwa lembaga KPK tetap serius untuk menindaklanjuti berbagai dugaan korupsi di negara ini, termasuk di Provinsi Aceh,” tulis Irwan lagi.
Irwan bukan satu-satunya aggota DPRA yang mendapat panggilan dari KPK untuk dimintai keterangan. Beberapa pimpinan dewan, semisal Hendra Budian, Dalimi dan Safaruddin juga mendapat panggilan serupa oleh KPK. Begitu pula dengan Ihsanuddin MZ, Zulfadli dan Sekretaris Dewan (Sekwan) Suhaimi.
“Iya benar, Insha Allah saya akan datang sesuai surat itu Rabu nanti. (Pemeriksaan) di (kantor) BPKP Aceh,” ujar Wakil Ketua DPRA, Safaruddin, menjawab pikiranmerdeka.com, Jumat, 22 Oktober 2021 malam.
KPK bahkan turut memanggil mantan anggota DPRA seperti Sulaiman Abda (Wakil Ketua DPRA periode 2014-2019) dan Tgk Anwar Ramli (Ketua Komisi IV DPRA periode 2014-2019).
Selain anggota dan mantan anggota DPRA, KPK juga memanggil beberapa pejabat eksekutif dari kalangan ULP, Kepala Dinas Perhuhungan Junaidi, Bappeda, dan Dinas Keuangan.
Dalam surat yang dikirimkan KPK tersebut, para “undangan” diminta turut serta membawa salinan SK Pengangkatan sebagai anggota DPRA maupun SK pengangkatan bagi pemegang jabatan di masing-masing instansi. Mereka juga diminta membawa salinan SK sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar), salinan dokumen APBA TA 2021, dokumen terkait, salinan daftar kehadiran rapat dengan Dinas Perhubungan untuk pembahasan KMP Aceh Hebat 1 hingga 2.
Para “undangan” juga diminta membawa print out mutasi rekening pribadi periode 2017-2021. Di antara para undangan juga ada yang diminta untuk membawa dokumen-dokumen terkait program appendix.
Diketahui, KPK saat ini terus menyelidiki dugaan korupsi pada pengadaan kapal yang digadang-gadang sebagai moda transportasi penghubung antar kepulauan di Aceh tersebut. Lembaga antirasuah itu juga dikabarkan sedang menyelidiki beberapa program lain di Aceh. Meskipun demikian, KPK belum memberikan keterangan secara resmi terkait penyelidikan tersebut. “Kami belum bisa menyampaikan lebih lanjut mengenai materi kegiatan dimaksud,” kata Jubir KPK Ali Fikri medio Juni 2021 lalu.
Belum diketahui apakah pemanggilan sejumlah pejabat di Aceh tersebut berkaitan dengan Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang tiba-tiba “raib” dari Bumi Serambi Mekkah. Nova terakhir kali dikabarkan mengalami kecelakaan saat bersepeda di seputaran IKEA, Alam Sutera, Tangerang, beberapa waktu lalu. Kecelakaan itu mengakibatkan pimpinan tunggal di Aceh tersebut mengalami patah tulan antara otot paha dan pinggul tersebut.
Sehari usai Nova kecelakaan tersebut, Kejari Aceh Besar kemudian menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan pelabuhan Kuala Krueng Pudeng, Lhoong, pada Dinas Pengairan Aceh tahun anggaran 2019. Salah satu tersangka dari kasus tersebut adalah MZ yang saat ini menjabat Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan kawasan Permukiman (Dinas Perkim) Aceh.
Berselang sepekan, Kejati Aceh juga menetapkan lima tersangka terkait dugaan proyek pembangunan jembatan rangka baja Kuala Gigieng, Pidie. Dalam kasus ini, satu dari lima tersangka adalah Fajri yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk (Disnaker Mobduk). Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitas sebagai Kepala Dinas PUPR Aceh.
Apakah serentetan pemeriksaan pejabat oleh KPK, dan penetapan sejumlah tersangka oleh Kejaksaan tersebut berkaitan dengan kecelakaan yang dialami oleh Nova Iriansyah sehingga terpaksa “dirawat” selama beberapa pekan di RSCM Jakarta?[]
Belum ada komentar