Pusdalops se-Aceh Dilatih Gunakan Drone untuk Pemetaan Bencana

WhatsApp Image 2020 11 17 at 15 45 36
Kegiatan pendampingan kaji cepat menggunakan Drone kepada petugas Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) se-Aceh, Selasa (17/11/2020) di Hotel Kyriad Muraya. (Dok. BPBA)

PM, Banda Aceh – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengadakan pendampingan kaji cepat menggunakan Drone kepada petugas Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) se-Aceh, Selasa (17/11/2020) di Hotel Kyriad Muraya.

Kegiatan yang akan berlangsung selama empat hari (17-20 November 2020) ini diikuti oleh 55  peserta terdiri dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) bersama 23 BPBD kabupaten/kota se-Aceh, dan didukung pula oleh narasumber dari BNPB, Dissurportudau TNI AU, Waindo Spectera dan fotografer senior di Aceh.

Sekretaris BPBA,  Muhammmad Syahril dalam sambutannya berharap seluruh petugas khususnya Tim Reaksi Cepat (TRC) dapat mengikuti pendampingan ini secara serius dan tuntas, sehingga nantinya mendapatkan keahlian dalam penggunaan Drone untuk pemetaan lokasi bencana.

Ia mengatakan, BPBD mempunyai kebutuhan khusus terkait pemanfaatan Drone ini mengingat kendala yang sering dihadapi, berupa medan bencana yang sulit dicapai. Petugas perlu dibekali kemampuan penggunaan Drone secara profesional untuk pemetaan lokasi bencana.

“Penggunaan Drone juga perlu untuk mengetahui luas cakupan bencana dan dampak kerusakan secara cepat dan akurat, sehingga bencana dapat tertanggulangi secara efektif dan tepat sasaran,” kata Syahril.

Dalam kegiatan ini, peserta dibekali sejumlah materi, di antaranya tentang teori pengelolaan data Pusdalops, desimasi informasi, praktek penggunaan Drone Deploy, pengelolaan foto udara dan pengelolaan peta.

Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Raditya Jati mengatakan, Aceh saat ini menjadi prioritas pemerintah, mengingat provinsi ujung Sumatera ini pernah mengalami bencana Tsunami pada 2004 silam.

“Sehingga pada tingkat global telah menjadi dasar ilmu untuk gagasan adanya pengurangan risiko bencana,” ungkap Raditya.

Ia juga menekankan, Aceh harus siap menghadapi dan berdampingan dengan bencana. Apalagi setelah mengetahui apa saja yang menjadi ancaman ke depan, seperti gempa dan tsunami. Ia juga merujuk pada riwayat bencana berdasarkan penelitian di Guha Ek Leunthi, Lhong, Aceh Besar.

“Lokasi itu yang kini menjadi kajian dunia luar,” ujarnya. (*)

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait