GeRAK melapor dugaan KKN dalam mekanisme penunjukan langsung proyek di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh ke Polda Aceh. Pekerjaan yang dilakukan 2017 itu ditengarai menyalahi aturan dan sarat penyimpangan.
Ragam cara dilakukan untuk melakukan Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (KKN) dalam penyelenggaraan negara. Upaya tersebut dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari proyek yang didanai pemerintah. Kondisi itu pula ditengarai terjadi di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Aceh.
Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh menemukan adanya indikasi kesengajaan dan terstruktur dalam perencanaan anggaran di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh tahun anggaran 2017, dengan memecah paket pekerjaan melalui mekanisme penunjukan langsung (PL). Langkah itu disebut-sebut sebagai upaya pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda.
Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani mengatakan adanya dugaan intervensi dari pihak tertentu untuk mendorong agar proyek ini dikelola melalui mekanisme PL. Proses ini tentu saja bertentangan dengan undang-undang tentang pengelolaan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Secara efesiensi dan efektifitas anggaran melalui mekanisme PL ini dapat merugikan keuangan negara secara langsung.
“Secara perencanaan seharusnya paket ini dapat disatukan dan menghindari mekanisme PL. Proyek ini berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dilakukan secara terencana,” ungkap Askhalani dalam keterangan tertulisnya kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (28/4).
Menurut Askhalani, proyek melalui mekanisme PL ini merupakan salah satu proyek usulan yang diduga ditampung melalui usulan aspirasi anggota DPR Aceh, selanjutnya aspirasi ini ditindak lanjuti oleh eksekutif melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh.
“Program pengusulan kegiatan dengan mekanisme PL adalah salah satu indikasi korupsi yang disengaja,” katanya.
Askhalani menuturkan, seharusnya proyek paket pekerjaan dalam bentuk PL tersebut didorong melalui skema seleksi standar (non PL). Sebab, berdasarkan fakta yang didapat, sebanyak 443 paket pekerjaan PL sebesar Rp88 miliar ini dapat disatukan menjadi beberapa proyek besar.
“Akan ada efesiensi anggaran jika dilakukan melalui mekanisme tender atau lelang terbuka,” ujar Askhalani.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010, pada pasal 38 disebutkan bahwa penunjukan langsung dapat dilakukan dalam hal: a) keadaan tertentu; dan/atau b) pengadaan Barang khusus/pekerjaan Konstruksi khusus/jasa Lainnya yang bersifat khusus.
Penunjukan langsung yang dilakukan di luar yang telah ditetapkan dalam Perpres tersebut adalah ilegal. Dalam beberapa kasus penunjukan langsung ini biasanya juga diikuti dengan pengelembungan harga.
“Sudah menjadi rahasia umum, harus ada fee yang diberikan rekanan sebagai ucapan terimakasih kepada pejabat yang menunjuk,” tutur Askhalani.
Pada akhir 2015 hingga awal 2017, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh dipimpin oleh Mustafa. Namun, medio Maret 2017, Mustafa harus lengser dari posisinya. Dia dicopot Gubernur Aceh kala itu, Zaini Abdullah. Posisi tersebut selanjutnya dijabat Zulkifli hingga sekarang.
Dilansir dari AJNN, mantan Kadis Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, Mustafa mengaku dirinya tidak mengetahui persoalan sejumlah pengadaan barang dan jasa pada 2007 yang dilakukan melalui menunjukan langsung.
“Saya sudah tidak lagi menjabat di dinas itu sejak awal 2017, jadi saya tidak tahu persoalan itu,” katanya, Jumat (20/4).
Dikatakannya, kebutuhan pengadaan barang dan jasa yang diplotkan bisa saja meningkat berdasarkan kebutuhan atau permintaan dari setiap kabupaten/kota di Aceh. “Kenaikan anggaran tersebut tetap saja dibahas. Sesuai prosedur, harus melakukan pembahasan dengan legislatif,” ujarnya.
Menyangkut mekanisme pengadaan sejumlah paket pekerjaan, Mustafa menjelaskan ada sebagian yang melalui mekanisme penunjukkan langsung dan ada juga yang melalui proses tender.
“Kalau mau lebih rincinya tanya ke kepala dinas sekarang, karena saya bukan lagi menjabat sebagai kepala dinas,” katanya.
Berdasarkan pengakuan sumber Pikiran Merdeka, pekerjaan tersebut dipecah atas permintaan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRA) yang menitip “aspirasinya” di dinas tersebut pada tahun sebelumnya. Hal itulah yang menyebabkan pekerjaan di dinas itu pada 2017 dipecah ke sejumlah paket kecil hingga bisa dilakukan penunjukan langsung.
“Tahun 2017 banyak anggota DPRA menempatkan dana aspirasinya di Dinas Arsip. Perkerjaan dipecah-pecah agar mudah ditunjuk pelaksananya oleh si empunya dana aspirasi yaitu anggota dewan yang bersangkutan,” ujar sumber yang minta namanya dirahasiakan.
Masih menurut sumber ini, jumlah anggota DPR Aceh yang “menitip” dana aspirasinya di Dinas Perpustakaan dan Arsip lebih dari satu orang. Karena itu, pengerjaannya sesuai permintaan pemilik aspirasi.
LAPOR POLISI
GeRAK Aceh resmi melaporkan kasus dugaan korupsi pada pengadaan barang dan jasa di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh tahun anggaran 2017, yang dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung.
Dalam penjelasannya kepada Pikiran Merdeka, Askhalani menyebutkan laporan tersebut diterima langsung oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Aceh, Kombes Pol Erwin Zadma SIk, Jumat (27/4), di ruang kerjanya. Saat pelaporan tersebut Askhalani didampingi Kepala Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA) Mahmuddin.
Dari penelusuran GeRAK, pengadaan barang atau jasa melalui mekanisme PL ini dipecah menjadi 440 paket pekerjaan pengadaan barang atau jasa. Total anggarannya mencapai Rp85.207.752.750 dengan tambahan sebanyak 73 paket pekerjaan baru. Artinya, paket pengadaan barang atau jasa tersebut muncul setelah dilakukannya anggaran perubahan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Aceh Kombes Pol Misbahul Munauwar menyatakan dirinya belum mengetahui adanya laporan tersebut. Misbahul yang dihubungi Pikiran Merdeka, Sabtu (28/4), mengaku belum mendapat laporan terkait kasus tersebut.
“Belum tahu. Saya belum dapat laporan,” ujar Kombes Misbahul Munauwar, Sabtu (28/4) malam.
Perwira dengan melati tiga di pundak ini memastikan polisi akan menindaklanjuti setiap laporan dari masyarakat. “Jika laporan tersebut diserahkan ke Direskrimsus langsung, apalgi ke ruang kerjanya, kemungkinan itu hanya koordinasi dan silaturahmi. Kalau melapor kasus itu ke SKPT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu-red),” katanya.[]
Belum ada komentar