Politik Kopi dan Kegaduhannya di Jazirah Arab

Seorang gadis memetik kopi merah di perkebunan kopi Arabika Bener Meriah. (Foto www.freebiespic.com)
Seorang gadis memetik kopi merah di perkebunan kopi arabika di Bener Meriah. (Foto www.freebiespic.com)

Penyebaran cepat tradisi minum kopi selalu dikaitkan dengan para sufi, interpretasi mistik Islam, yang minum kopi untuk mencegah kantuk karena upacara panjang dan ritual ketat mereka.

Ebu’l Hassan Sazeli, pendiri sekte sufi Sazeli, disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali membawa kopi dalam perjalanan ke Makkah pada tahun 1258 dan menyebarkan kesenangan minum kopi dari sana. Kedai-kedai kopi mulai bermunculan di kota suci ini; dan kopi menjadi teman untuk beribadah di sepertiga malam terakhir.

Penyebaran kopi berkembang cepat pada masa kekuasaan Dinasti Usmaniyah. Kedai-kedai kopi banyak bermunculan. Orang-orang Yunani mengklaim bahwa mereka yang membuka kedai kopi pertama di Konstantinopel pada 1475 di sebuah tempat bernama Kiva Han, mungkin di distrik Tahtakale hari ini.

Namun sejarawan Turki menyangsikannya, karena kopi baru dibawa ke wilayah ini pada tahun 1517 setelah Sultan Selim I (1512-1520) menaklukkan Mesir. Namun cerita lain menceritakan bagaimana gubernur Yaman, Özdemir Pasa—seorang pecinta kopi—membawa biji kopi bersamanya saat dipanggil ke Konstantinopel di mana ia memperkenalkan cara minum kopi untuk Sultan Suleyman (1520-1566). Ini mungkin bahwa Özdemir Pasa sudah tahu tentang minum kopi sebelum ia di Yaman karena ia berasal dari Kairo dan kemudian menaklukkan Sudan dan Ethiopia.

Pasa disebut-sebut sukses dengan pendekatan ‘politik kopi’-nya; ia diceritakan sukses menaklukkan hati Sultan dengan secangkir kopi yang disajikannya. Sesuai permintaan Sultan, ia mengirim seorang barista khusus yang bertanggung jawab untuk menyediakan kopi bagi Sultan dan peralatan yang diperlukan untuk membuatnya.

Namun  tradisi minum kopi sempat menimbulkan gejolak politik juga di Konstantinopel. Sebelumnya di Kairo para ulama menyerukan agar minum kopi dilarang karena sifatnya yang merangsang. Dewan Ulama pada masa pemerintahan Suleyman dan penggantinya, Seyhülislam Ebussuud, mengeluarkan fatwa yang mengharamkan kopi. Akibat fatwa ini pada tahun 1543 berkarung-karung kopi dibuang ke laut oleh kapal-kapal yang mengangkutnya dari daerah-daerah penghasil utama kopi.

Namun beberapa tahun kemudian fatwa ini diabaikan dan kedai kopi pertama dibuka di Istanbul pada tahun 1555. Menjelang akhir abad ke-16, ulama berpengaruh mengeluarkan fatwa lain, dalam bentuk puisi, yang menyebut bahwa kecurigaan tentang kopi tidak berdasar.

SUFI PENGEMBALA

Sejarah mengenai tradisi manusia menikmati kopi memang tak pernah bulat. Beberapa ahli antropologi mempercayai penggunaan pertama kafein merujuk pada 600 tahun sebelum Masehi.

Lalu pada 900 sebelum Masehi,  filsuf Homer membuat referensi kopi sebagai “minuman hitam dan pahit misterius” dengan kekuatan untuk mencegah kantuk. Referensi yang sama diulang dalam beberapa legenda Arab dari periode yang sama.

Kopi arabika gayo. (http://freebiespic.com)
Kopi arabika gayo. (http://freebiespic.com)

William H Ukers dalam bukunya, All About Coffee menyebut kopi beberapa kali disebut dalam kitab suci agama Kristen. Misalnya dalam salah satu ayat disebutkan biji-bijian yang diterima Ruth dari Buaz adalah kopi, begitu juga hadiah untuk Daud dari Abigail, seperti disebutkan dalam Samuel: 25.

Selama berabad-abad, beberapa legenda apokrif telah melekat bersama berkembangnya tradisi minum kopi. Bahan yang diambil dari pohon dari keluarga Rubiaceae ini tak hanya dijadikan minuman tapi juga penggunaan lain.

Cendekiawan Muslim Ibnu Sina yang juga pakar matematika dan dokter dari Persia juga menggunakannya sebagai salah satu obat pada abad ke-11 Masehi. Namun di antara semua hikayat kopi, kisah tentang Kaldi, atau Khalid—seorang sufi penggembala kambing dari Ethiopia—adalah yang paling diakui secara luas.

Dikisahkan pada suatu hari, ia memberi anak-anak kambing peliharaannya dengan sejenis beri merah yang tumbuh di pokok-pokok ranting tanaman kopi yang banyak tumbuh liar di sekitarnya. Binatang peliharaannya itu mendadak menjadi lincah; melompat-lompat sepanjang hari, atau yang dilukiskan banyak seniman sebagai ‘anak kambing menari-nari’.

Ia melaporkan temuannya pada seorang ulama yang mengasuh padepokan sufi (zawiyah) di desanya. Sang ulama tak berkenan dengan langkah Kaldi melemparkan biji-biji yang dibawanya itu ke perapian.

Namun bau harum kopi mengubah segalanya. Dengan cepat, budidaya kopi menyebar di desa ini. Minum kopi kemudian menjadi bagian tradisi.

Cerita ini mungkin apokrif, namun kini dinyakini sebagai awal mula sejarah kopi. Adalah Antoine Faustus Nairon, seorang profesor Romawi untuk bahasa Oriental yang pertama mencetak risalah tentang kopi, berjudul De Saluberrima potione Cahue seu Cafe nuncupata Discurscus (1671).

Mitos Kaldi dari Ethiopia dan kambing menari juga menjadi cerita asal-usul kopi yang paling sering ditemui dalam literatur Barat. Meski beberapa menyebut kejadiannya di Yaman, namun kisah-kisah yang beredar selalu merujuk sufi penemu kopi itu berasal dari Ethiopia, persisnya di daerah antara Laut Merah dan pantai barat Jazirah Arab.[]republika

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait