Pilkada Aceh Rentan Intimidasi

Pasukan BKO di Aceh [Foto Tribratanews Aceh]
Pasukan BKO di Aceh [Foto Tribratanews Aceh]

Aceh masuk kategori daerah rawan Pemilu. Integritas penyelenggara Pilkada agak diragukan.

“Waspadai kongkalikong antara KIP dengan salah satu kontesan pilgub”. Kutipan status tersebut ditulis calon gubernur Irwandi Yusuf lewat akun Facebook-nya pada 9 Februari lalu. Hingga Sabtu malam pekan lalu, status tersebut mendapat ratusan komentar beragam dari pengguna Facebook.

Saat Pikiran Merdeka menanyakan apa maksud dari tulisannya itu, Irwandi hanya berujar singkat itu sebagai bentuk kekhawatirannya agar kecurangan-kecurangan pada Pilkada 2012 tak lagi terulang di pemilihan gubernur kali.

Kasus pelanggaran pada Pilkada 2017 sebenarnya menurun jika dibandingkan Pilkada 2012. Aceh Institute mencatat, pada 2012 jumlah pelanggaran sejak tahapan Pilkada mencapai 108 kasus.

Sementara pada Pilkada 2017 hanya 23 kasus hingga beberapa pekan menjelang pencoblosan.  Manajer survei Aceh Institute Rizkika Lena Darwin mengatakan pelanggaran Pilkada tersebut berbeda-beda polanya. “Banyak kasus masih belum terekspos oleh media dan itu bisa diredam karena elit dari kandidat dapat menahan diri,” ujarnya saat berbicara dalam Duek Pikee Pilkada Aceh 2017 di Sigli, Rabu, 18 Januari lalu.

Pada Pilkada 2012, pelanggaran berupa pidana dan administrasi. Kasus-kasus pelanggaran administrasi umumnya berupa pelaksanaan kampanye di luar jadwal yang sudah ditetapkan Komisi Independen Pemilihan dan iming-iming uang kepada pemilih oleh tim sukses calon tertentu.

Saat itu, Lhokseumawe dan Aceh Utara, merupakan dua daerah yang paling banyak terdapat laporan pelanggaran. Kasus-kasus yang diproses itu di antaranya berupa intimidasi dan kekerasan.

Mirisnya, seperti data yang dilansir Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, ada 12 orang meninggal dunia selama proses Pilkada. Korban meninggal akibat kekerasan. “Aparat kepolisian di Aceh harus lebih berani untuk mengungkapkan seluruh pelaku kriminal yang terjadi selama proses pelaksanaan pilkada,” ujar Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim di Banda Aceh, Selasa, 10 April 2012, seperti ditulis Antara.

Catatan Komnas, sejak 14 Oktober 2011 hingga 10 Januari 2012, ada 14 kasus penembakan dan kekerasan yang menyebabkan 12 orang meninggal dunia dan 19 orang luka-luka. Selain itu, mulai Februari sampai April 2012, penembakan dan tindak kekerasan menyebabkan 30 korban luka-luka, kasus penganiayaan 14 kasus dan perusakan harta benda 27 kasus. “Semua catatan kasus tersebut belum banyak terungkap dan ini merupakan tugas dari polisi untuk menginvestasi lebih lanjut agar pelaku tersebut dapat dibawa ke meja persidangan,” ujar Ifdhal saat itu.

Ifdhal juga mengatakan, Komnas akan membantu polisi dengan memberikan berbagai temuan tersebut, sehingga berbagai pelaku pidana dapat diusut tuntas.

Baca : Instrumen Kekerasan Iringi Tahapan Pilkada

Informasi BIN

Dua hari sebelum status Irwandi mencuat, Deputi II Badan Intelijen Negara atau BIN Mayjen TNI M Thamrin Marzuki mengungkapkan ada dua daerah yang harus mendapatkan perhatian khusus karena rawan konflik saat Pilkada. Kedua daerah itu, Aceh dan Papua. Thamrin, seperti dikutip detik.com mengatakan di kedua daerah ini masih ada intimidasi oleh kelompok bersenjata.

Bahkan, kata Thamrin, ada kelompok bersenjata di Aceh yang menyatakan dukungan kepada salah satu calon. Selain itu, tambah Thamrin, ada tiga kabupaten dan kota di Aceh yang dikategorikan memiliki potensi kerawanan paling tinggi, yaitu Aceh Jaya, Bireuen, dan Lhokseumawe. Ia mengusulkan agar penyelenggara Pemilu membentuk pengawas independen secara khusus dan adanya penambahan personel pengamanan di Aceh.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi Independen Pemilihan Aceh Ridwan Hadi mengatakan informasi dari BIN harus disikapi secara positif. Tak hanya BIN, kata dia, Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu juga menempatkan Aceh sebagai daerah dengan potensi kerawanan tinggi dalam pelaksanaan Pilkada. “Ya, kita mewaspadai potensi-potensi kerawanan itu. Misalnya, di dalam tahap pelaksanaan kampanye, kita lihat potensi konflik atau gesekan antar para pendukung. Dan, Alhamdulillah, sampai saat ini, hal itu tidak terjadi,” ujar Ridwan, Jumat pekan lalu.

Sementara, untuk pengamanan di 9.452 Tempat Pemungutan Suara atau TPS saat hari pencoblosan, kata dia, KIP telah berkoordinasi dengan aparat keamanan. “Saya kira pengamanan di seluruh TPS itu sudah disiapkan dengan baik dan cermat oleh jajaran kepolisian. Ada TPS dengan kategori rawan satu dan rawan dua. Masing-masing TPS yang rawan itu personelnya berbeda-beda,” ujar Ridwan.

Namun, pernyataan BIN tersebut dibantah oleh Kepala Kepolisian Daerah Aceh Irjen Pol Rio S Djambak. Seperti dikutip Serambi Indonesia, Kamis pekan lalu, Rio mengatakan kelompok bersenjata yang selama ini beraksi di Aceh banyak yang telah ditangkap polisi dan TNI karena melakukan kejahatan.

Setelah penandatangan kesepakatan damai antara Pemerintah RI dengan GAM pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, kata Rio, di Aceh tidak ada lagi kelompok bersenjata yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. “Kelompok bersenjata yang dimaksud BIN itu mungkin kelompok kriminal bersenjata yang pernah melakukan aksi penembakan dan peledakan. Mereka adalah kelompok kriminal bersenjata dengan motif ekonomi,” ujar Rio usai Rakorpimda mengenai Pelaksanaan Pilkada 2017 di Gedung Serbaguna Setda Aceh.

Informasi BIN tersebut, kata Rio, dapat dijadikan peringatan dan introspeksi untuk lebih waspada dengan ancaman gangguan keamaman dari kelompok bersenjata.

Adapun Panglima Kodam Iskandar Muda Mayjen TNI Tatang Sulaiman mengatakan kondisi Aceh kini aman menjelang pencoblosan. Meski kerap ada kampanye terbuka, kata dia, itu berlangsung sangat tertib.

Menjelang masa tenang pada 12-14 Februari dan hari pencoblosan 15 Februari, sampai penghitungan dan rekap suara, kata Tatang, TNI bersama polisi harus selalu siaga. Ancaman gangguan keamanan Pilkada, kata dia, tak bisa diramal kapan datangnya.

Baca: Pilkada Aceh Rasa Konflik

Pengamat politik Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Pasya mengatakan pernyataan BIN itu senada dengan yang disampaikan Bawaslu bahwa ada empat provinsi memiliki indeks kerawanan Pemilu, yaitu Aceh, Papua, DKI Jakarta, dan Banten. “Kalau dalam analisis Bawaslu, salah satunya adalah kerawanan masih ada residu konflik masa lalu, dan kemudian terlibatnya eks kombatan di dalam pilkada ini. Dan yang kedua, ada problem dari penyelenggara Pemilunya sendiri terkait integritas. Jadi semua hal itu ikut memengaruhi bagaimana kerawanan Pemilu,” ujar Kemal lewat telepon seluler, Sabtu pekan lalu.

Kemal menilai BIN memiliki intelijen tersendiri yang melihat adanya potensi kerawanan yang merugikan pelaksanaan Pilkada ini, sehingga diperlukan tindakan antisipasi. “Apa yang mereka (BIN dan Bawaslu) sampaikan itu juga berbasis fakta empiris, kerja intelijen dan penelitian yang sudah dilakukan. Yang saya lihat dari beberapa situasi juga seperti itu, walaupun ketegangannya tidaklah separah Pilkada 2012,” ujarnya.

Terkait kabupaten dan kota dengan kategori tingkat kerawanan paling tinggi menurut Kemal kini yang harus mendapatkan perhatian khusus yaitu Pidie, Aceh Barat, dan Aceh Timur. Daerah-daerah tersebut merupakan basis eks kombatan. “Saya lihat tingkat kerawanan pelaksanaan Pilkada di daerah itu punya tantangan yang sangat berat, maka harus diantisipasi dengan baik,” katanya.

Menanggapi tanggapan BIN yang mengusulkan penambahan personel pengamanan dalam pelaksanaan Pilkada, Kemal menilai jika memang potensi kerawanan masih ada, tidak ada cara lain untuk mengantisipasinya. Menurutnya, polisi yang bertugas sebagai pengamanan harus menjaga agar tidak ada ruang kecurangan-kecurangan atau pergeseran yang dicemaskan itu terjadi. “Jadi mereka harus mengantisipasi dari daerah yang menurut analisis mereka itu punya kerawanan. Jadi itu sebagai upaya preventif agar hal itu tidak terjadi,” ujarnya.

Selain itu, kata Kemal, hal lain yang harus menjadi prioritas untuk mengantisipasi kerawanan Pilkada yakni seruan bahwa pakta integritas kalah-menang yang sudah disepakati para kandidat harus dipatuhi. “Mereka harus menerima bahwa siapapun yang terpilih itu adalah pilihan rakyat. Jangan coba-coba melakukan tindakan-tindakan yang memancing di air keruh,” ujar Kemal.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait