Pilkada 2018, Pemilih Masih Permisif kepada Koruptor

Pilkada 2018, Pemilih Masih Permisif kepada Koruptor
Pilkada 2018, Pemilih Masih Permisif kepada Koruptor

PM, Jakarta – Status tersangka korupsi tidak otomatis membuat perolehan suara calon kepala daerah terpuruk dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018. Sejumlah calon kepala daerah yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pembe­rantasan Korupsi (KPK) nyatanya masih bisa meraih dukungan signifikan dari pemilih.

Beberapa di antaranya bahkan memenangi kontes pilkada. Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, misalnya. Petahana yang juga tersangka korupsi dan telah ditahan karena diduga menerima suap itu meraih suara terbanyak menurut hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.

Sosok berstatus tersangka lainnya ialah calon Gubernur NTT Marianus Sae. Meski tidak menempati posisi teratas, Marianus meraih suara terbanyak kedua dalam pilkada NTT. Demikian pula dengan petahana Gubernur Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus. Tersangka kasus pengadaan fiktif dalam pembebasan lahan bandara bobong itu dilaporkan mendapatkan suara signifikan menurut hasil hitung cepat. Pun demikian bagi sejumlah calon lain yang berstatus tersangka.

Mengapa pemilih masih permisif terhadap para tersangka kasus korupsi sehingga mereka mendapatkan dukungan signifikan dari pemilih?

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Hifzil Alim melihat ada tiga faktor penyebab. Pertama, program kerja mereka, terutama petahana, memang dibutuhkan pemilih.

Kedua, mesin politik partai peng-usung dan calon kepala daerah tersebut bekerja secara maksimal. Ketiga, mungkin terjadi praktik politik uang. “Tetapi ini harus sangat kuat buktinya,” tegas Hifzil.

Untuk memastikan faktor mana dari ketiga variabel itu yang paling menentukan, Hifzil menyatakan dibutuhkan penelitian mendalam dari tiap-tiap calon.

Integritas

Senada dengan Hifzil, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan para tersangka yang mendapatkan dukungan signifikan dari pemilih bisa jadi karena kinerja mereka.

“Kenapa orang-orang itu disukai, asumsinya karena mereka berkinerja, kerja keras, dekat dengan rakyat, dan lainnya,” kata Saut.

Akan tetapi, berkinerja baik, bekerja keras, dan dekat dengan rakyat tidaklah cukup.  “Anda sebagai pemimpin harus berintegritas. Dengan demikian, Anda akan jauh dari conflict of ­interest yang mengancam karier dan kalau dua bukti ketemu oleh KPK, akan selesai karier itu,” ungkapnya.

Saut menegaskan masyarakat di sejumlah daerah pemilihan tentu  memiliki pertimbangan dan rasionalitas masing-masing sehingga tetap memilih kandidat yang telah berstatus tersangka korupsi. “Bagaimanapun itu harus kita hormati. Yang pasti apa yang dilakukan KPK tidak keluar jalur atau lari dari koridor,” jelas Saut.

Karena itu, Mendagri Tjahjo Kumolo pun menyatakan tetap melantik calon berstatus tersangka yang menang Pilkada 2018.

“Kalau nanti diputus bersalah dicopot kembali. Kan kemarin juga ada yang dilantik di LP. Dulu pun pernah di Lampung, Sulawesi Utara, tetap kita harus hargai demokrasi. Namun, proses hukum harus berkekuatan hukum tetap,” ujar Tjahjo, kemarin. [Media Indonesia]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

antar
Pj Gubernur Aceh Safrizal ZA bersama istri dan juga juga Penjabat Bupati Aceh Besar dan istri, mengantar kepulangan Ketua Umum PKK , Tri Tito Karnavian, di Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh Besar, Rabu 2/10.Foto: Biro Adpim

Pj Gubernur Aceh dan Istri Antar Kepulangan Ketum TP PKK di Bandara SIM