Jakarta–Petisi online menolak alih fungsi Hutan Lindung Aceh jadi pertambangan dan perkebunan tembus 20 ribu pendukung. Jumlah tersebut menunjukkan tingginya antusiasme publik untuk menyelamatkan hutan lindung Aceh. Hingga Jumat (26/4) petisi yang dibuat oleh sebuah akun bernama end of the icons tersebut telah memperoleh 20.200 pendukung.
Usulan alih-fungsi hutan lindung tersebut kini tengah dibahas oleh Tim Terpadu di bawah Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Hingga Jumat (26/4) Pemerintah melalui Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto masih membantah telah mengizinkan pembukaan hutan seluas 1,2 juta hektar untuk Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Aceh (baca: bantahan pembukaan hutan Aceh).
Dalam rilis yang diterima, dukungan yang mencapai 20 ribu orang tersebut datang dari berbagai propinsi bahkan luar negeri. Mereka mendukung petisi di laman http://change.org/selamatkanAceh.
Seorang penandatangan petisi, Muhammad Fathahillah Zuhri menyatakan “Tanah Nanggroe itu bukan warisan endatu yang bisa dipakai sesuka hati, tapi titipan generasi yang akan datang untuk dijaga keseimbangannya. Apalagi jika keuntungan dan kerugiannya tak berimbang.” Sementara Kadek Wahyu Adi Pratama menyatakan, “Hutan adalah masa depan kita. Ada banyak kehidupan yang bergantung dengan hutan, manusia hewan, tanaman dan berbagai hal lainnya.”
Direktur Komunikasi Change.org Arief Aziz juga menyebutkan tembusnya jumlah pendukung sebanyak 20 ribu orang membuat petisi ini termasuk petisi terbesar. “Selain secara otomatis masuk ke kotak email target, mereka berencana untuk menemui target petisi, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan atau Gubernur Aceh”, sebutnya.
Sementara itu salah seorang warga Aceh yang juga tokoh Muhammadiyah dan pernah menjadi anggota Komisi Kehutanan DPR RI, Imam Syuja’, mengatakan tindakan alih-fungsi hutan di RTRW Aceh yang baru, merupakan bencana bagi Aceh. “Rakyat hanya memperoleh 1 persen atau 14.704 hektar. Tapi 1 juta hektar diperuntukkan bagi pertambangan, konsesi logging dan sawit. Menurut saya, pemerintah Aceh hendaknya lebih fokus mengoptimalkan lahan-lahan produksi yang sudah tersedia menjadi lebih produktif,” katanya.
RTRW baru berpotensi merusak hutan lindung dan hutan tropis Warisan Dunia yang ditetapkan UNESCO. Bila disetujui, juga diperkirakan menyebabkan dampak negatif bagi masyarakat seperti penurunan keanekaragaman hayati, banjir bandang, tanah longsor, dan punahnya satwa langka.[]
Belum ada komentar