PETA Tolak Rencana Pembentukan BRA Kembali

PM, TAPAKTUAN–Ketua Harian Pembela Tanah Air (PETA) Provinsi Aceh, T Sukandi, mengatakan pihaknya menolak rencana DPRA membentuk kembali Badan Reintegrasi Aceh (BRA) jika program kerja yang akan dijalankan masih sama seperti dulu.

“Jika program kerja yang akan dijalankan masih sama seperti yang dulu, kami dengan tegas menolak rencana itu (pembentukan BRA), kecuali Pemerintah Pusat mampu menyediakan dana reintegrasi untuk mayoritas rakyat Aceh, sebab saat konflik dulu semua rakyat Aceh menjadi korban,” katanya, di Tapaktuan, Selasa (08/09/2015).

Mantan anggota DPRK Aceh Selatan ini menambahkan, kebijakan Pemerintah Aceh di masa Gubernur Irwandi Yusuf hanya menyalurkan bantuan dana reintegrasi kepada 3.000 anggota eks kombatan GAM dan 6.500 orang anggota PETA serta 2.704 orang anggota FORKAB seluruh Aceh. Kata dia, itu merupakan sebuah langkah keliru.

Menurut Sukandi, di samping jumlah anggota masing-masing grup itu (GAM, PETA dan Forkab), belum sepenuhnya terakomodir mendapatkan dana bantuan reintegrasi, juga masih cukup banyak masyarakat korban konflik yang belum tersentuh bantuan BRA. Dia menjelaskan, program kerja BRA pada saat itu menyalurkan dana dengan angka yang bervariasi, mulai Rp30 juta sampai Rp10 juta, juga ditambah penyaluran bantuan untuk masyarakat yang rumahnya terbakar, cacat fisik, kehilangan pekerjaan atau mata pencaharian, kehilangan harta benda serta warga yang eksodus akibat konflik berdasarkan proposal yang diajukan.

Setelah masing-masing komponen masyarakat itu mengajukan proposal, ujar Sukandi, bertumpuk-tumpuklah jumlah proposal yang diterima oleh BRA, sebab hampir mayoritas rakyat Aceh terkena imbas konflik. Demikian juga jumlah eks kombatan GAM dan PETA serta Forkab, dari angka yang terdata itu, ternyata di lapangan masih cukup banyak yang belum terdata.

“Kondisi seperti itu jelas menimbulkan potensi konflik, sebab dengan alokasi bantuan yang disalurkan sangat terbatas, sementara cukup banyak korban konflik lainnya yang tidak turut menerima bantuan itu. Jika pun diterima tidak sepenuhnya utuh, sebab dari jumlah bantuan yang di alokasikan terpaksa harus di bagi dua bahkan dibagi tiga untuk mencukupi anggota lainnya yang jumlahnya masih cukup banyak,” paparnya.

Sukandi mengutarakan, jika dasar munculnya rencana pembentukan BRA jilid dua akibat timbul aksi perlawanan kelompok bersenjata yang dipimpin Din Minimi, itu sama saja tidak menyelesaikan masalah, sebab yang di tuntut oleh kelompok Din Minimi adalah perhatian terhadap anak yatim dan janda korban konflik serta kesejahteraan rakyat Aceh.

“Bukankah program itu telah dari dulu seharusnya diselesaikan oleh Pemerintah Aceh dan BRA. Lalu setelah muncul kelompok Din Minimi, timbul lagi rencana pembentukan BRA jilid dua, apakah setelah dibentuk nanti ada jaminan selesainya persoalan tersebut,” ucapnya.

[PM004]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait