Kasus nyabu oknum dewan telah meruntuhkan wibawa Parlemen Aceh dan mencoreng citra Partai Aceh.
Rabu malam, 9 Agustus lalu, menjadi malam nahas bagi Jainuddin, anggota DPRA dari Partai Aceh. Selepas salat isya, pria yang akrab disapa Keuchik Joy ini diciduk polisi saat tengah asik nyabu di sebuah balee pemuda. Ia tak sendiri, bersama tiga teman tertangkap basah sedang “pesta kecil” di Gampong Paleueh Blang, Kemukiman Lamjampok, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar.
Sebelum ditangkap, warga sudah menaruh curiga dengan keberadaan Jainuddin Cs yang mondar-mandir di sekitar balee gampong. Meski ia bukan warga sekitar, ada dua pemuda setempat bersama Jainuddin yang membuat masyarakat tak bisa melarang mereka. Warga sekitar sudah banyak yang mengetahui lapak tersebut sering mereka jadikan sebagai tempat pesta sabu.
Beberapa kali diingatkan, namun tak pernah digubris. Akibatnya, warga yang sudah muak dengan tingkah wakil rakyat ini melaporkan kepada kepolisian.
Kompol Syafran, Kasat Resnarkoba Polresta Banda Aceh, mengatakan, seusai menerima laporan dari ketua pemuda, ia mengutus tim melati yang dibantu personel BKO Brimob Polda Aceh bergerak cepat menindaklanjuti laporan tersebut.
Saat polisi datang, empat pria diketahui baru saja usai “pesta kecil” ronde pertama. Tak ingin terlalu terlihat, mereka mengenakan fasilitas toilet di sekitar balee. Digerebek, empat lelaki tersebut tersentak dan panik.
Setelah diperiksa, bersama mereka ditemukan barang bukti narkotika jenis sabu dalam dua buah plastik seberat 0,64 gram dan satu buah plastik ukuran 6.39 gram. Polisi turut mengamankan empat buah bong dari botol air mineral, dua bungkus rokok dan korek api, dua unit handphone, dan satu buah airsoft gun.
“Pada saat ditangkap, mereka sudah selesai pakai (sabu) ronde pertama. Rencananya mereka akan pakai lagi, tapi sudah keburu kita tangkap,” ujar Syafran dalam konferensi pers, Rabu malam.
Saat digerebek petugas, Jainuddin langsung mengakui dirinya sebagai anggota DPRA. Ia lantas berusaha mengajak petugas berkompromi. Kepada polisi ia menawarkan uang Rp500 juta agar ia dan ketiga temannya tak diproses hukum.
Namun, upaya menyuap petugas ternyata tak membuahkan hasil. “Dia (Jainuddin) mau menyuap kita Rp500 juta pada saat digerebek di TKP, lalu kami bilang simpan saja uangnya,” jelas Kompol Syafran.
Selain itu, satu unit mobil Innova yang diduga milik Jainuddin juga ikut diamankan. Belakangan diketahui, mobil tersebut menggunakan nomor polisi palsu. Seusai pemeriksaaan di tempat kejadian perkara, bersama barang bukti, polisi menggelandang mereka ke Mapolresta Banda Aceh.
Dari tiga orang teman Jainuddin, dua di antaranya adalah warga sekitar lokasi penangkapan, Hendra Saputra dan Jhoni. Kepada polisi, Hendra (35 tahun) mengaku sebagai wiraswasta, sementara Jhoni (30 tahun) sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan.
Sedangkan Jainuddin atau Keuchik Joy, sejak tiga tahun lalu telah tercatat sebagai warga Gampong Ie Masen, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh. Ia menempati Blok C di komplek perumahan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh.
“Setelah diperiksa, diketahui salah seorang pengguna yang ditangkap berinisial JN adalah anggota DPRA Fraksi Partai Aceh,” papar Syafran.
Sedangkan seorang lainnya Zulham (36 tahun) adalah teman Jainuddin, yang berasal dari Aceh Timur. Kepada penyidik, Zulham mengaku bekerja sebagai nelayan di desanya. Namun, dalam pemeriksaan lanjutan, ia diketahui sebagai ajudan Jainuddin.
Kepada polisi akhirnya Hendra Saputra mengakui bahwa sabu yang tersebut adalah miliknya. Sementara airsoft gun milik Jainuddin. Hendra memperoleh sabu dari seseorang berinisial A yang saat ini masih buron. Polisi telah memasukkan pelaku berinisial A tersebut ke dalam DPO.
Selama proses pengusutan, empat tersangka mendekam di balik jeruji besi Mapolresta. Dari tes urine yang dilakukan polisi, mereka dinyatakan positif sebagai pemakai sabu. Para tersangka itu dijerat Pasal 111 dan 127 UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana minimal empat tahun dan maksimal dua belas tahun penjara.
Polisi belum bisa memastikan berapa lama mereka telah mengkonsumsi sabu. Namun, dari catatan kepolisian, empat tersangka tersebut belum pernah terlibat tindak pidana sebelumnya, baik narkotika maupun kasus lainnya.
Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol T Saladin kepada Pikiran Merdeka, Kamis malam (10/8), mengatakan tak akan berkompromi dalam pemberantasan narkoba. Ia juga memastikan empat tersangka tersebut akan diproses hukum hingga ke pengadilan.
“Kalau soal penggunaan dan kepemilikan narkoba, kita tidak main-main. Siapapun kita tindak. Baik itu saudara sendiri, pejabat publik, maupun anggota TNI/Polri sekalipun, itu komitmen saya,” tegas Saladin.
Kabar penangkapan oknum anggota DPRA ini langsung berkembang di tengah masyarakat di Banda Aceh. Warga sempat bertanya-tanya siapa yang ditangkap, apalagi informasi yang berkembang yang ditangkap ini adalah wakil rakyat yang terhormat.
Mantan Ketua Fraksi PA di DPRA memberikan pengakuan mengejutkan. Pada laman media sosialnya, Kautsar secara terang-terangan menyebutkan Jainuddin yang pernah bertugas di komisi yang sama dengannya selama 2,5 tahun pertama di DPRA punya masalah dengan kejiwaan.
Kautsar sendiri sepertinya tak terlalu kaget jika akhirnya Keuchik Joy ditangkap polisi karena kasus kepemilikan dan menggunakan sabu. Ia menyiratkan bahwa mantan Ketua Komisi III DPRA tersebut sudah lama mengkonsumsi narkoba.
“Jainuddin, anggota DPRA dari fraksi Partai Aceh yang ditangkap mengkonsumsi sabu-sabu oleh Polres Aceh Besar adalah teman saya, mantan ketua saya ketika di Komisi III DPRA. Saya mengenalnya sejak ia menjadi anggota DPRA dari daerah pemilihan Aceh Timur,” tulis Kautsar.
“Sejak mengenalnya, saya sudah melihat ada keanehan pada dirinya, sepertinya dia memiliki masalah dengan sarafnya atau bahasa kasar ‘na pungo-pungo siangen’,” jelasnya lagi.
Kala itu, Kautsar sempat menanyakan kepada beberapa orang yang mengenal Keuchik Joy terkait keanehan tersebut. “Saya tanya kiri dan kanan kepada yang mengenalnya, semuanya punya pendapat seperti saya.”
Melihat ada keanehan jiwa pada diri Jainuddin, beberapa anggota dewan dari partai koalisi PA pernah menyarankan kepada Kautsar supaya posisi Jainudin sebagai Ketua Komisi III untuk diganti di tengah jalan oleh orang lain dari PA. Namun, pertimbangannya saat itu, Kautsar tidak meneruskannya kepada pimpinan DPA PA, Muzakir Manaf.
“Meski demikian, saya pernah menyampaikan usulan kepada Mualem sebagai pimpinan partai supaya beliau (Jainuddin) tidak ditempatkan di alat kelengkapan dewan manapun ketika rotasi alat kelengkapan setiap 2,5 tahun,” tambah Kautsar.
Namun nyatanya Jainuddin meski dirotasi dari Ketua Komisi III, ia mendapat jabatan baru sebagai Sekretaris Komisi VI DPRA.
Menjadi anggota DPRA diakui Kautsar berbeda dengan menjadi calon bupati atau gubernur yang dites kesehatan mental. Maka ia tak bisa menyalahkan apabila ada anggota DPRA terpilih yang bermasalah kejiwaannya.
Secara pribadi Kautsar meminta kepada polisi dan pengacara yang menangganinya untuk meminta jasa psikolog atau dokter jiwa melakukan pemeriksaan atas kondisi kesehatan mental Jainuddin.
Ditangkapnya Jainuddin, anggota DPRA yang sedang nyabu bersama tiga rekannya menjadi preseden buruk bagi DPRA. Tak pernah terjadi sebelumnya, anggota DPRA ditangkap karena terlibat narkotika.
NAIK KELAS
Sejak 30 September 2014, Jainuddin resmi menjadi salah satu wakil rakyat di Parlemen Aceh. Ia menjadi salah satu politisi Partai Aceh yang berasal dari Dapil Aceh Timur, Langsa dan Aceh Tamiang yang berhasil duduk di kursi DPRA.
Sebelum menjadi dewan, Jainuddin diketahui adalah seorang kepada desa (keuchik) di Aceh Timur. Sejak itulah ia akrab disapa Keuchik Joy atau Teungku Joy. Pada Pileg 2014, ia pun melangkah ke dunia politik lewat Partai Aceh. Nasib baik menyertai pria kelahiran 5 Desember 1980 itu, ia terpilih menjadi anggota DPRA. Hasil perhitungan suara Pileg 2014, Jainuddin berada di urutan tiga dengan jumlah suara 11.359, suara partai 33.808, hingga total perolehan 98.284 suara.
Meskipun baru terjun ke dunia politik, pria yang menamatkan pendidikan terakhirnya sebagai Sarjana Ilmu Manajemen ini langsung dipercaya partainya sebagai Ketua Komisi III DPRA. Di komisi yang membidangi masalah keuangan dan investasi, ia bertahan hingga 2,5 tahun sebelum dilakukan rotasi oleh partai.
Saat sejumlah kader lain tak mendapat jabatan setelah rotasi di DPRA, Geuchik Joy tetap mendapat jabatan. Ia digeser ke Komisi VI dan dipercaya sebagai sekretaris di komisi yang membidangi masalah kesehatan dan kesejahteraan itu. Selain itu, ia juga termasuk sebagai anggota badan anggaran.
Wakil Ketua Partai Aceh, Kamaruddin kepada Pikiran Merdeka, Jumat (11/8), mengakui dirinya mengetahui penangkapan Jainuddin dari salah satu polisi dari Satresnarkoba Polresta Banda Aceh. Meski sempat terkejut akan penangkapan kadernya itu, ia tak juga menampik, penangkapan Jainuddin telang mencoreng citra PA di mata publik.
Namun, pria yang akrab disapa Abu Razak ini menegaskan, partai tak akan membela kadernya yang bersalah apalagi kasus yang dihadapi adalah penggunaan dan kepemilikan narkoba. Bahkan PA tak akan memberikan bantuan hukum kepada Jainuddin.
“Kita sudah peringatkan kader untuk tidak terlibat yang seperti itu. Maka sekarang biarlah yang makan cabai yang merasakan pedasnya,” ujarnya lagi.
Kasus yang menimpa Jainuddin, disebut Abu Razak harus dijadikan pelajaran bagi kader PA lainnya, baik yang duduk di DPRK, DPRA maupun yang kini menjadi bupati maupun walikota.
Namun, menurut Abu Razak, sejauh ini Partai Aceh belum memutuskan sikap terkait penangkapan Jainuddin. PA masih menunggu proses penyidikan polisi terkait keterlibatan Jainuddin.
Bila nantinya dinyatakan bersalah dan diputuskan pengadilan harus menjalani hukuman, Abu Razak memastikan Jainuddin akan di-PAW. “Saat ini belum mengadakan rapat membahasnya. DPA PA belum membahas nasib dia. Karena ini masih dalam pemeriksaan oleh polisi, kita tunggu saja dulu bagaimana nantinya.”
“Misalnya nanti diputuskan bersalah dan dihukum sampai empat tahun kan kita tidak mungkin menunggu dan pastinya akan kita usul diganti,” tegasnya.
Sementara Juru Bicara Partai Aceh, Suaidi Sulaiman mengatakan PA tak akan mentolerir kadernya yang terlibat narkoba. Apalagi, kata dia, status Jainuddin sebagai wakil rakyat sungguh tak sepantasnya. Pihaknya akan segera membahas nasib Sekretaris Fraksi PA di DPRA. “Ini akan dibahas tingkat Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh,” katanya, Sabtu pekan lalu.
Terkait proses hukum, sambung Adi, Partai Aceh tetap akan mengikuti ketentuan dan undang-undang berlaku. “Kita mengedepankan azas praduga tak bersalah terhadap yang bersangkutan,” ujar pria yang dikenal dengan nama Adi Laweung ini.
PROSES PAW
Sekretaris DPRA A Hamid Zein, yang dihubungi Pikiran Merdeka, Jumat (11/8) menolak berkomentar terkait tertangkapnya Jainuddin. Ia meminta persoalan ini ditanyakan langsung ke pimpinan DPRA.
Pemberhentian Jainuddin dari kursi DPRA sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, bahwa kewenangan pemberhentian dan pergantian anggota dewan dilakukan setelah adanya surat keputusan dari Menteri Dalam Negeri.
Pemberhentian tersebut biasanya dilakukan setelah adanya putusan hukum tetap dari pengadilan. Meski tak diusul Pergantian Antar Waktu oleh partainya, Mendagri bisa langsung memberhentikan Jainuddin disebabkan kasus yang sedang dihadapinya termasuk pidana.
Sementara itu, mengacu kepada UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Jainuddin dapat segera dilakukan pergantian antar waktu berdasarkan usulan partai politik melalui Fraksi Partai Aceh di DPRA.[]
Belum ada komentar