Kekuatan PNA dan koalisi partai pengusung Irwandi-Nova di parlemen Aceh terbilang kecil, sehingga perlu dukungan partai lain.
Setelah suaminya terpilih menjadi gubernur, Darwati A Gani memilih mundur dari DPR Aceh. Politisi Partai Nasional Aceh (PNA) ini meninggalkan parlemen agar lebih fokus mendampingi suaminya. “Saya merasa tugas sebagai istri gubernur itu jauh lebih berat untuk saya jalankan. Jadi saya tidak mau double tugas,” ujar Darwati usai pleno di Hotel Hermes.
Keputusan tersebut, kata Darwati, telah ia bicarakan dengan partai. “Partai menyetujui,” ungkapnya. Darwati akan digantikan oleh Ketua PNA Irwansyah. Saat pemilihan legislatif lalu, Irwansyah meraup suara nomor dua terbanyak setelah Darwati. Keduanya berasal dari daerah pemilihan satu (Banda Aceh, Aceh Besar, Sabang).
PNA merupakan partai pendukung resmi Irwandi-Nova saat Pilkada, selain Demokrat, PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Damai Aceh. Di DPR Aceh, PNA hanya memiliki tiga dari 81 kursi. Sementara Demokrat memiliki delapan kursi dan PKB satu kursi.
Namun, melihat susunan fraksi-fraksi di DPRA, partai-partai pengusung berada di fraksi berbeda walaupun “kekuatannya” terbilang sangat kecil. Hal ini jika dibandingkan kekuatan Partai Aceh, “lawan” PNA yang memiliki 29 kursi. PA sendiri menjadi satu dari tujuh fraksi di DPRA.
Enam fraksi lainnya adalah Fraksi Partai Golkar yang terdiri sembilan orang. Selain Golkar, di fraksi ini ada PBB, PKPI, dan PKB. Kemudian Fraksi Partai Nasdem yang berisi beranggotakan 12 orang. Di dalamnya bergabung PNA.
Selanjutnya, Fraksi Partai Demokrat (delapan orang) dan Fraksi PAN (enam orang). Lalu Fraksi PPP (enam orang). Di dalamnya bergabung PDA. Terakhir, Fraksi PKS-Gerinda beranggotakan tujuh orang.
Menilik kekuatan yang dimiliki PNA tersebut, pengamat politik Teuku Keumal Pasya menilai Irwandi harus bercermin pada saat Zaini Abdullah menjadi gubernur. “Abu Doto (Zaini Abdullah) tidak terlalu menjalin komunikasi yang baik dengan PA. Irwandi harus mempertimbangkan agar tidak terjadi lagi seperti itu,” ujar Kemal.
Jalinan komunikasi itu, tambah Kemal, untuk meredam munculnya keinginan yang tidak diperlukan selama masa pembangunan. “Gubernur kan harus punya instruksional ke seluruh lembaga di bawahnya. Irwandi harus segera membangun dan mengedepankan semangat birokrasi dalam bekerja daripada semangat birokrasi ala penguasa,” ujarnya.
“Yang terjadi di era Abu Doto kan salah pilih kabinet dan beberapa kali harus diganti. Itu telah merugikan Dokter Zaini sendiri. Akhirnya tidak terjadi pembangunan apa-apa di masa dia,” sambungnya.
Di sisi lain, tambah Kemal, tim sukses yang berjasa untuk Irwandi tak boleh dilupakan. “Irwandi juga harus hati-hati terhadap golongan tertentu yang sengaja merapat ke timsesnya hanya untuk mengambil keuntungan. Jangan sampai mengulang kesalahan,” ujar Kemal.
Saat ini, kata Kemal, memang masa yang terbaik bagi Irwandi untuk menyeleksi orang-orang terbaik. Terutama, yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan proses pembangunan. “Karena segala hal sudah terlihat mulus bagi Irwandi-Nova saat ini, saran saya tetap tenang dan jangan terprovokasi dengan hal-hal yang tidak penting.”
Adapun Nova Iriansyah mengatakan akan memperbaiki apa yang pernah menjadi kendala di masa lalu. Nova tidak begitu sepakat dengan istilah ‘pecah kongsi’ yang selama ini sering diidentikkan pada perpecahan di jajaran pemerintah. “Istilah itu seolah ada perseteruan. Ini hanya miskomunikasi saja. Bersama Irwandi, saya telah berkomitmen atas nama kepentingan untuk Aceh, yang seperti itu harus kita hindari.”[]
bagi 2 proyeklah kl gitu,ya kita liat aja..aja membangun