*Masalah pengelolaan aset hingga realisasi dana desa
PM, Aceh Tenggara – Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tenggara menggelar rapat paripurna rancangan qanun Laporan Pelaksanaan Pertanggungjawaban (LPP) APBK tahun anggaran 2017, Rabu (1/8) di gedung DPRK setempat.
Rapat itu dipimpin langsung ketua DPRK Agara, Irwandi Desky beserta para anggota dewan dengan dihadiri Bupati Agara Raidin Pinem, tim TAPK (tim anggaran Pemkab), para kepala SKPK (satuan kerja perangkat kabupaten) dan pihak terkait lainnya.
Salah satu anggota DPRK Agara, M Sopian Desky dalam pandangan umumnya mengatakan, pengelolaan aset di Aceh Tenggara sampai saat ini belum maksimal terutama soal inventaris barang.
“Bahkan pencatatan aset kerap kali tak sesuai dengan yang ada sebenarnya,” ujar anggota fraksi Sepakat Perubahan DPRK itu.
Demikian juga dengan pemberian dana hibah di Agara, lanjut dia, yang tampaknya belum sesuai dengan aturan. Bahkan pemberian hibah kepada instansi vertikal di Agara belum ada laporannya ke Menteri Dalam Negeri.
“Pemberian dana hibah seharusnya mempertimbangkan kemampuan daerah,” tukas politisi partai Nasdem itu.
Selain itu, pihaknya berharap realisasi dari dana desa ke depan harus lebih tepat waktu. Hal itu berkaca dari dana tahap I tahun 2018 lalu yang realisasinya terlambat.
“Yang jadi permasalahan serius, penggunaan dana desa di Agara banyak yang belum tepat sasaran dan banyak kepala desa tersandung kasus hukum itu sangat jelas,” ungkap Sopian.
Sedangkan pandangan umum dari fraksi Perjuangan Demokrat, Win Eka Jaya mengatakan, PAD yang direncanakan dan target Pemkab Agara tak sesuai target. Sebab PAD tahun 2017 hanya tercapai sekitar Rp 60 milyaran.
“Ini terbilang sangat jauh dari target Rp 115 miliar lebih,” ujar Win.
Sedangkan penyaluran dana desa, menurutnya belum juga memadai. Lantaran, dana desa tahap II tahun anggaran 2017 ada yang belum disalurkan.
“Itu jumlahnya cukup fantastis hingga mencapai Rp 92 miliar lagi,” sebut Win.
Catatan lainnya, Win menyampaikan soal pemberian belanja hibah kepada PDAM Tirta Agara pada tahun 2017 yang diyakini tidak tepat dan tak sesuai aturan.
“Apalagi digunakan untuk pengadaan operasional dan mobiler PDAM,” tukas Win. []
Reporter: Jufri
Belum ada komentar